"Ya, puasa. Apapun yang terjadi saya harus puasa," katanya dengan suara mantap.
"Mungkin ini Ramadhan terakhir saya," lanjutnya.
Suaranya sedikit lemah saat mengucapkan kata terakhir itu. Nada suaranya seakan tidak akan menemukan lagi Ramadhan pada tahu-tahun berikutnya. Saya hampir menitikkan air mata mendengarnya.
"Mudah-mudahan Bapak dan kita semua panjang umur," saya menghiburnya dengan do'a.
Demikianlah para lansia di kampung. Dengan kondisi fisik yang terus menurun, mereka selalu merasa kuat untuk menjalankan ibadah puasa sebulan penuh. Saya ingat mendiang kakek, nenek, dan para lansia di kampung. Mereka rata-rata begitu kuat menjalankan ibadah puasa.
Bapak Kake Atah dan Ayah merupakan generasi Pre-boomer yang lahir sebelum 1945 atau 1946. Mereka telah menjalani kehidupan dalam berbagai zaman. Dimulai dengan zaman kolonial. Zaman ini mereka ditempa dengan berbagai pengalaman pahit.
Setelah merdeka mereka harus menjalani masa revolusi kemerdekaan. Dalam periode ini mungkin kondisi perekonomian tidak jauh berbeda dengan sebelum kemerdekaan. Sampai berakhirnya pemerintahan orde lama, mereka masih mengalami masa-masa sulit.
Dinamika kehidupan masa orde baru dan era reformasi menjadi pengalaman lain yang mereka lewati.
Pengalaman mereka dalam berbagai periode sejarah membuat mereka menjadi generasi sangat tangguh. Maka pantas kalau generasi ini menjadi generasi yang sanggup beradaptasi dalam kondisi apapun, kecuali dengan teknologi digital.
Pola makannya tidak berubah. Bapak Kake Atah merupakan kelompok lansia yang tidak mengerti tentang gizi makanan berserat atau tentang makanan yang mempengaruhi gula darah. Mereka tidak memiliki pertimbangan tentang porsi makan. Mereka juga buta huruf tentang menjaga kadar gula darah agar tetap stabil.
Mereka melihat semua makanan sama saja, dari kue kering, cokelat, donat, es krim, sampai fast food.