Saya tidak ingat sudah berapa lama saya menggunakan smartphone. Saya hanya ingat bahwa sejauh ini saya tidak pernah membeli smartphone baru.
Terhitung tiga kali saya menggunakan smartphone yang berbeda. Artinya, saya sudah tiga kali mengganti smartphone. Namun sejak smartphone pertama sampai terakhir semua smartphone itu second. Penggantiannya bukan karena latah mengikuti gengsi. Kinerja smartphone yang lamban dan kondisi rusak menjadi salah satu alasannya.
Alasan memilih barang second soal lain. Ini terutama karena membeli yang baru akan lebih mahal ketimbang smartphone bekas. Saya memilih mengganti smartphone dengan tukar tambah--transaksi di mana seseorang menjual barang miliknya untuk diberikan barang lain dan membayar kekurangan harganya.
Smartphone, seperti kebanyakan orang, memberikan saya kemudahan untuk berbagai keperluan mendesak dalam urusan keluarga dan pekerjaan.
Sesekali saya mendengar musik, lihat youtube, menonton film pendek tiktok, atau menengok beranda facebook dan twitter. Namun ini bagian yang tidak rutin.
Saya akui bahwa saya juga pernah keranjingan medsos. Tidak update status sehari saja rasanya seperti terlambat naik pesawat. Namun saya tahu bahwa media sosial merupakan ruang publik. Saya menghindari kesan pamer (karena saya tidak memiliki sesuatu yang dapat dipamerkan). Saya juga menjauhi sikap narsis apalagi mengumbar permasalahan pribadi atau keluarga.
Pada titik tertentu akhirnya saya sadar bahwa larut dalam dunia media sosial bukan sesuatu yang membuat saya berkembang. Namun itu tidak berarti saya meninggalkan medsos. Saya tetap menggunakan media sosial tetapi tidak rutin seperti orang minum obat tiga kali sehari.
Sampai pada akhirnya melalui smartphone saya menemukan media untuk mengekspresikan ide atau pengalaman dengan cara menulis. Salah satunya kompasiana.
Saya harus mengakui bahwa saya dan banyak orang tidak dapat terpisah dari smartphone. Namun kita juga dituntut bijaksana dalam penggunaannya.
Lombok Timur, 17 Agustus 2024
Sumber: