Minggu lalu saya menengok mertua saya yang sedang dalam keadaan sakit dan baru keluar dari ruang rawat inap. Beliau menderita penyakit jantung yang membuatnya harus menjalani perawatan dan pengobatan rutin.
Sesuai dengan judul artikel ini, tentu saja saya tidak akan membahas tentang penyakit yang diderita mertua saya.
Kedatangan saya disambut dengan segelas kopi dan beberapa potong talas dalam piring. Talas itu terasa masih hangat karena baru baru belasan menit diangkat dari penggorengan.
"Lomak bentul". Demikian mertua saya menyebutnya. Sebagai catatan lomak dalam bahasa Sasak (Lombok) merupakan sebutan untuk talas.
Hasrat untuk mencicipi lomak itu meletup. Saya mengambil sepotong lomak bentul yang disajikan dalam piring di hadapan saya. Saya mulai menggigit dan mengunyahnya secara perlahan.
Rasanya berbeda dengan talas yang saya kenal selama ini. Rasanya gurih. Lomak bentul tidak lengket dan teksturnya lebih empuk dan lembut. Jika talas biasa terasa agak hambar, talas bentul lebih mirip ubi jalar.
Dalam beberapa kunyahan talas itu sudah lumat tergilas gigi geraham saya yang masih tersisa karena sebagian sudah keropos dimakan usia. Gerak peristaltik kerongkongan saya bekerja menelan lumatan talas itu. Saya mendorong talas yang masuk ke kerongkongan itu dengan seteguk dua teguk kopi panas. Tentu saja begitu nikmat.
Kenikmatan talas itu membuat saya penasaran. Sambil mengunyah potongan talas berikutnya, saya mencari informasi tentang lomak bentul melalui mesin pencari google. Berbagai referensi menyebutkan bahwa lomak atau talas bentul dikenal juga dengan nama talas belitung. Beberapa daerah menyebutnya talas kimpul.
Lomak bentul merupakan salah satu jenis talas. Dikutip dari Wikipedia, tanaman dengan nama Latin Xanthosoma sagittifolium ini merupakan tumbuhan umbi-umbian berpati yang dapat dimakan. Talas ini dikelompokkan ke dalam suku talas-talasan (Araceae).
Sejumlah referensi menyebutkan bahwa talas belitung atau lomak bentul diduga berasal dari benua Amerika. Dilansir dari berbagai sumber bahwa para penjelajah Eropa pada masa perdagangan budak membawa tanaman ini ke Afrika dan berkembang baik di Afrika Barat. Talas belitung tercatat sampai ke Indonesia pada pertengahan abad 19 dari Amerika Tengah.
Talas belitung memiliki ciri berupa daun berukuran besar menyerupai sebuah perisai. Ada juga yang mengidentifikasi daunnya mirip kuping gajah. Tangkai daunnya berbentuk panjang dan tumbuh tegak menancap pada (umbi) batang. Batang talas belitung lebih panjang dari talas jenis lainnya. Tingginya dapat dapat mencapai 1-2 meter.
Talas bentul dapat tumbuh di sawah, kebun, atau pekarangan rumah. Tanaman ini tidak membutuhkan perawatan khusus. Dari sisi budidaya, tanaman golongan umbi-umbian ini memiliki keunggulan karena lebih toleran terhadap kekeringan dibandingkan jenis talas lainnya. (Sumber halopedeka)
Namun, budidaya talas yang ditujukan untuk usaha tani harus menggunakan teknik yang tepat karena akan membantu meningkatkan produksi yang lebih efektif dan efisien. Peningkatan produksi akan menambah keuntungan bagi petani talas.
Tidak saja tahan dalam kondisi kering. Kimpul dapat ditanam secara tumpang sari. Ia dapat dibudidayakan bersama tanaman lain dalam lahan yang sama.
Lomak bentul atau kimpul merupakan tanaman zero waste. Artinya, semua bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan. Bukan saja umbinya. Batang dan daun muda tanaman kimpul bisa digunakan sebagai sayuran dan pakan ternak.
Kimpul merupakan makanan penghasil karbohidrat non beras sehingga digadang-gadang Kementerian Pertanian sebagai pengganti nasi. Lebih dari itu, tanaman dengan kandungan air hingga hingga 67 % ini dipercaya dapat menurunkan berat badan bagi yang diet dan mencegah diabetes.
Lomak bentul, talas belitung, atau apapun namanya dapat dijadikan berbagai jenis makanan olahan. Selama ini sebagian besar masyarakat mengolah lomak bentul dengan direbus dan digoreng. Paling banter hanya sebagai bahan keripik. Lebih dari itu, talas kimpul dapat menjadi bahan pembuatan tepung sebagai pengganti tepung beras.
Lombok Timur, 25 Juli 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H