Salah satu trending topik pada platform X pada akhir Agustus sampai awal September 2024 adalah "fufufafa". Saya penasaran dengan kemunculan istilah yang bagi saya termasuk kosa kata baru. Istilah itu dalam pikiran saya tampak seperti berasal dari kosa kata bahasa Jepang.
Sebagaimana respon seseorang yang penasaran, saya mau tahu dong apa itu fufufafa. Agar lebih jelas tentang makhluk asing itu, maka saya mengarahkan kursor pada screen laptop ke daftar topik trending yang ada di beranda X saya. Saya klik kata "fufufafa" yang tertera pada kolom daftar trending topik di sisi kanan X versi web.
Saya mengernyitkan dahi melihat konten dengan topik fufufafa. Secara umum konten dengan topik ini setidaknya memuat dua hal, yaitu, serangan argumentum ad hominem Gibran dan pornogragfi.
Argumentum ad Hominem
Unggahan pertama yang muncul, ketika saya meng-klik topik fufufafa di salah satu sisi beranda X, konten yang diunggah oleh sebuah akun X bernama @Rexthatch. Akun itu mengirim sebuah pesan pendek dengan melampirkan gambar pasangan capres dan cawapres pemenang pemilu 2024. @Rexthatch menulis.
"Prabowo sedih ada tradisi menjelekkan pemimpin, netizen gercep jadi penyelam handal umbar jejak digital gibran yg pernah hina prabowo Stroke
Akun rkgbrn, raka gnarly, fufufafa adalah akun milik Gibran Raka
Kumpulan chat gibran di kaskus dan twitter"
Berdasarkan puluhan ribu unggahan yang menyematkan kata fufufafa, rupanya kata itu bukan sekadar sebagai topik trending tetapi sekaligus merupakan akun kaskus lawas yang diduga milik Gibran Rakabuming Raka, sang Calon Wakil Presiden pendamping Prabowo Subianto dalam kontestasi Pilpres 2024.
Dilihat dari daftar panjang unggahan yang berhubungan dengan topik tersebut, akun fufufafa pernah melakukan upaya untuk menyerang Prabowo di masa lalu.
Dilansir dari laman suara.com, kuatnya dugaan akun itu milik Gibran itu diungkap salah satu akun X dengan nama @joandreko. Melalui sebuah utas akun @joandreko menunjukkan bukti kuat bahwa akun Kaskus dengan nama fufufafa merupakan akun milik putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka.
Dalam akunnya, @joandreko juga mengunggah sejumlah tangkapan layar dari akun fufufafa yang melayangkam komentar argumentum ad hominem yang menyerang pribadi Prabowo Subianto ketika menjadi seteru politik Jokowi.
Apa itu argumentum ad hominem?
Dikutip dari laman p2k.stekom.ac.id, argumentum ad hominem berasal dari bahasa latin yang secara harfiah berarti "tertuju pada orangnya". Istilah ini sering disingkat ad hominem (sesekali diucapkan dengan adhom). Frasa ini dimaknai sebagai sebuah strategi retorikal seseorang untuk menyerang kesalahan tulis, kesalahan istilah, kesalahan pemilihan kata, karakter, motif, atau beberapa atribut dari orang yang membuat argumen.
Argumentum ad hominem merupakan strategi penyerangan dalam sebuah debat yang lebih tertuju kepada pribadi lawan tinimbang menyerang substansi dari argumen itu sendiri. Berbagai sumber bacaan menyebutkan bahwa strategi ini merupakan kesesatan logika atau cacat logika yang kerap terjadi ketika peserta debat menyerang hal-hal di luar substansi dari tujuan utama sebuah pembahasan.
Alih-alih beradu argumen, strategi argumentum ad hominem justru menyerang aspek-aspek yang menyangkut atribut kepribadian lawan. Aspek atau sasaran penyerangan itu bisa meliputi gender, jenis kelamin, orientasi seksual, suku, ras, agama, kehidupan keluarga, warna kulit, bentuk mata, dan semacamnya. Penggunaan ad hominem membuat debat atau diskusi menjadi tidak substansial bahkan cenderung berpotensi menjadi perundungan, olok-olokan, penghinaan, caci maki, dan penghujatan.
Dalam konteks unggahan akun kaskus fufufafa, terlihat adanya kesan bahwa yang bersangkutan menggunakan strategi argumentum ad hominem dalam berbagai komentar terhadap seseorang, yaitu, Prabowo Subianto. Tidak saja menyerang pribadi Prabowo sebagai sosok yang dianggap memiliki "masa lalu yang hitam" tetapi beberapa unggahan lain mengarah kepada anak dan keluarganya. Komentar-komentar yang terkesan sentimen itu menunjukkan pernyataan yang menjurus kepada argumentum ad hominem.
Unggahan fufufafa itu memang terjadi di masa lalu tetapi jejak digitalnya telah menjadi konsumsi publik. Terlepas dari pemilik akun itu, penggunaan strategi argumentum ad hominem kerap digunakan dalam media sosial untuk meng-counter seseorang.
Tidak saja di Indonesia, seperti dilansir dari britannica.com, serangan argumentum ad hominem merupakan ciri umum politik modern, khususnya dalam iklan kampanye. Salah satu alasan populer penggunaan argumen ad hominem dalam persaingan politik adalah efektivitasnya. Serangan ad hominem mudah dilontarkan terhadap lawan politik dan diyakini dapat membujuk audiens untuk menolak argumen tanpa perlu menanggapi fakta atau alasan yang mendasarinya.
Argumentum ad hominem pada dasarnya bertujuan untuk menciutkan kredibilitas lawan sehingga sulit bagi orang yang diserang untuk membalas secara efektif. Lebih jauh lagi, serangan argumentum ad hominem dapat berdampak jangka panjang karena dapat mencoreng reputasi lawan secara keseluruhan, bukan ide kampanye mereka.
Tidak saja dalam dunia politik, dalam keseharian kita juga kerap dihadapkan pada pernyataan-pernyataan yang bersifat ad hominem. Berikut ini merupakan ilustrasi sederhana dalam sebuah percakapan bagaimana argumentum ad hominem itu bekerja mewarnai keseharian kita.
Steve: "Menurutku kita tidak perlu naik taksi untuk makan malam. Jaraknya hanya jalan kaki sebentar dan lingkungan tidak memerlukan polusi tambahan."
Jaime: "Kamu berkata begitu karena kamu memang pelit!"
Respon Jaime dalam dialog singkat di atas jelas tidak menanggapi argumen Steve. Sebaliknya, Jaime memilih menghina Steve sebagai pribadi yang pelit. Hal ini tidak saja bisa menimbulkan ketidaknyamanan pada Steve. Pernyataan Jaime juga sebuah kekeliruan karena kebenaran atau kepalsuan argumen yang disampaikan Steve tidak dipengaruhi oleh karakter Steve.
Pornografi
Di samping argumentum ad hominem, trending topik fufufafa juga disematkan pada unggahan-unggahan yang berbau pornografi. Terlihat banyak sekali konten menghiasi platform X dalam bentuk kata-kata, gambar dan video berbau ketelanjangan tanpa filter sama sekali.
Konten pornografi pada platform X tidak saja mendompleng pada trending topik fufufafa tetapi juga pada hampir setiap trending topik yang ada. Pornografi pada platform ini tampaknya sudah demikian terbuka dan terlihat sangat masiv.
Maraknya konten pornografi pada platform X tidak lepas dari kebijakan Elon Musk, pemilik platform X, yang memperbolehkan pengguna X untuk mengunggah konten yang berbau ketelanjangan dan seksual.
Kebijakan platform X yang didasarkan atas aspek estetik ini disertai dengan dua syarat. Pertama, konten tidak boleh ditempatkan di lokasi mencolok, seperti gambar profil dan spanduk. Lokasi mencolok merupakan titik yang cepat ditemukan
Kedua, pengguna juga harus menandai konten sebagai NSFW (Not Safe For Work). Ini bertujuan agar pengguna dapat menyembunyikan konten secara default dan hanya bisa dilihat oleh pengguna yang memilih untuk melihatnya. Selain itu, pengguna juga harus berusia minimal 18 tahun untuk dapat melihat konten NSFW.
Kebijakan Elon Musk didasarkan kepada anggapan bahwa orang dewasa memiliki otonomi untuk melihat dan membuat konten orang dewasa sebagai sebuah keyakinan, keinginan, dan pengalaman mereka sendiri, termasuk dalam hal ini konten seksualitas.
Sebagai pengecualian, kebijakan ini tidak berlaku untuk konten yang memicu eksploitasi, pemerkosaan, objektivitas, kekerasan atau pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, dan perilaku tidak senonoh. Kebijakan platform tersebut berlaku untuk semua konten dewasa, baik yang dibuat oleh AI, fotografi, atau animasi.
Namun demikian, kebijakan Elon Musk tersebut ternyata tidak cukup efektif untuk meminimliasir pornografi pada platform X. Hal ini dibuktikan oleh Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri. Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa terdapat transaksi yang mencapai nominal Rp 9 miliar dalam kasus bisnis prostitusi anak yang dijual menjadi pekerja seks komersial (PSK) melalui media sosial. Salah satu media sosial itu adalah X, termasuk telegram. (Sumber mediaindonesia.com 23/7/2024).
Platform media sosial memang dapat menjadi ruang yang memberikan kebebasan berpendapat dan berekspresi. Kebebasan berpendapat tanpa melibatkan logika komunikasi semisal argumentum ad hominem sangat dekat dengan prilaku bullying dan diskriminasi. Atas dasar kebebasan berpendapat dan efektivitas politik strategi ini menjadi sebuah kebiasaan yang dianggap sebagai hal yang wajar.
Pada saat yang sama narasi seksual atas alasan esetetik dan otonomi orang dewasa berpeluang disalahgunakan untuk memenuhi kebutuhan sesaat dan periferal.
Sumber bacaan:
- www.suara.com
- p2k.stekom.ac.id
- www.kompas.com
- ethics.org.au
- www.britannica.com
- www.jawapos.com
- mediaindonesia.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H