Asesmen kerap dipadankan dengan evaluasi. Keduanya mengacu pada penilaian. Namun, ada pula yang membedakannya. Dikutip dari Gramedia, asesmen di satu sisi mengarah kepada penilaian proses dan lebih holistik sedangkan evaluasi menekankan kepada hasil belajar.
Sejauh ini penilaian pembelajaran dituding lebih banyak berkutat pada hasil. Penilaian kerapkali terfokus pada pencapaian angka yang diperoleh peserta didik setelah berhasil menjawab sejumlah soal. Penilaian digunakan sebagai hasil akhir yang berorientasi pada nilai ulangan setelah siswa mempelajari satu atau sejumlah topik.
Beberapa sumber menyebutkan penilaian pembelajaran (ulangan, ujian sekolah, dsb) pada sejumlah kasus memicu kondisi mental tertentu bagi peserta didik. Hasil penilaian yang buruk tidak jarang membuat peserta didik merasa rendah diri, takut, minder, bahkan merasa gagal. Sebagian bahkan diserang depresi dan stress.
Sebaliknya, hasil penilaian dengan perolehan angka tinggi membuat peserta didik merasa bangga, berhasil, atau bahkan dianggap sebagai simbol kesuksesan.
BBC News Indonesia melansir bahwa ujian sekolah telah menimbulkan korban banyak peserta didik di berbagai negara. Mereka dirundung stres karena dituntut untuk mendapat standar nilai yang ditetapkan dengan menjawab soal-soal ujian.
"Kita sering melihat para murid menjadi depresi, mengalami kecemasan tinggi dan masalah lainnya karena harga diri mereka terutama dikaitkan dengan kinerja akademis, bukannya pada hal-hal lainnya," kata Dr Jayasankara Reddy, profesor psikologi Christ University, Bangalore, India.
Dalam pembelajaran paradigma baru, asesmen pembelajaran lebih dari sekadar kumpulan angka-angka atau nilai kuantitatif. Asesmen bukan semata-mata untuk menunjukkan prestasi akademik.
Di kutip dari Platform Merdeka Mengajar, asesmen berfungsi sebagai instrumen untuk mendapatkan informasi tentang perkembangan peserta didik dalam proses pembelajaran.
Asesmen adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengetahui kebutuhan belajar, perkembangan, dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Hasil asesmen kemudian digunakan sebagai bahan refleksi serta landasan untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
Yogi Anggraena, dkk (2022), dalam Buku Panduan Pembelajaran dan Asesmen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah, menempatkan asesmen sebagai aktivitas yang terintegrasi dalam proses pembelajaran. Tujuannya untuk mencari bukti sebagai dasar pertimbangan tentang ketercapaian tujuan pembelajaran.