Mohon tunggu...
Yamin Mohamad
Yamin Mohamad Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Empati Sang Guru terhadap Siswa

7 Agustus 2024   00:36 Diperbarui: 7 Agustus 2024   00:41 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru sedang mengajar (Sumber: KOMPAS.com/AYUNDA PININTA KASIH)

Pagi itu, air selokan di seberang jalan meluap. Airnya menggenang ke jalan tanah dan berbatu yang membelah kampung saya. Kondisi itu dapat dipastikan membuat pengguna jalan merasakan ketidaknyamanan. Jalan rusak ditambah dengan luapan air yang memenuhi jalan kemungkinan akan menggandakan ketidaknyamanan pengguna jalan. 

Melihat kondisi itu kepala dusun setempat kekes betek tangkong (menyingsingkan lengan baju: Sasak Red). Dibantu seorang remaja, dia mulai membersihkan sampah yang menyumbat selokan. Satu-satu sampah itu dikeluarkan. Sebagian sampah itu tidak dapat diangkat karena berada dalam bagian selokan yang tertutup. Satu-satunya cara dengan membongkar penutupnya dan menyingkirkan sampah di dalam selokan. Upaya dua pria itu tidak sia-sia. Air mengalir lancar melalui selokan dan tidak lagi meluap ke jalan.

Tindakan kepala dusun dan remaja itu telah menunjukkan satu hal bahwa mereka ikut merasakan ketidaknyamanan pengguna jalan akibat luapan air tersebut. Mereka menempatkan diri sebagai pengguna jalan dan ikut memahami bagaimana rasanya berkendara di atas jalanan yang dibalut dengan kerusakan. Ini merupakan salah satu wujud empati yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

Membersihkan Lingkungan Sekolah dan Empati

Setiap pagi biasanya saya datang lebih awal ke sekolah. Sesekali saya sedikit terlambat karena satu dan lain hal. Sekali lagi hanya sesekali.

Tiba di sekolah, bersama siswa dan guru, saya ikut membersihkan halaman, memungut sampah, menyingkirkan kerikil yang bertebaran di atas hamparan paving block, atau menyeret bak sampah beroda menuju sampah yang sudah terkumpul pada titik setelah disapu siswa.

Sebagian siswa menunjukkan tanggung jawab dalam kegiatan harian ini. Kelompok siswa lain memperlihatkan sikap apatis terhadap serakan sampah yang sebagian besar dihasilkan oleh mereka sendiri. 

Di sinilah tantangannya. Menumbuhkan kesadaran tentang kebersihan kerap kali tidak relevan dan kurang efektif hanya dengan memberikan perintah dari pengeras suara. Siswa memerlukan contoh bagaimana mewujudkan kesadaran itu.

Pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan mengambil bagian dari kegiatan bersih lingkungan sekolah bersama siswa. Keterlibatan guru itu mendorong sebagian besar siswa bahu-membahu membersihkan lingkungan sekolah--ikut memungut sampah, memasukkannya ke bak sampah, dan menyeret bak sampah yang telah terisi untuk dibuang ke penampungan yang ada.

Lalu dimana letak empati dalam kegiatan bersih lingkungan sekolah itu? Bagi sebagian siswa bekerja membersihkan lingkungan sekolah merupakan kegiatan yang tidak menyenangkan. Hal ini karena sampah itu kotor dan bau. Bagi sebagian lagi pekerjaan itu membuat mereka lelah dan membosankan. Apalagi untuk anak-anak yang masih suka bermain dan bercengkerama bersama teman-temannya. 

Selebihnya sikap apatis sebagian siswa itu disebabkan oleh kesadaran yang rendah dalam menjaga kebersihan lingkungan. Ini merupakan bagian dari kesulitan siswa dalam pengembangan karakter. Sama seperti kesulitan menghadapi materi pelajaran, rendahnya kesadaran itu juga merupakan bagian dari kesulitan belajar yang harus diatasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun