Usai shalat Isya saya bersandar ke dinding ruang tengah. Beralaskan kasur tipis saya dalan posisi setengah berbaring sambil memangku laptop. Rencananya mau nulis artikel yang idenya masih di langit lapisan ke tujuh. Tetiba saja smartphone di samping saya bergetar hebat,
Dengan cekatan saya mengangkatnya. Nomor baru tampaknya. Saya menyentuh ikon telepon warna hijau untuk menerima panggilan. Sejenak tidak ada suara.
"Assalamu'alaikum," saya memulai obrolan
"Halo,"
Sebuah suara bernada lemah terdengar. Saya kenal betul suara itu. Suara seseorang yang masih kerabat dekat. Rumahnya di kampung senelah. Dia sepupu dari Ayah. Bapak Kake Atah, saya menyebutnya.
Usia Bapak Kake Atah lumayan sepuh. Jauh lebih sepuh dari Ayah. Usianya terpaut sekitar tujuh tahun dengan Ayah. Mungkin usianya sudah lebih dari 90 tahun.
"Muhammadiyah mulai puasa besok," sambungnya sebelum saya menjawab sapaannya.
"Iya. Tidak apa-apa Pak. Kita ikut pemerintah saja. Atau mau ikut versi Muhammadiyah?" saya menimpali.
"Kita ikut pemerintah saja", katanya dengan pasti.
"Kalau ikut pemerintah berarti puasanya Selasa. Tapi masih kuat puasa kan?" saya bertanya sambil tersenyum seolah saya sedang bicara berhadap-hadapan.