Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mengais Ketentraman di Antara Batu Nisan

19 Mei 2023   19:36 Diperbarui: 19 Mei 2023   21:31 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar dokpri 

Sudah beberapa Jum'at saya tidak berziarah ke makam ibu yang telah mendahului kami tahun 2021 lalu. Biasanya saya ziarah mengikuti kebiasaan sejumlah warga kampung yang dilakukan setiap Jumat pagi setelah shalat subuh.

Ada sesuatu yang mendorong saya ingin berkunjung ke pembaringan terakhir ibu sejak pagi.

Usai shalat Jumat saya pulang untuk makan dulu kemudian pergi ke kuburan sendirian. Dengan mengendarai motor saya menembus terik matahari yang cukup menyengat. Menuju pemakaman sebenarnya bisa jalan kaki tetapi karena panas matahari saya memilih menggunakan motor.

Memasuki gerbang pemakaman, saya melangkah menuju pusara ibu. Di sekitar itu ada juga makam kakek, nenek, adik, dan keluarga lainnya. Saya memilih duduk bersimpuh pada sebuah batu pipih di salah satu sisi pusara. 

Tempat itu bernama Pekuburan Umum Semango, Kecamatan Terara, Lombok Timur. Pekuburan ini tergolong luas, sekitar 2 hektar. Saya tidak tahu sejak kapan pekuburan itu dibuka. Sejak masih kecil pekuburan itu telah ada dan menjadi tempat pemakaman warga yang meninggal dunia dari 2 sampai 3 desa.

Setelah mengambil tempat duduk saya membuka aplikasi Al-Qur'an dalam smartphone. Saya mulai komat-kamit sendiri membaca surah Yasin. Selanjutnya itu saya teruskan dengan membaca tiga surah terakhir dalam Al-Qur'an. Lalu surah Al-Fatihah serta beberapa ayat di awal Al-Baqarah. Ritual ziarah itu saya tutup dengan doa-doa untuk ibu dan keluarga yang telah meninggal. 

Pada dasarnya doa-doa yang dipanjatkan juga termasuk untuk memohon keselamatan diri, keluarga yang masih hidup, dan ketentraman maupun kesejahteraan bersama. Tanaman lidah mertua di atas pusara ibu seakan ikut irama doa yang saya panjatkan.

Dalam doa itu saya mengenang ibu dengan segala kebaikannya. Kesabaran ibu membesarkan 6 anaknya. Kesetiaan ibu mendampingi ayah selama kurang lebih setengah abad. Keramahan ibu kepada tetangga dan warga kampung. Masih jelas pula wajah tangguh ibu bertahan dalam rasa sakit yang berkepanjangan. Saya juga terkenang kebiasaan ibu berbagi makanan dan minuman ringan untuk anak-anak yang Yasinan setiap malam Jumat.

Sumber gambar dokpri 
Sumber gambar dokpri 

Berada di antara batu nisan suasana terasa berbeda. Ada kedamaian membalut perasaan. Musim hujan yang telah berlalu membuat rerumputan tidak lagi tumbuh. Tanah mulai gersang. Namun rindang pepohonan menciptakan keteduhan. Angin berhembus memahat kenyamanan di sekitarnya. Suasana pekuburan membuat saya merasa sedang berada dalam sebuah atmosfer yang menawarkan ketentraman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun