Sebelum mulai menggambar anak-anak telah menyiapkan alat tulis berupa pensil, penghapus, dan penggaris. Beberapa di antara mereka terlihat siaga dengan alat tulis masing-masing.
Satu dua orang tidak membawa alat tulis yang diperlukan untuk menggambar. Dalam kondisi seperti ini, ada saja siswa yang mau berbagi. Mereka yang memiliki pensil masih panjang, bersedia memotong pensilnya untuk diberikan kepada temannya yang memerlukan. Anak lainnya menggunakan penggaris dan penghapus secara bergantian. Atau beberapa siswa saling berbagi krayon.
Kegiatan menggambar yang dilakukan siswa itu sebenarnya bukan pelajaran seni rupa. Ini hanya sebuah instrumen alternatif untuk mempelajari salah satu capaian pembelajaran IPAS (Ilmu Pengetahuan Alam Sosial) di kelas 5 SD.
Berikut ini merupakan capaian pembelajaran yang termuat dalam kurikulum.
"Peserta didik melakukan simulasi dengan menggunakan gambar/bagan/alat/media sederhana tentang sistem organ tubuh manusia (sistem pernafasan/pencernaan/peredaran darah) yang dikaitkan dengan cara menjaga kesehatan organ tubuhnya dengan benar."
Berdasarkan capaian pembelajaran di atas tujuan pembelajaran yang dapat dirumuskan sebagai berikut.
- Siswa dapat menggambar sistem pernapasan manusia dengan teknik gambar berskala
- Siswa dapat mempresentasikan gambar sistem pernapasan manusia.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran di atas pendekatan pembelajaran yang cukup relevan yaitu pendekatan terintegrasi. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang menggunakan materi lintas mata pelajaran. Kegiatan pembelajaran ini paling tidak melibatkan mata pelajaran IPAS sebagai mapel utama dan Matematika.
Salah satu pertimbangannya adalah untuk mengajarkan keterampilan numerasi peserta didik. Aspek numerasi dalam kegiatan menggambar ini antara lain, menggunakan skala yang berbeda dari sebuah gambar untuk menghasilkan gambar baru. Menentukan skala itu sendiri memerlukan pemahaman tentang operasi pembagian.
Sejauh ini, saya melihat siswa tidak memiliki keterampilan menggunakan alat ukur untuk menentukan panjang. Menggambar berskala memerlukan keterampilan peserta didik untuk menggunakan penggaris sebagai alat ukur yang baku.
Penggaris juga membantu peserta didik membuat garis pinggir dan garis bantu dengan jarak yang sama dan sejajar sebagai bagian dari kegiatan menggambar berskala.
Hal terpenting dari kegiatan menggambar tersebut merujuk kepada muatan utama materi IPAS, dalam hal ini sistem pernapasan manusia. Menggambar dapat diandaikan sebagai salah satu bentuk simulasi terhadap sebuah objek.
Dilansir dari Wikipedia, simulasi memiliki padanan kata dengan "pengimakan". Simulasi secara sederhana sering diartikan sebagai suatu proses peniruan dari sebuah objek.
Dalam kegiatan ini, anak-anak difasilitasi dengan gambar sistem pernapasan untuk ditiru atau digambar ulang pada media atau kertas lain lain. Simulasi dengan gambar ini bertujuan untuk memperkuat ingatan tentang organ pernapasan manusia.
Kegiatan menggambar sistem pernapasan ini juga didasari oleh teori kognitif. Anak-anak kelas 5 secara umum masih berusia 11-12 tahun. Dilansir dari halo.doc, pada usia 7-11 tahun, berdasarkan teori kognitif Piaget, anak-anak berada pada tahap perkembangan operasional konkret.
Pada usia ini anak-anak diyakini telah mampu memecahkan masalah secara logis tetapi mereka belum bisa berpikir secara abstrak atau hipotesis.
Pada fase ini anak-anak masih memiliki kecenderungan untuk memahami sesuatu jika dihadapkan pada benda konkret atau paling tidak ilustrasi tertentu berupa gambar atau model 3D.
Secara sepintas menggambar dan belajar sistem pernapasan memang tidak mencerminkan hubungan yang relevan. Namun, dengan menggambar anak-anak diharapkan akan lebih mudah mengingat atau menghafal organ-organ yang menyusun sistem pernapasan.
Menghafal kerap kali ditempatkan sebagai aktivitas kognitif pada level paling sederhana. Menghafal sebagai kerja pikiran dikelompokkan sebagai aktivitas belajar dengan level paling rendah. Kerja otak ini dianggap pula sebagai kinerja kognitif yang tidak membuat peserta didik berpikir kritis.
Anggapan ini bisa jadi ada benarnya. Namun patut diingat pula bahwa dalam banyak kondisi menghafal masih tetap relevan dalam proses pembelajaran. Sementara itu pembelajaran yang melibatkan hafalan menjadi sebuah aktivitas yang menjemukan bagi peserta didik dewasa ini.
Menghafal adalah proses belajar untuk mengingat dan menyimpan informasi, fakta, konsep, atau data dalam ingatan seseorang tanpa harus mengandalkan referensi eksternal. Aktivitas menghafal umumnya melibatkan pengulangan berulang kali.
Tentu tidak mudah untuk menghafal dan mengingat nama-nama organ pernapasan dalam tubuh manusia. Diperlukan strategi dan atau metode untuk membantu memperkuat ingatan peserta didik dengan cara yang menarik dan menyenangkan.
Salah satu cara memperkuat ingatan adalah dengan menggambar obyek. Dilansir dari IDN TIMES, Jeffrey Wammes, seorang peneliti dari Departemen Psikologi di Yale berkesimpulan bahwa menggambar dapat meningkatkan daya ingat seseorang lebih baik dibanding dengan metode lain seperti trik mnemonik.
Trik ini menggunakan rangkaian kata kunci/ide kemudian memvisualisasikan sebuah obyek dalam pikiran). Sebelumnya trik ini disebut-sebut sebagai cara paling kuat untuk meningkatkan memori.
Dengan menggambar peserta didik akan lebih mudah mengingat nama-nama organ tubuh yang terlibat dalam proses pernapasan. Lebih dari itu, siswa juga akan lebih mudah memahami proses terjadinya pernapasan.
Pembelajaran di atas merupakan satu contoh penerapan pendekatan integrasi. Pendekatan integrasi dalam pembelajaran akan memungkinkan peserta didik mendapatkan pengalaman belajar yang bervariasi.
Dari sisi muatan pelajaran, pendekatan terintegrasi dapat membangun pemahaman yang lebih kompleks. Lebih dari itu, peserta didik dapat mengikuti aktivitas belajar yang lebih beragam dan meningkatkan kompetensi yang lebih holistik.
Dalam pembelajaran di atas, misalnya, peserta didik berkesempatan mendapatkan pengalaman menggambar berskala, menggunakan satuan ukuran, serta bagaimana teknik membuat garis-garis yang sejajar.
Pengalaman lainnya adalah bagaimana siswa melakukan presentasi hasil karya mereka di hadapan teman-temannya. Pada titik ini peserta didik akan mendapatkan pengalaman belajar di mana mereka dituntut mengkomunikasikan sebuah konsep kepada orang lain.
Pendekatan terintegrasi tentu saja memiliki kelemahan. Salah satunya membutuhkan waktu yang lebih banyak karena kompetensi yang harus dicapai siswa lebih kompleks.
Penting untuk diingat bahwa pendekatan terintegrasi tidak selalu dapat diterapkan pada setiap materi pelajaran. Beberapa konsep atau keterampilan mungkin lebih baik diajarkan dengan pendekatan yang lebih tradisional atau terpisah.
Pendekatan terintegrasi juga memberikan konsekuensi munculnya kompleksitas materi karena melibatkan banyak elemen dan disiplin ilmu yang berbeda. Hal ini menuntut adanya kemampuan dan pemahaman yang kuat bagi guru tentang semua materi yang harus diajarkan.
Dalam pelaksanaan evaluasi, pendekatan terintegrasi kerap bermuara pada proses penilaian yang cenderung rumit karena melibatkan aspek yang berbeda.
Lombok Timur, 07 Oktober 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H