Digitalisasi sekolah sendiri memicu semakin tingginya kebutuhan konten digital sebagai sumber belajar. Pada titik ini, guru diharapkan dapat menyajikan konten materi yang kontekstual. Guru dituntut menjadi pembuat konten (content creator) sesuai dengan kebutuhan siswa. Mau tidak mau, guru sebagai pemain utama penggunaan teknologi digital dalam pembelajaran harus mampu memproduksi konten digital yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran.
Sebagai content creator, guru dapat membuat materi pelajaran dalam bentuk video, teks, audio, fotografis, videografis. Sudah banyak guru melakukan inovasi pembelajaran dan berbagi konten melalui platform media sosial Facebook, YouTube, TikTok, blog, dan sebagainya.
Konten materi yang dibuat itu dapat dimanfaatkan oleh sesama guru sebagai sumber belajar bagi mereka yang belum dapat membuat konten. Pemanfaatan konten tidak selalu harus karya sendiri tetapi dapat menggunakan karya guru lain yang tersebar di berbagai platform. Di sinilah berbagi praktek baik itu berlaku.
Namun demikian akan lebih baik jika guru dapat membuat produk sendiri konten pembelajaran. Guru diharapkan lebih produktif dengan membuat konten yang lebih relevan dengan kebutuhan siswa di sekolah masing-masing. Bukankah lebih baik menjadi produsen daripada konsumen, lebih baik menjadi pemberi daripada penerima. Jika kembali kepada pembelajaran kontekstual, guru dapat membuat konten materi dengan topik yang lebih familiar dengan pengalaman siswa sehari-hari.
Semakin banyaknya produk konten pembelajaran juga diharapkan dapat mengimbangi kehadiran konten di media sosial yang tidak relevan dan kurang mendidik.
Abad 21 ditandai dengan penggunaan teknologi digital yang telah "mewabah" dalam berbagai aspek kehidupan termasuk dalam dunia pendidikan. Bisa dipastikan tidak ada pendidik yang tidak mengenal dunia gadget. Dengan gadget di tangan, semua guru sudah terbiasa menggunakan platform media sosial.
Sayangnya penggunaan hanya masih berkutat pada konten pencarian hiburan dan sekadar menunjukkan eksistensi yang tidak disertai dengan narasi yang bermanfaat. Padahal ada banyak praktek baik dalam proses pembelajaran yang dapat dibagikan melalui media sosial.
Penggunaan gadget sebagai media berbagi dan sumber belajar belum maksimal. Andaipun berbagi tentang kegiatan pembelajaran kontennya tidak menyentuh substansi proses pembelajaran itu sendiri. Pada saat yang sama, kesadaran diri untuk mengembangkan diri dari waktu ke waktu perlu dibangun.
Satuan pendidikan tidak saja menjadi ruang belajar bagi siswa tetapi juga harus dapat membangun jiwa pembelajar guru yang ada di dalamnya. Untuk itu sangat penting bagi sekolah (kepala sekolah) untuk mendorong tumbuhnya semangat guru sebagai pembelajar.
Membangun semangat pembelajar di kalangan guru adalah langkah penting untuk meningkatkan kualitas pengajaran dan pendidikan secara keseluruhan. Sekolah semaksimal mungkin memberikan dukungan dan pengakuan secara terbuka atas prestasi mereka, baik melalui penghargaan, pengumuman di depan staf sekolah, atau publikasi di media sekolah. Dukungan dan apresiasi yang tulus akan membantu meningkatkan semangat mereka.
Di samping itu fasilitas pengembangan profesional melalui kesempatan untuk mengikuti diklat, seminar, atau workshop yang relevan. Ini akan memberi mereka kesempatan untuk belajar hal-hal baru dalam dunia pendidikan.