Artikel ke 3 ini merupakan hasil observasi dalam supervisi pembelajaran yang dilaksanakan SD tempat saya mengajar. Sebagaimana disepakati, pilihan jadwal supervisi dilakukan pada jam awal atau pagi.
Jadwal ini dipilih karena suasana pagi hari masih sejuk, pikiran masih segar, dan perasaan lebih damai. Suasana pagi memungkinkan anak-anak melupakan kesedihan kemarin sore setelah dimarahi ibunya karena seharian keluyuran sampai lupa pulang.
Saya menyebutnya sebagai sebuah kesedihan karena masa kecil pernah melewati fase serupa. Saya teringat saat masih kanak-kanak dimana bermain bersama teman-teman menjadi bagian paling membahagiakan sampai lupa shalat dan makan. Ini terjadi berulang dan secara berulang pula membuat ibu mengelus dada.
Pagi jualah yang membuka semangat baru bagi para guru setelah hari sebelumnya berada dalam dunia yang sama, bergelut dengan dunia anak-anak yang tidak jarang menguji kesabaran untuk kemudian berjumpa lagi pada hari berikutnya.
Sedikit banyak, pagi mampu membangun kembali semangat dan kesabaran guru yang selalu berpotensi menurun karena setiap hari harus berhadapan dengan polah anak-anak yang tidak jarang mempermainkan emosi.
Kembali ke supervisi. Observasi pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan di kelas IV dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia. Topik pelajarannya tentang ide pokok dan ide pendukung dalam bacaan, dan sub-topik menentukan ide pokok dan ide pendukung dalam bacaan.
Seperti biasa sebelum pembelajaran dimulai, siswa berdoa dengan dipimpin oleh ketua kelas. Selanjutnya guru memeriksa kehadiran siswa satu persatu. Agar siswa tetap fokus dalam kegiatan guru mulai memusatkan perhatian siswa dengan bernyanyi.
Berikut ini tentang bernyanyi yang dikutip dari laman University of Oxford.
"Bernyanyi juga terbukti meningkatkan rasa bahagia dan sejahtera. Penelitian telah menemukan, misalnya, bahwa orang merasa lebih positif setelah aktif bernyanyi dibandingkan setelah mendengarkan musik secara pasif atau setelah mengobrol tentang peristiwa positif dalam hidup. Peningkatan suasana hati mungkin sebagian berasal langsung dari pelepasan zat kimia saraf positif seperti -endorfin, dopamin, dan serotonin. Kemungkinan besar hal ini juga dipengaruhi oleh perubahan rasa kedekatan sosial kita dengan orang lain."
(diterjemahkan dengan google translate)
Setelah menyanyi guru menyampaikan informasi topik dan tujuan pembelajaran. Bagian ini penting agar siswa mengetahui target pembelajaran yang akan dicapai. Selanjutnya guru menjelaskan tentang pengertian ide pokok dan ide pendukung dalam sebuah teks.
Penjelasan tersebut digenapkan dengan proses tanya jawab seputar topik. Secara keseluruhan proses pembelajaran berlangsung interaktif, tidak monolog, ada dialog. Guru berupaya membuat situasi pembelajaran dimana ada umpan balik dari siswa.
Beberapa siswa yang merasa belum cukup memahami materi pelajaran terlihat antusias bertanya. Mereka tidak membiarkan diri larut dalam ketidaktahuan.
Langkah berikutnya guru meminta siswa membuka buku pada sebuah halaman yang berisi teks atau bacaan. Siswa secara mandiri ditugaskan untuk membaca teks tersebut.
Untuk mendukung pembelajaran, guru juga menggunakan video pembelajaran tentang materi berkaitan. Ini memungkinkan siswa terlibat secara keseluruhan.
Tahapan pembelajaran secara berurutan berlalu satu persatu. Tiba saatnya siswa menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Tugas tersebut menentukan ide pokok dan ide pendukung dalam sebuah bacaan yang terdapat pada setiap paragraf.
Tugas yang diberikan guru tersebut sekaligus digunakan sebagai penilaian atau asesmen pembelajaran dalam rangka mengukur pemahaman siswa tentang ide pokok dan ide pendukung.
Di ujung kegiatan guru melakukan tanya jawab tentang topik yang telah dipelajari. Saya melihat bagian ini sebagai bentuk refleksi pembelajaran.
Sebagaimana artikel sebelumnya, saya harus memberikan apresiasi kepada guru dalam melaksanakan pembelajaran. Sebagai pemimpin pembelajaran dalam kelasnya, guru telah berupaya melaksanakan tugasnya sebaik mungkin untuk memberikan sesuatu yang bermakna dan memberikan dampak kepada perkembangan akademis siswa.
Akan tetapi, sebaik apapun upaya tersebut selalu ada celah yang menyisakan ruang yang perlu mendapatkan intervensi.
Satu hal yang harus disepakati bahwa supervisi bukan bertujuan mencari-cari kesalahan melainkan upaya untuk membantu guru memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran. Hasil supervisi tidak berhenti pada sekadar mengurai kelebihan dan kekurangan pembelajaran melainkan dijadikan sebagai referensi bagi kepala sekolah untuk memberikan pendampingan terhadap guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran yang berorientasi kepada hasil belajar siswa.
Berdasarkan hasil observasi, terdapat beberapa catatan yang perlu mendapatkan sentuhan lebih lanjut.
Sumber Belajar Cenderung Tekstual
Jika dilihat dari sumber belajar, kegiatan pembelajaran masih bersifat tekstual atau masih sangat tergantung pada buku. Hal ini bukan berarti bahwa buku teks tidak diperlukan. Hanya saja buku teks bukanlan satu-satunya sandaran dalam pembelajaran. Kontekstual dalam pembelajaran tetap harus menjadi prinsip utama.
Untuk mengajarkan topik ide pokok dan ide pendukung guru dapat mulai melakukan refleksi tentang kegiatan yang biasa dilakukan siswa dalam kesehariannya. Katakanlah semacam apersepsi. Tentang apersepsi selengkapnya dapat dibaca di sini.
Sebagai ilustrasi, guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa menceritakan kegiatan mereka sejak bangun pagi hingga berangkat ke sekolah.
Jika siswa mengalami kesulitan dalam bercerita, guru dapat menuntun mereka dengan pertanyaan pemantik yang berhubungan dengan kegiatan yang dimaksud.
"Jam berapa kalian bangun pagi?"
"Apa yang pertama kalian lakukan saat bangun pagi?"
"Ceritakan secara berurutan kegiatan yang kalian lakukan sejak bangun pagi sampai berangkat ke sekolah!"
Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menggiring siswa untuk berfikir dan menceritakan tentang kegiatan mereka sebelum berangkat ke sekolah. Dari sini guru dapat mengkonstruksi pemahaman mereka bahwa gagasan pokok dari pertanyaan tersebut adalah "Kegiatan sebelum berangkat ke sekolah."
Cerita mereka tentu akan bervariasi sesuai dengan pengalaman masing-masing. Rentetan kegiatan yang mereka ceritakan merupakan ide pendukung yang berfungsi sebagai penjelasan dari ide pokok.
Metode lainnya, pembelajaran dapat menggunakan metode pengamatan terhadap sebuah obyek (barang, situasi, dan sebagainya). Guru dapat menugaskan siswa secara berkelompok untuk mengamati benda-benda yang berbeda di dalam kelas atau di luar ruang.
Di dalam kelas siswa dapat melakukan pengamatan terhadap bangku meja yang ada. Aspek pengamatan dapat berkaitan dengan "fungsi bangku meja" atau "bahan-bahan pembuatan bangku meja".
Di luar kelas, siswa lainnya dapat mengamati aspek "ciri-ciri pohon mangga" atau aspek "manfaat pohon mangga".
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut guru dapat menggiring pemahaman siswa tentang ide pokok. Setiap aspek pengamatan merupakan ide pokok. Sedangkan rincian hasil pengamatan merupakan ide pendukung.
Pembelajaran kurang menekankan keterampilan berkomunikasi
Pertama kita harus sepakat bahwa pembelajaran bahasa berorientasi kepada keterampilan berbahasa atau keterampilan berkomunikasi, termasuk pembelajaran bahasa Indonesia. Dalam kurikulum merdeka aspek keterampilan berbahasa dikenal dengan keterampilan literasi, meliputi, 1) mendengar dan memirsa, 2) berbicara dan mempresentasikan, 3) membaca, dan 4) menulis.
Apa yang terjadi dalam proses pembelajaran sejauh ini sering berkutat pada aspek pengetahuan bahasa atau sesuatu yang bersifat teoritis. Siswa cenderung diajarkan tentang tata bahasa, struktur kata (morfologi) struktur kalimat (sintaksis), paragraf, dan aspek kebahasaan lainnya.
Belajar tentang teori kebahasaan tentu bukan sesuatu yang tabu. Akan tetapi, hal yang lebih penting dari pembelajaran Bahasa Indonesia adalah keterampilan berkomunikasi, kemampuan literasi.
Kemampuan berkomunikasi bukan sekedar menyampaikan pesan (berbicara dan menulis) atau menerima pesan (mendengar dan membaca). Kemampuan berkomunikasi atau keterampilan literasi berkaitan dengan kemampuan menggunakan logika, membangun argumen. Kemampuan literasi juga menyangkut kemampuan berpikir untuk memahami dan memberikan kritik atau penilaian terhadap informasi yang dibaca dan didengar.
Berdasarkan hasil observasi (supervisi) kali ini, proses pembelajaran yang dilakukan guru menunjukkan adanya kesan yang cenderung teoritis. Hal ini ditandai dengan penjelasan guru di awal pembelajaran tentang ide pokok dan ide penjelas. Guru cenderung mengabaikan keterampilan komunikasi yang hendak ditumbuhkan dalam pembelajaran.
Sesuai dengan ilustrasi di atas, guru dapat meminta siswa menceritakan pengalaman sehari-hari mereka secara lisan maupun tertulis. Ini merupakan metode yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan berkomunikasi (berbicara atau menulis).
Atau, setelah pengamatan guru dapat menugaskan siswa untuk menyampaikan hasil pengamatan di hadapan kelompok. Setiap kelompok akan menyampaikan hasil pengamatan yang berbeda sesuai dengan aspek pengamatannya. Proses ini akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar berbicara dan mempresentasikan siswa tertentu dan keterampilan mendengarkan bagi siswa lainnya.
Dengan proses pembelajaran sepeeti diuraikan di atas siswa akan dapat terlibat dalam proses pembelajaran secara utuh. Siswa tidak saja belajar tentang ilmu bahasa (ide pokok dan ide penjelas) tetapi juga belajar menyampaikan atau mengkomunikasikan hasil pengamatan kepada orang lain. Pada saat yang sama akan memumngkinkan mereka membiasakan diri menjadi pendengar (penerima informasi) yang baik.
Lombok Timur, 11 November 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H