Masing-masing rumah memiliki pantek. Biasanya berada di depan rumah. Pantek juga dibangun dengan bahan alam. Bangunan ini memiliki empat tiang yang menggunakan kayu besar sebagai penyangga utama. Rangka atap juga menggunakan bambu, kayu dan alang-alang.
Pantek berbentuk bangunan panggung yang terdiri dari dua bagian. Bagian bawah yang berupa panggung merupakan semacam saung atau gazebo, fungsinya sebagai tempat bersantai atau melepaskan penat. Pantek juga berfungsi sebagai tempat menerima tamu atau tetangga yang datang berkunjung.
Di atas panggung terdapat ruangan. Ukurannya bervariasi. Lantai ruangan menggunakan papan kayu. Fungsinya sebagai tempat penyimpanan padi atau hasil pertanian lainnya. Pantek juga berfungsi sebagai tempat menerima tamu.
Bong
Rumah adat Limbungan tidak memiliki fasilitas kamar mandi dan toilet. Untuk keperluan mandi, cuci pakaian, dan keperluan lain keluarga rumah adat harus ke sungai. Untuk menyimpan air mereka menggunakan bong, semacam penampungan air yang terbuat dari tanah liat. Tidak ada penampungan air yang terbuat dari semen dan batu-bata. Semua bahannya benar-benar dari alam.
Saat ini sanitasi rumah adat sudah mulai membaik. Pemerintah daerah telah memfasilitasi keluarga rumah adat dengan air yang bersumber dari pegunungan. Warga tidak perlu lagi mengambil air ke sumber mata air di sungai dengan bersusah payah. Air sudah dialirkan melalui pipa ke setiap rumah untuk di tampung pada bong yang tersedia.
Penerangan
Salah satu sentuhan modern yang dapat ditemukan di rumah adat Limbungan adalah penerangan elektrik. Setiap rumah sudah menikmati aliran listrik. Hal ini memungkinkan penghuni rumah adat memiliki kesempatan menonton tivi.
Terjepit Moderenitas
Berdasarkan dialog dengan salah seorang pria penghuni rumah adat, di area perkampungan itu dilarang membuat bangunan yang terbuat dari bahan lain selain dari alam. Jika ada yang ingin membangun rumah permanen, yang bersangkutan harus keluar dan membangun di tempat lain.
Menurutnya, alang-alang merupakan bahan yang paling sulit didapatkan saat ini. Tanaman yang berfungsi sebagai atap rumah itu saat ini sulit ditemukan dan harganya cukup mahal. Dia menunjuk rumahnya yang belum bisa diperbaiki karena belum mendapatkan alang-alang. Untuk sementara dia terpaksa menumpang di rumah keluarganya yang tinggal di seberang jalan.
Di antara rumah adat tersebut terlihat beberapa rumah yang sudah rusak dan ditinggal pemiliknya. Mereka belum dapat membangun kembali rumahnya lantaran biaya dan bahan yang dibutuhkan semakin sulit ditemukan.
Sebagian rumah itu memang telah mendapatkan bantuan dari pemerintah. Namun sebagian besar dari mereka berupaya sendiri membangun dan memperbaiki rumah tinggal mereka. Beberapa fasilitas memang telah mendapatkan intervensi dari pihak terkait, seperti, tembok pembatas kompleks rumah adat dengan rumah lain yang berada di luar kompleks.
Rata-rata mereka yang bertahan di rumah adat adalah orang tua. Anak-anak muda dan keturunan mereka lebih banyak keluar dari perkampungan rumah adat dan memilih membangun rumah di tempat lain. Kalaupun ada pasangan kelaurga muda yang tinggal di rumah adat karena mereka belum mampu membuat rumah permanen di tempat lain.