Ogoh-ogoh tidak saja menjadi medium ritual umat Hindu. Patung-patung yang menggambarkan hawa nafsu kejahatan itu sekaligus mengekspresikan seni dan kreativitas. Di balik rupa dan bentuknya yang menyeramkan, pembuatan ogoh-ogoh itu jelas melibatkan kemampuan imajinasi dan daya kreatif rekan-rekan umat Hindu.
Saat Nyepi berlangsung, toleransi itu juga tetap terjaga. Jalan-jalan di pemukiman umat Hindu ditutup untuk menjamin ketenangan umat Hindu menjalankan kegiatan ibadahnya. Masjid yang dekat dengan kegiatan Nyepi juga tidak menggunakan pengeras suara sebagai bentuk penghormatan terhadap umat Hindu.
Sikap toleransi juga ditunjukkan oleh umat Hindu setiap kali umat Islam melaksanakan kegiatan hari-hari besar keagamaan. Bahkan ada tradisi perang topat, sebuah tradisi saling lempar dengan ketupat yang diselenggarakan secara tahunan di Pura Lingsar Narmada. (Sumber lombokbaratkab.go.id) Aksi itu melibatkan umat Islam dan umat Hindu. Ritual ini merupakan bentuk komunikasi dan kebersamaan antara warga Hindu dan Islam di daerah setempat sebagai perwujudan toleransi dan moderasi kehidupan beragama di pulau Lombok
Itulah sedikit catatan kecil tentang toleransi kehidupan beragama Lombok. Hidup damai dalam keberagaman tetap terjaga dari masa ke masa.
Lombok Timur, 12 Maret 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H