Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kacamata untuk Sifa, Kelainan Mata Ekstrem

20 Agustus 2024   16:48 Diperbarui: 20 Agustus 2024   19:59 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami tiba di rumah sakit sekitar pukul 10.00 waktu setempat. Memasuki lobi rumah sakit saya langsung mengambil nomor antrian untuk selanjutnya menuju loket registrasi. 

Seperti pengunjung lainnya, saya mengambil tempat duduk di ruang tunggu depan loket untuk menunggu panggilan. Mesin pemanggil secara teratur terus memanggil satu persatu pemegang nomor antrian menuju loket registrasi. Sampai saatnya tiba, mesin itu menyebut nomor antrian yang ada di tangan saya. Mendengarnya, saya melangkah menuju loket registrasi sesuai arahan panggilan. Kepada petugas loket saya menyerahkan nomor antrian dan dokumen berupa surat rujukan, hasil pemeriksaan dari puskesmas, dan kartu keluarga.

Kurang dari sepengunyahan sirih petugas loket kembali memanggil saya dan mengembalikan dokumen milik Sifa dengan lampiran bukti registrasi. Dengan sikap yang ramah, petugas loket mengarahkan saya ke ruang poli mata yang terletak di sisi barat rumah sakit. 

Setelah berbasa-basi dengan ucapan terima kasih, saya melangkah menuju poli mata. Saya berjalan di depan pengunjung yang duduk di bangku besi panjang. Bangku-bangku itu diletakkan berderet di sepanjang ruang tunggu. Di belakang saya, anak beranak itu mengikuti langkah saya. Sifa bergayut di lengan ibunya seakan tidak ingin tertinggal.

Suasana ruang tunggu sangat ramai. Di depan pintu beberapa ruang poli, sebagian pengunjung terpaksa berdiri karena tidak mendapatkan tempat duduk. Beberapa pasien, yang tidak bisa berjalan, duduk di atas kursi roda yang disediakan rumah sakit. 

Semua pengunjung seolah terus-menerus mengarahkan pandangannya ke pintu-pintu ruang poli. Jelas sekali wajah-wajah pengunjung itu terlihat bosan menunggu giliran. 

Di depan poli mata tampak dua orang petugas duduk melayani pengunjung. Saya menghampiri petugas itu dan menyerahkan dokumen milik Sifa. Saya dipersilakan lagi untuk melakukan ritual menunggu bersama pengunjung lainnya.

Saya mencari tempat yang nyaman untuk berdiri. Sifa, dan ibunya mengambil tempat duduk di salah satu kursi panjang yang lowong. Sambil menunggu saya menikmati tayangan televisi berukuran besar yang berada di dinding ruangan poli. Saya sedikit mendongak karena letaknya yang cukup tinggi.

Sekitar 10-15 menit berlalu, nama Sifa dipanggil petugas di depan poli untuk mengkonfirmasi keluhan pasien dan menjalani pemeriksaan tekanan darah. 

Setelah itu kami menunggu lagi untuk mendapatkan pemeriksaan dokter. Tidak lama berselang Sifa dipanggil lagi memasuki ruang pemeriksaan. Saya dan ibu Sifa dipersilakan ikut masuk. 

Di dalam ruangan seorang petugas mengarahkan Sifa menuju sebuah mesin untuk menjalani pemeriksaan mata. Entah apa nama alat itu. Sifa melangkah dan diminta mendekatkan wajahnya ke sisi depan mesin. Petugas mulai mengoperasikan mesin dan mencatat hasil pemeriksaan. Secarik kertas keluar hasil pemeriksaan keluar dari salah satu sisi mesin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun