Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Comfort Zone, Area Nyaman yang Harus Ditinggalkan Guru

26 Agustus 2024   11:14 Diperbarui: 27 Agustus 2024   16:36 847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya mengernyitkan dahi. Saya menangkap kesan adanya nada kepanikan dari suara itu. Panik dengan tugas yang belum diberikan. Dalam kepanikan itu, dia mencoba mencari jalan pintas agar dapat lulus dalam PPG yang akan diikuti.

Saya menarik napas panjang. Saya selalu suka membantu seseorang. Apalagi sesuatu yang bertujuan untuk mengembangkan diri. Namun tentu saja bantuan itu untuk berpikir bagaimana menyelesaikan sebuah tugas, bukan bantuan sebagai seorang joki sebagaimana yang sering terjadi dalam penyusunan skripsi atau menjawab soal-soal ujian.

"Tenang Bu. Tugas PPG dibawa santai saja. PPG saat ini dirancang sedemikian rupa agar tidak mengganggu kegiatan utama dari peserta. Saya baca beberapa informasi, kegiatan PPG diikuti melalui sebuah platform pembelajaran dan diupayakan tidak mengganggu tugas utama di sekolah sehingga dapat diikuti di luar jam sekolah. 

Bahkan, Ibu masih punya waktu luang untuk mengurus anak-anak dan suami. Yang penting Ibu mengikuti kegiatan dengan serius dan memahami instruksi dalam menyelesaikan tugas. Kalau tugasnya sulit nanti kita diskusikan. Di sini juga ada guru yang mendapat undangan serupa," saya berusaha menenangkan.

"Siap!" jawabnya singkat sebelum mengucapkan terima kasih dan menutup panggilan. 

***

Dalam perbincangan via telepon di atas saya menangkap adanya indikasi cara berpikir seseorang yang selama ini memilih bertahan pada zona nyaman. Bisa dipastikan teman saya di atas sejauh ini tidak berupaya meningkatkan kompetensi profesionalnya atau merasa tidak perlu repot meng-upgrade kemampuannya untuk mengimbangi perkembangan dunia pendidikan. 

Saat menghadapi sebuah tantangan seperti itu, dia melihat tugas-tugas PPG sebagai sebuah kesulitan yang membuatnya mengalami kepanikan dan kecemasan. Pada akhirnya, sebelum mulai menjalani tantangan itu, dia sudah terpojok, memilih "menyerah" dan mencoba menempuh cara yang tidak relevan dengan memilih jalan pintas. 

Guru dalam Zona Nyaman

Zona nyaman atau comport zone merupakan sebuah keadaan yang dapat dialami oleh setiap orang dalam berbagai kondisi. Zona nyaman merupakan sebuah situasi dimana seseorang menghindari tantangan dalam rangka mencapai kualitas diri dan hasil kerja.

Gagasan comfort zone berakar pada penelitian yang dilakukan oleh psikolog Robert M. Yerkes dan John Dillingham Dodson pada tahun 1908. Hasil penelitian itu---dikenal dengan Hukum Yerkes--Dodson---menyimpulkan bahwa kinerja meningkat seiring meningkatnya stres, dan kinerja menurun seiring berkurangnya stres. Stres atau tekanan dalam batas-batas tertentu dapat menjadi pendorong seseorang untuk meningkatkan kinerja. Namun teori ini juga mengakui bahwa stres berlebihan dapat menyebabkan kinerja menurun. (Sumber harvard.summer.edu) 

Dikutip dari laman gramedia.com, istilah "comfort zone" yang secara harfiah berarti zona nyaman pertama kali diperkenalkan oleh Judith Bardwick pada tahun 1991. Judith mengandaikan zona nyaman sebagai perilaku seseorang yang bekerja dengan capaian yang konstan, tetap, tidak ada perubahan. Pola kerja seseorang yang bertahan dalam zona nyaman biasanya cenderung menghindari risiko, monoton, dan membosankan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun