Banyak masyarakat (muslim) mungkin tidak menyadari bahwa peran guru ngaji cukup mendasar. Guru ngaji tidak semata-mata mengajarkan kemampuan membaca Al Quran. Mereka juga mengajarkan aspek sederhana tentang banyak hal tetapi bersifat fundamental.
Saya ingat bagaimana guru ngaji saya mengajarkan etika kepada sesama, seperti, sikap kepada orangtua, cara melintas saat orang sedang duduk, atau cara bergaul dan berkomunikasi dengan teman-teman.
Orangtua selalu mengajarkan agar berpamitan dan bersalaman jika hendak pergi ke sekolah atau mengaji. Begitupun saat kembali ke rumah. Guru ngaji kemudian berperan membentuk kebiasaan luhur itu sampai anak-anak tumbuh remaja. Kebiasaan itu selanjutnya mengalami internalisasi sampai dewasa.
Orangtua mengajarkan agar tidak melakukan perundungan--perilaku yang saat ini mewarnai kehidupan sosial kita. Guru ngaji menegaskan bahwa menyebut teman dengan mengacu kepada bentuk fisik merupakan salah satu larangan agama.
Guru ngaji secara konsisten mengingatkan bahwa berkata "Uup!" kepada orangtua merupakan bentuk ketidaksopanan. Bisa jadi ini juga termasuk perundungan verbal kepada orangtua.
Saat makan orangtua meyakinkan anak-anaknya agar menghabiskan makanan sehingga tidak ada yang sia-sia atau terbuang percuma. Guru ngaji memperkuat keyakinan anak-anak bahwa setiap kesia-siaan yang disengaja itu sama saja menjalin hubungan dengan setan.
Pendeknya, guru ngaji tidak saja mengajarkan ibadah tetapi juga menanamkan etika kepada sesama, cara memperlakukan makanan, dan bahkan lingkungan.
Guru ngaji kerap bercerita tentang kisah para nabi dengan berbagai mukjizat yang mereka miliki. Saya masih ingat kisah Nabi Isa yang dapat menghidupkan orang yang telah meninggal dunia, Nabi Musa AS yang mampu membelah lautan, atau Yunus AS yang mampu bertahan dalam perut ikan, menurut sebuah riwayat, selama 40 hari.
Saya juga masih teringat kisah Muhammad SAW yang sanggup membelah bulan, melakukan Isra' dan Mi'raj, dan, tentu saja, Al Quran yang diyakini sebagai mukjizat terbesarnya.
Lebih dari itu, mukjizat besar para nabi bagi kehidupan manusia tentu saja bukan semata-mata tentang kekuatan dan keajaiban melainkan juga mukjizat berupa kesabaran, ketulusan, kebijaksanaan, kejujuran, empati, dan berbagai nilai kebajikan lainnya.
Jika dihubungkan dengan kurikulum formal, bagi siswa beragama Islam, keberadaan guru ngaji sangat membantu pendalaman terhadap pemahaman mata pelajaran Agama di sekolah yang berdurasi sekitar 3-4 jam per minggu.