Sebuah retakan telah membentuk garis vertikal di salah satu dinding ruangan. Tiga tahun yang lalu, retakan itu awalnya hanya sebuah garis tipis. Semakin lama garis itu semakin melebar dan menganga.
Sisi atas ruangan juga memperlihatkan kondisi serupa. Sama sama rusak tetapi dengan bentuk yang berbeda. Plafonnya terlihat ringkih dan tertatih menapaki kerusakan demi kerusakan. Satu per satu anyaman bambu penutup langit-langit itu luruh dari hari ke hari.
Sebatang balok tarik di balik plafon yang membentang di tengah ruang kelas telah mengalami pelapukan sempurna persis di salah satu ujungnya. Pelapukan itu membuat ujung balok tidak lagi terpaut pada permukaan dinding.
Balok tarik merupakan salah satu komponen rangka atap yang sangat penting. Balok ini memiliki fungsi menahan gaya horizontal yang ditimbulkan oleh gaya yang bekerja pada kaki kuda-kuda. Ini membuat bahan balok tarik harus kokoh dan memiliki pijakan yang kuat.
Karena pelapukan, balok tarik itu kehilangan pijakan. Hal ini membuat kekuatannya berkurang untuk menahan beban atap yang sangat berat. Akibat buruknya menjadi semakin meluas pada elemen atap yang lain. Salah satu akibat paling buruk dengan pelapukan balok tarik tersebut yaitu patahnya balok bubungan. Patahan itu menciptakan lengkungan pada permukaan bubungan.
Hujan yang mengguyur dalam beberapa hari terakhir membuat beban atap bertambah. Air yang merasuki genteng membuatnya makin berat. Ini mengakibatkan genteng mengalami peningkatan tekanan pada balok dan komponen atap lainnya. Setiap kali hujan turun beban atap bertambah.
Pada saat yang sama, banyak genteng letaknya tidak lagi presisi dengan genteng lainnya. Keadaan ini dipicu oleh pergerakan kayu secara perlahan karena perubahan struktur akibat serangan rayap dan dinamika cuaca. Pada akhirnya, genteng juga mengalami pergerakan dan perubahan posisi yang menimbulkan celah. Kucuran air hujan yang menghempas atap menyelinap ke dalam ruangan melalui celah dan retakan genteng tadi. Ruang kelas bocor.
Keberadaan dua batang bambu penopang balok tarik tidak membuat pihak sekolah (guru dan kepala sekolah) yakin rangka atap itu akan baik-baik saja. Ada kekuatiran yang menghadirkan mimpi buruk setiap kali mata terlelap.
Belajar di teras
Sebuah papan tulis bersandar di pembatas teras depan ruang kantor. Seorang guru duduk di samping papan tulis dengan kursi plastik. Di hadapannya tiga orang siswa tengah mendapatkan bimbingan membaca secara khusus. Beberapa siswa bersandar di dinding sambil membaca buku. Siswa lainnya tengkurap menulis sesuatu yang ditugaskan guru.
Guru dan siswa belajar di teras. Ini merupakan keputusan sekolah setelah melihat kerusakan ruangan.
Kondisi ruangan itu membuat pikiran saya dan teman-teman guru berkelana membayangkan hal-hal yang menakutkan terjadi. Pikiran saya menggambar skema buruk jika ruangan itu terus ditempati, mulai dari ketiban genteng atau plafon yang rapuh sampai atap yang terban.
Maka anak-anak harus keluar dari kelas itu. Mereka harus belajar di tempat lain. Ruang kelas boleh rusak dan mengancam tetapi belajar harus tetap berlangsung. Anak-anak harus belajar dalam kondisi keterbatasan sekalipun.
Pilihan satu-satunya kegiatan belajar dilakukan di teras. Tidak ada ruangan lain. Karena tidak mungkin meletakkan bangku meja di lorong itu, anak-anak harus belajar tanpa fasilitas tempat duduk.
Dibandingkan kondisi normal, belajar dalam situasi darurat tentu saja tidaklah sama. Belajar memerlukan tempat yang nyaman dan menyenangkan. Namun apa boleh buat. Belajar harus menyesuaikan dengan keadaan.
Penyebab kerusakan
Kerusakan bangunan secara umum terdiri dari 3 kategori, yaitu rusak ringan, rusak sedang dan rusak berat. Salah satu penyebab rusak berat adalah kurangnya perawatan bangunan.
Pada awalnya rusak berat berasal dari rusak ringan. Karena tidak mendapatkan perawatan, lama kelamaan rusak ringan meningkat menjadi rusak sedang lalu rusak berat. Oleh karena itu penting bagi sekolah untuk melakukan perawatan jika terdapat kerusakan ringan pada gedung sekolah.
Pada bagian yang tergolong rusak ringan, sekolah memang rutin melakukan perawatan, seperti, pengecatan, penggantian genteng, atau perbaikan pintu dan jendela.
Penyebab lain kerusakan adalah usia bangunan. Semakin lama usia bangunan semakin rentan rusak dimakan waktu.
Terkait usia bangunan, Permendiknas No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana menjelaskan bahwa bangunan sekolah khususnya bangunan baru, direncanakan untuk memiliki usia layan bangunan minimum 20 tahun. Sedangkan pada UU No 28 Tahun 2002 tentang bangunan gedung bahwa syarat usia layan bangunan harus mencapai 50 tahun.
Di samping usia, kualitas konstruksi bangunan juga menjadi salah satu penyebab kerusakan. Pihak yang paling bertanggung jawab dalam konteks ini adalah kontraktor, pemborong, atau pengawas.
Banyak bangunan yang mengalami kerusakan lebih awal dari harapan. Fakta ini disebabkan oleh berbagai faktor kesalahan, antara lain, rendahnya kualitas bahan, kesalahan perencanaan dan pelaksanaan, serta lemahnya pengawasan.
Lambannya Penanganan
Apa yang bisa dilakukan sekolah dalam mengatasi kerusakan? Untuk kerusakan berat sekolah tidak mungkin melakukan perbaikan. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah melaporkannya ke pihak terkait. Sejak tahun 2020 kondisi di atas sudah dilaporkan kepada pemerintah daerah, dalam hal ini, Dinas Pendidikan dan Kkebudayaan Kabupaten setempat. Namun sampai saat ini belum dapat mendapatkan approve.
Kondisi di atas, dengan lambannya penanganan kerusakan, hanya satu dari banyak potret serupa yang menunjukkan wajah pasi pendidikan kita. Tidak jauh dari sekolah saya, sebuah sekolah dasar ambruk karena kondisi yang sudah rusak berat. Untungnya tidak ada korban karena terjadi saat libur.
Banyak keadaan sekolah dengan sarana prasarana yang memprihatinkan dan harus menunggu waktu yang lama untuk mendapatkan sentuhan dari pemerintah.
Dikutip dari CNBC Indonesia data kerusakan gedung sekolah sampai tahun 2021/2022 mencapai angka yang sangat tinggi. Kerusakan pada jenjang SD menempati posisi tertinggi hingga lebih dari 60%.
Media online Intisari memperkuat fakta tentang tingkat kerusakan gedung sekolah yang relatif tinggi. Namun anggaran pemerintah untuk program rehabilitasi tergolong sangat kurang. Ini menjadi salah satu penyebab lambannya penanganan kerusakan di banyak sekolah.
Penyebab lainnya juga dipengaruhi oleh prosedur yang cukup panjang. Saat ini usulan perbaikan harus melalui aplikasi dapodik. Sekolah harus secara berkala meng-update data dalam Dapodik terkait kondisi sarana dan prasarana, seperti tingkat kerusakan serta jenis ruangan yang tersedia.
Dapodik merupakan kumpulan data dari satuan pendidikan dasar dan menengah. Data-data ini kemudian digunakan sebagai bahan evaluasi, pemberian bantuan, sampai perencanaan di bidang pendidikan. Setiap sekolah Indonesia di dalam maupun luar negeri, harus terdaftar di dapodik.
Sekolah secara berkala melakukan update tentang perkembangan sekolah dari waktu ke waktu, seperti, jumlah siswa yang masuk dan keluar, guru dan tenaga kependidikan, kondisi sarana dan prasarana (jumlah bangunan, jenis bangunan yang dimiliki, serta kondisi atau tingkat kerusakan bangunan tersebut).
Berdasarkan data dapodik itulah kemudian pemerintah menetapkan sekolah sebagai penerima program rehabilitasi atau pengadaan bangunan baru.
Sebuah sumber menyebutkan, setelah penyesuaian data kondisi sekolah pada dapodik, paling tidak, menunggu satu tahun untuk masuk daftar penerima sasaran rehabilitasi dan pengadaan sarpras. Inipun masih dalam proses seleksi karena harus memprioritaskan sekolah dengan tingkat kerusakan paling tinggi.
Penyebab lainnya yaitu faktor di luar prosedur. Ada rumor yang berkembang bahwa prioritas itu kerap kali tidak didasarkan pada data dapodik atau kondisi sekolah sebenarnya. Prioritas seperti ini ditentukan oleh hubungan dengan orang dalam yang terlibat penentu penerima program rehabilitasi.
Terlepas dari kebenaran penyebab terakhir, pemenuhan kebutuhan sarana belajar bagi sekolah menjadi salah satu aspek yang perlu mendapatkan perhatian serius. Di tengah gema merdeka belajar, banyak sekolah yang masih dihantui bayangan buruk akibat kerusakan gedung atau ruang kelas.
Lombok Timur, 22 November 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H