Sore itu, saya pulang dari layatan. Di sepanjang jalan hujan belum benar-benar reda. Rintiknya masih menghempas lemah sekujur dada dan wajah saya. Rintik itu berubah menjadi guyuran deras ketika sisa perjalanan pulang sekitar 1 km sampai di rumah.
Rasa dingin yang menusuk membuat saya mengalah dan berteduh di sebuah pangkalan BMM Pertamini langganan saya. Anak muda yang biasa piket di pertamini itu mempersilakan saya duduk di sebuah bangku.
Sambil memperhatikan sepeda motor saya anak muda itu mulai mengajak ngobrol. Dia menyampaikan bahwa jenis sepeda motor saya sedang banyak dicari. Katanya, dengan kondisi begini dan surat-surat lengkap bisa mencapai 5 juta bahkan lebih.
Alkisah, saya memiliki sebuah sepeda motor yang telah menemani aktivitas saya sejak tahun 2004. Sepeda motor itu keluaran Honda type Astrea Grand generasi tahun 1997. Jadi, memasuki tahun 2024, sepeda motor itu telah memberikan jasanya selama 20 tahunan.
Karena berbagai alasan, banyak orang menggunakan motor sampai puluhan tahun dan tidak berniat mengganti. Ada yang beralasan karena sepeda motor itu antik. Sejumlah orang tetap mempertahankannya karena alasan ada banyak lukisan kenangan. Beberapa orang lainnya mengaku memiliki semacam hubungan batin dengan sepeda motornya. Ada lagi yang diperoleh sebagai warisan dari orang tua sehingga kendaraan itu menjadi sesuatu yang sangat berharga.
Apapun alasannya, sepeda motor lawas tersebut kemudian akan tetap dirawat sedemikian rupa sehingga tetap dapat digunakan. Saya sendiri bertahan menggunakan sepeda motor itu sampai puluhan tahun karena beberapa hal. Pertama karena irit BBM. Alasan lain karena biaya perawatan yang tidak terlalu mahal. Jika ada sparepart yang perlu diganti tidak sulit untuk mendapatkannya. Apalagi sekarang berbagai sparepart itu bisa diperoleh melalui pasar online.
Alasan lainnya mungkin agak unik. Memiliki motor usang, resiko kehilangan sangat kecil. Pelaku curanmor mungkin akan berpikir berlipat ganda untuk mengambilnya karena harga jual yang rendah. Resiko yang harus ditanggung jika tertangkap terlalu besar dengan hasil penjualan yang tidak seberapa. Maka saya tidak terlalu kuatir kalau diparkir di sembarang tempat.
Alasan utamanya tentu saja faktor keuangan yang tidak memungkinkan saya membeli motor baru atau menggantinya dengan yang baru dan tidak usang. Saat ini, keuangan untuk pendidikan anak lebih utama dari pada sekadar ganti sepeda motor. Lebih-lebih jangkauan berkendara saya paling jauh hanya ke sekolah yang waktu tempuhnya hanya sekitar 10-15 menit. Sesekali saja saya berkendara menempuh perjalanan puluhan kilometer jika ada keperluan ke kota.
Selama dua puluh tahun menggunakan Honda Astera Grand itu, saya tergolong rajin melakukan pemeliharaan ringan, ganti oli secara teratur, ganti busi, memperbaharui kanvas rem, atau mengganti baut-baut yang longgar.
Terkait modifikasi kendaraan, khususnya sepeda motor, tidak banyak saya lakukan. Hanya pada beberapa bagian saja. Jok menjadi salah satu bagian yang mengalami modifikasi dengan bentuk yang lebih tipis dari aslinya. Modifikasi jok juga dilakukan karena busanya yang sudah meninggalkan bentuk aslinya. Modifikasi kendaraan juga butuh biaya. Pertimbangan ini patut menjadi pertimbangan untuk pemilik kendaraan dengan penghasilan pas-pasan.
Modifikasi lainnya motor dibuat lebih ceper dengan menurunkan sok depan dan mengganti sok belakang dengan ukuran yang lebih pendek. Saya memang lebih suka motor ceper tetapi tentu saja dengan tetap mengutamakan faktor keselamatan. Selebihnya box samping, batok depan, sayap, dan beberapa bagian lain hanya pernah diganti sesuai dengan bawaan pabrik.
Dibanding kendaraan roda empat, penggunaan sepeda motor lebih praktis melaju di jalanan, apalagi jika terjadi kemacetan. Sepeda motor dapat melintas melalui gang-gang sempit atau jalan setapak.
Saya pernah berkunjung ke rumah teman yang tinggal di lokasi yang jauh dari jalan. Jalur penghubung jalan ke rumahnya hanya liukan pematang sawah. Untuk menjangkau rumahnya hanya dua cara berjalan kaki atau menggunakan sepeda motor. Dengan mengandalkan sedikit keahlian saya melintasi pematang itu dengan tetap duduk di atas sepeda motor sampai tiba di tujuan.
Pemotor nakal yang tidak memiliki SIM dan STNK juga lebih mudah menghindari razia polisi. Alasan terakhir ini jangan ditiru kalau berniat menjadi pengguna lalu lintas yang taat.
Lombok Timur, 21 Januari 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H