Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Saya (Pernah) Hobi Membaca

21 Juli 2024   11:03 Diperbarui: 21 Juli 2024   16:40 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak sedang membaca (Sumber Freepik Via Kompas)

Hobi pada umumnya dimaknai sebagai kegemaran. Kegemaran itu sendiri identik dengan rasa suka untuk melakukan sesuatu. Hobi sebagai kegemaran dalam hal ini tentu lebih mengarah kepada upaya mengisi waktu senggang dengan sesuatu yang bersifat positif. Banyak kegiatan yang dapat dijadikan hobi yang bermanfaat.

Setiap orang memiliki hobi. Saat masih duduk di bangku sekolah dasar saya hobi membaca. Hobi membaca saat itu tumbuh karena dunia anak-anak tidak mengenal teknologi digital. Bahkan televisi masih menjadi barang mewah. Maka tidak ada pengalih perhatian dunia bermain anak-anak selain buku.

Buku bacaan yang ada di sekolah sebagian besar pernah saya baca. Saya merasa beruntung saat itu memiliki akses yang cukup besar untuk bersentuhan dengan buku-buku bacaan di sekolah. Mungkin ini terdengar nepotisme. Posisi paman saya sebagai kepala sekolah memberikan saya kebebasan untuk keluar masuk ruang penyimpanan buku-buku koleksi sekolah saat itu. 

Buku-buku itu diletakkan di ruang kantor karena tidak ada ruang perpustakaan khusus. Sebagai keponakan kepala sekolah saya memiliki sedikit kebebasan tinimbang siswa lain untuk keluar masuk kantor sehingga leluasa memilih buku yang saya sukai.

Saat naik kelas 4, sekolah saya mengalami perbaikan dan penambahan ruang belajar secara total. Kondisi itu membuat tempat belajar dipindahkan sementara ke kampung, di mana saya dan kepala sekolah saya tinggal, agar kegiatan belajar tetap dapat dilakukan. Siswa belajar di surau, rumah kepala sekolah, rumah penduduk, atau di bawah pundutan (lumbung padi). Hampir setahun kegiatan belajar dilaksanakan di tempat sementara.

Perpindahan sementara itu membuat semua peralatan pendukung untuk belajar juga ikut dipindahkan. Kami bahu-membahu bergotong royong memindahkan bangku, meja, papan tulis, lemari, buku-buku pelajaran, dan buku bacaan.

Sebagian buku-buku itu disimpan di rumah kepala sekolah, paman saya. Ini memberikan saya akses yang lebih besar lagi untuk membaca buku-buku yang saya sukai. 

Buku cerita merupakan bacaan yang paling saya gemari. Saya tidak ingat persis apa saja judul buku-buku itu. Saya hanya ingat bahwa kisah-kisah pahlawan cilik menjadi salah satu tema favorit saya. Tokoh-tokoh dalam cerita itu membuat pikiran kanak-kanak saya berimajinasi. Kadang saya menemukan tokoh anak-anak yang digambarkan memiliki kesaktian dan mampu mengalahkan seorang penjahat.

Pada saat yang berbeda saya menemukan tokoh anak-anak yang dalam sebuah legenda yang terpisah dari orang tuanya dan dipelihara oleh seseorang yang memiliki kesaktian tertentu. Setelah besar anak-anak itu tumbuh menjadi pendekar yang disegani.

Selepas SD saya kehilangan hobi membaca hingga sekarang. Namun masih lekat dalam ingatan saya bahwa saat membaca cerita-cerita itu, saya kerap membayangkan diri sebagai seseorang yang memiliki kemampuan terbang, dapat mengangkat batu besar, atau memindahkan gunung sehingga disegani orang-orang jahat. Saya kerap berimajinasi sebagai pahlawan dengan kekuatan super yang suka menolong orang-orang tertindas.

Pada cerita lainnya, saya menemukan kisah kehidupan seorang bocahbersama orang tuanya dalam kemiskinan di kota besar yang penuh dengan kekejaman. Atau kisah seorang anak yang hidup sebatang kara dan tinggal di kolong langit tanpa rumah. Kisah-kisah haru seperti itu kerap membuat saya menitikkan air mata sendiri. Kisah-kisah pilu itu setidaknya dapat membangun empati kepada penderitaan sesama.

Banyak literatur menjelaskan bagaimana dahsyatnya dampak membaca dalam kehidupan seseorang. Septiaji dan Nisya (2023:8) mengklaim bahwa membaca cerita-cerita fiktif dipercaya dapat merangsang imajinasi dan mengasah kreativitas. Melalui membaca, secara umum, seseorang dapat memasuki dunia imajiner dan membantu meningkatkan keterampilan bahasa, memperkaya perbendaharaan kata, meningkatkan penguasaan tata bahasa, dan struiktur kalimat. 

Lebih dari itu, membaca dapat membantu seseorang memahami persepektif, budaya, dan pengalaman hidup orang lain. Membaca dengan demikian dapat menumbuhkan sikap bijaksana dalam menanggapi sebuah persoalan. 

Menjelajah dunia media sosial saat ini menunjukkan bahwa sebagian pengguna kerap menanggapi isu-isu yang berkembang tanpa disertai sikap bijaksana. Sebuah vidio Tiktok menayangkan seorang tokoh berpesan agar hidup tidak teralu banyak tidur. Seseorang menulis di kolom komentar, "Jangan pindah partai melulu Pak." Rupanya tokoh dalam video tersebut suka pindah partai. 

Pertanyaannya, apa hubungannya pesan jangan banyak tidur dengan pindah partai? Bisa jadi komentar dalam video di atas hanya salah satu contoh bagaimana argumentum adhominem itu bekerja dalam pikiran seseorang. Sebuah upaya menyerang seseorang dalam suatu diskusi dengan mengabaikan substansi pembicaraan. Hal ini bisa jadi karena kurangnya budaya baca sebagai sarana untuk belajar menjadi lebih bijaksana.

Lombok Timur, 21 Juli 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun