Kalkulasi sederhana itu memberikan gambaran bahwa pembasmian hama tikus dengan burung hantu tergolong efektif.
Pak Pajar berkesimpulan bahwa teknik pembasmian hama dengan burung hantu ternyata cukup efektif karena dalam beberapa tahun terakhir nyaris tidak ada keluhan kerusakan tanaman dari para petani setempat akibat serangan binatang pengerat tersebut.
Di beberapa tempat yang berbeda teknik pembasmian tikus ini mulai dijadikan alternatif sejumlah petani.
Ngobrol soal dunia pertanian, Pak Pajar terlihat begitu bersemangat. Pria yang sudah melampaui usia paruh baya itu mengaku tidak tamat sekolah dasar. Berbagai pengetahuan dalam dunia pertanian didapatkan melalui sejumlah pelatihan yang dia ikuti.
Pak Pajar memegang prinsip para leluhur, semacam ungkapan dalam Sasak, bahwa hidup itu terpusat tiga hal. Ngaro, ngarat, dan ngaji.
Ngaro dalam bahasa Sasak merupakan istilah pertanian yang berarti mengolah tanah. Ngaro secara filosofi merujuk kepada serangkaian aktivitas pertanian.
Pak Pajar menggambarkan dengan pikiran sederhana bahwa apa jadinya jika kehidupan manusia lepas sama sekali dari dunia pertanian sebagai satu-satunya aktivitas yang menghasilkan kebutuhan dasar manusia yaitu, kebutuhan pangan (makanan).
Ngarat secara harfiah dalam bahasa Sasak berarti memelihara hewan. Ngarat menurutnya bukan hanya memelihara hewan tetapi semua makhluk hidup dan alam.
Dengan menggunakan teknik pertanian yang bersandar pada alam merupakan cara paling masuk akal untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Ngaji biasanya identik dengan belajar al-Qur'an. Dalam konsep Pak Pajar, ngaji lebih dari itu. Istilah itu mengacu kepada belajar sebagai bagian dari kebutuhan manusia.
Belajar, baginya, bukan hanya di bangku pendidikan formal tetapi juga belajar dari alam. Seseorang harus terus belajar bagaimana memanfaatkan alam tanpa harus membuatnya tercemar dan rusak oleh aktivitas yang melibatkan hal-hal instan.