Apa yang bisa dilakukan sekolah dalam mengatasi kerusakan? Untuk kerusakan berat sekolah tidak mungkin melakukan perbaikan. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah melaporkannya ke pihak terkait. Sejak tahun 2020 kondisi di atas sudah dilaporkan kepada pemerintah daerah, dalam hal ini, Dinas Pendidikan dan Kkebudayaan Kabupaten setempat. Namun sampai saat ini belum dapat mendapatkan approve.
Kondisi di atas, dengan lambannya penanganan kerusakan, hanya satu dari banyak potret serupa yang menunjukkan wajah pasi pendidikan kita. Tidak jauh dari sekolah saya, sebuah sekolah dasar ambruk karena kondisi yang sudah rusak berat. Untungnya tidak ada korban karena terjadi saat libur.
Banyak keadaan sekolah dengan sarana prasarana yang memprihatinkan dan harus menunggu waktu yang lama untuk mendapatkan sentuhan dari pemerintah.
Dikutip dari CNBC Indonesia data kerusakan gedung sekolah sampai tahun 2021/2022 mencapai angka yang sangat tinggi. Kerusakan pada jenjang SD menempati posisi tertinggi hingga lebih dari 60%.
Media online Intisari memperkuat fakta tentang tingkat kerusakan gedung sekolah yang relatif tinggi. Namun anggaran pemerintah untuk program rehabilitasi tergolong sangat kurang. Ini menjadi salah satu penyebab lambannya penanganan kerusakan di banyak sekolah.
Penyebab lainnya juga dipengaruhi oleh prosedur yang cukup panjang. Saat ini usulan perbaikan harus melalui aplikasi dapodik. Sekolah harus secara berkala meng-update data dalam Dapodik terkait kondisi sarana dan prasarana, seperti tingkat kerusakan serta jenis ruangan yang tersedia.
Dapodik merupakan kumpulan data dari satuan pendidikan dasar dan menengah. Data-data ini kemudian digunakan sebagai bahan evaluasi, pemberian bantuan, sampai perencanaan di bidang pendidikan. Setiap sekolah Indonesia di dalam maupun luar negeri, harus terdaftar di dapodik.
Sekolah secara berkala melakukan update tentang perkembangan sekolah dari waktu ke waktu, seperti, jumlah siswa yang masuk dan keluar, guru dan tenaga kependidikan, kondisi sarana dan prasarana (jumlah bangunan, jenis bangunan yang dimiliki, serta kondisi atau tingkat kerusakan bangunan tersebut).
Berdasarkan data dapodik itulah kemudian pemerintah menetapkan sekolah sebagai penerima program rehabilitasi atau pengadaan bangunan baru.
Sebuah sumber menyebutkan, setelah penyesuaian data kondisi sekolah pada dapodik, paling tidak, menunggu satu tahun untuk masuk daftar penerima sasaran rehabilitasi dan pengadaan sarpras. Inipun masih dalam proses seleksi karena harus memprioritaskan sekolah dengan tingkat kerusakan paling tinggi.
Penyebab lainnya yaitu faktor di luar prosedur. Ada rumor yang berkembang bahwa prioritas itu kerap kali tidak didasarkan pada data dapodik atau kondisi sekolah sebenarnya. Prioritas seperti ini ditentukan oleh hubungan dengan orang dalam yang terlibat penentu penerima program rehabilitasi.