Kegiatan Fasilitasi dan Advokasi Penguatan Kapasitas Satuan Pendidikan merupakan salah satu bentuk intervesi pemerintah, dalam hal ini, Kemdikbud Ristek dalam rangka percepatan program sekolah penggerak. Sasarannya terdiri dari 140 kepala sekolah yang dipercaya sebagai pelaksana program sekolah penggerak angkatan I hasil seleksi tahun 2021.
Selasa, 26 Maret 2024, merupakan hari kedua kegiatan Fasilitasi dan Advokasi Penguatan Kapasitas Satuan Pendidikan. Kegiatan tersebut, dilaksanakan di Hotel Millenium Sirih Jakarta. Berlangsung tanggal 25-28 Maret 2024.
Hari kedua pada sesi awal saya sedikit terlambat ke ruang pertemuan. Setelah sahur dan shalat subuh saya tertidur karena sehari sebelumnya, 25-04-2024, menjadi hari-hari yang cukup melelahkan. Ini akibat perjalanan dalam kondisi puasa dengan rute Lombok Timur-Jakarta setengah hari kemudian langsung mengikuti pembukaan sekitar pukul 14.00 WIB hingga menjelang maghrib. Aktivitas tanpa jeda itu cukup menguras energi peserta.
Pada sesi awal materi atau topik pembahasan di hari kedua adalah kepemimpinan pembelajaran. Secara keseluruhan kegiatan dirancang menggunakan metode diskusi kelompok. Untuk efektivitas diskusi peserta dibagi dalam 8 kelompok. Saya sendiri tergabung dalam kelompok 3.
Pemilihan metode ini lebih ditekankan pada pengalaman setiap sekolah dalam pelaksanaan program sekolah penggerak di sekolah masing-masing. Peserta diharapkan dapat berbagi ide dan praktek baik yang memungkinkan sekolah saling melengkapi.
Setiap kelompok didampingi fasilitator. Secara umum tugas fasilitator untuk mengarahkan diskusi dalam setiap kelompok dengan pertanyaan-pertanyaan pemantik yang menuntun peserta ke arah topik pembahasan.
Peserta diajak untuk merefleksikan kembali tentang konsep kepemimpinan pembelajaran. Sebagai kepala sekolah, peserta diminta untuk menuliskan pemikirannya tentang profil kepala sekolah yang ideal.
Beragam pendapat peserta tentang kepala sekolah yang ideal dituangkan dalam kertas sticky note yang dibagikan. Semua pendapat tertulis dari peserta itu kemudian ditempelkan pada papan tulis untuk diinventarisir.
Secara umum peserta memiliki pemahaman dan kesepakatan bahwa kepala sekolah ideal itu dapat menjadi inspirator dan motivator. Kepala sekolah ideal juga mampu menempatkan diri sebagai contoh, model, atau teladan. Memiliki semangat inovasi dan kreativitas juga merupakan indikator lain yang harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah.
Apa saja yang dilakukan untuk menjadi kepala sekolah yang ideal? Pertanyaan ini menjadi bahan refleksi selanjutnya.
Hasil refleksi dan diskusi peserta dalam kelompok juga menunjukkan jawaban yang beragam. Jika semua jawaban itu dipadatkan, upaya yang dapat dilakukan seseorang agar menjadi kepala sekolah ideal adalah dengan meningkatkan kapasitas diri dengan menjadi pembelajar sepanjang hayat. Kepala sekolah harus memiliki pikiran yang terbuka terhadap perubahan. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang menuntut pemikiran kepala sekolah juga harus dinamis.
Konsep tentang kepala sekolah ideal mengantarkan peserta kepada proses refleksi tentang kepemimpinan pembelajaran. Sama halnya dengan gambaran ideal kepala sekolah, peserta juga diminta melakukan refleksi atas pemahamannya tentang kepemimpinan pembelajaran.
Sudah menjadi sebuah lumrah bahwa perspektif setiap orang tentang sebuah objek berbeda-beda. Ibarat memandang sebuah rumah, ketika melihatnya dari depan akan menunjukkan bentuk tertentu. Bentuknya akan tampak berbeda jika dilihat dari belakang, dari samping, atau dari ketinggian.
Demikian juga dengan kepemimpinan pembelajaran. Ada yang memandang kepemimpinan pembelajaran itu dari sisi kemampuan guru sebagai pemimpin pembelajaran di kelas. Pandangan lainnya memaknai kemampuan kepala sekolah untuk mendampingi guru dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan membangun hubungan positif dan komitmen bersama.
Dalam perspektif yang lebih luas, kepemimpinan pembelajaran merupakan kemampuan kepala sekolah dan guru dalam memberikan pelayanan pembelajaran yang terpusat pada siswa. Artinya kepemimpinan pembelajaran bukan hanya terletak pada pundak guru saja atau kepala sekolah semata. Pada lingkup satuan pendidikan kepemimpinan pembelajaran menjadi tanggung jawab bersama.
Guru sebagai pemimpin pembelajaran di kelas bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan pembelajaran yang terpusat kepada peserta didik. Pada saat yang sama, kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran di satuan pendidikan memiliki peran penting dalam melakukan evaluasi, monitoring, dan pendampingan kepada guru dalam rangka perbaikan dan pengembangan proses pembelajaran yang berkualitas.
Jika kepemimpinan pembelajaran diandaikan sebagai kepemimpinan instruksional, maka Bush, 2011:17, menjelaskan bahwa kepemimpinan instruksional berfokus pada pengajaran dan pembelajaran serta pada perilaku guru dalam bekerja dengan siswa. Pengaruh pemimpin ditargetkan pada siswa yang belajar melalui guru. (dikutip dari Materi Nara Sumber)
Masih dari sumber yang sama, Haris, 2014:10, menegaskan bahwa kepemimpinan instruksional adalah sebuah cara singkat untuk menggambarkan pengaruh kepemimpinan dan praktek dalam sebuah organisasi yang berdampak pada prestasi siswa.
Pengertian kepemimpinan pembelajaran di atas mengandaikan bahwa secara keseluruhan dapat dirumuskan sebagai kepemimpinan instruksional melalui pemberdayaan guru secara profesional untuk meningkatkan kompetensinya dalam memberikan layanan pembelajaran yang bertpusat pada peserta didik.
Jakarta, 27 Maret 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H