Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Artikel Utama

Ramadhan Benteng Kejujuran

29 Maret 2023   21:55 Diperbarui: 1 April 2023   13:16 1635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu pagi, beberapa hari sebelum Ramadhan seperti biasa saya berangkat ke sekolah untuk menjalani rutinitas mengajar. Tiba di sekolah pintu gerbang sudah terbuka. Anak-anak sudah ramai.

Beberapa siswa tampak sedang menikmati sarapan pagi yang dibeli dari warung di samping sekolah. Beberapa orang di antara mereka baru memasuki gerbang sekolah bersamaan dengan kedatangan saya.

Sebagian anak-anak tampak memungut sampah dan memasukkannya ke dalam penampungan yang tersedia. Sebagian lagi menggunakan sapu lidi untuk mengumpulkan. Setelah terkumpul mereka memasukkan sampah itu ke dalam bak sampah dengan menggunakan pengki.

Sebagian anak-anak konsisten dengan perilaku menjaga kebersihan sekolah. Sebagian lagi acuh tak acuh. Di antara mereka ada pula yang masih memelihara kebiasaan membuang sampah di sembarang tempat. Namun, kelompok terakhir ini biasanya dengan cepat menyadari kekeliruannya setelah diberikan peringatan.

Setelah memarkir kendaraan di tempat parkir saya berjalan menuju ruang kantor untuk meletakkan tas lalu bergabung dengan anak-anak yang tengah membersihkan halaman sekolah.

"Ada uang Pak," kata salah seorang anak dari belakang saya sembari menyodorkan selembar uang 20 ribuan, saat saya sedang ikut memunguti sampah bersama siswa, 

"Uang? Uang siapa?"

"Ya. Ada yang jatuh uangnya."

"Siapa?"

"Tidak tahu," jawab anak itu singkat.

"Baik. Nanti kita umumkan."

Saya melanjutkan membersihkan sampah setelah menerima uang tersebut. Beberapa menit berlalu salah seorang di antara anak-anak itu datang menghampiri saya.

"Pak."

"Ada apa?"

"Uang saya hilang."

"Di mana?"

"Di sekitar sini tadi."

"Berapa?"

"20 ribu."

"Benar, uangmu hilang?"

"Betul, Pak," siswa lainnya membenarkan.

"Ini?" saya memperlihatkan uang itu.

"Ya, Pak. Itu uangnya." beberapa siswa lainnya membenarkan secara serempak.

"Makanya, kalau bawa uang disimpan baik-baik biar tidak jatuh," saya berpesan sambil mengembalikan uang itu setelah beberapa anak memberikan kesaksian.

Tidak hanya sekali, peristiwa serupa kerap terjadi. Beberapa kali anak-anak menemukan uang dan menyerahkannya kepada guru-guru mereka untuk diumumkan siapa yang kehilangan uang. Uang itu tidak banyak, antara 2 sampai 5 ribu.

Bagi sebagian orang mungkin peristiwa serupa dianggap hal yang sepele. Akan tetapi, jika kita kembali kepada nilai kehidupan paling mendasar, hal itu menjadi sesuatu yang luar biasa.

Beberapa hari terakhir, jagat TikTok dan media sosial juga dibuat terkesima dengan kejujuran seorang petugas cleaning servise sebuah mal. Dia menemukan dan mengembalikan dompet yang terjatuh milik seorang pengacara sekaligus pesohor tanah air. Dompet tersebut berisi uang senilai 70 juta rupiah. 

Uang dengan jumlah itu merupakan sebuah nilai yang sangat fantastis bagi seorang petugas cleaning servis. Akan tetapi, lebih fantastis lagi kejujuran yang ditunjukkannya. Bisa saja uang itu tidak diberikan kepada pemiliknya tetapi dia lebih memilih mengembalikannya.

Pengalaman-pengalaman di atas tampak biasa. Namun, pada dasarnya memiliki makna yang sangat prinsipal. Menemukan milik orang lain dan mengembalikannya hanya dapat terjadi karena adanya energi positif yang sudah tertanam dalam diri seseorang. Energi positif itu adalah kejujuran.

Kejujuran merupakan nilai moral yang dapat menghasilkan energi untuk melakukan berbagai tindakan kebajikan. Kejujuran akan memberikan kekuatan kepada seseorang untuk tidak mengambil hak orang lain. Inilah salah satu pengaruh kejujuran terhadap perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari.

Sumber Canva for Edu
Sumber Canva for Edu

Melatih Kejujuran pada Diri Sendiri

Dalam konteks Ramadhan, kejujuran menjadi salah satu orientasi mendasar dalam ibadah puasa. Ramadhan menjadi sebuah momentum ibadah yang melatih kita untuk menyemai nilai-nilai kejujuran dalam upaya menciptakan harmoni kehidupan.

Sudah banyak narasi yang menghubungkan ibadah puasa dan kejujuran. Namun kita kerap mengabaikan bagaimana nilai kejujuran bekerja dalam kehidupan pribadi dan kehidupan sosial.

Puasa merupakan ibadah yang tidak tampak sebagaimana shalat, zakat, atau haji. Kita bisa menyaksikan secara jelas seseorang sedang melaksanakan ibadah shalat, membayar zakat, atau pergi menunaikan haji. Tetapi, siapa yang dapat memastikan kita sedang puasa atau tidak. Hanya kita sendiri dan Allah SWT. Di sinilah kejujuran itu memiliki peran penting.

Kita bisa saja tidak sedang berpuasa tetapi bersikap seolah-olah puasa. Kita bisa membohongi orang lain tetapi kita tidak akan dapat mendustai diri sendiri. Kejujuran memberikan kekuatan kepada kita untuk menjalani ibadah puasa dengan ikhlas. 

Ramadhan mengajarkan kita untuk jujur pada diri sendiri dengan tidak melakukan tindakan yang membatalkan puasa seperti makan dan minum atau berhubungan intim dengan pasangan.

Mencegah Hoax

Hari ini kita terus menerus diterpa badai kebohongan. Kehadiran teknologi informasi telah menghasilkan ketidakjujuran yang begitu massiv. Teknologi informasi telah memfasilitasi orang untuk memanipulasi informasi secara cepat. Hal ini membuat perbedaan yang sangat tipis antara berita faktual dan berita hoax.

Kesempurnaan puasa Ramadhan bukan hanya sebatas menahan diri dari makan dan minum sejak fajar hingga maghrib dan mengekang nafsu syahwat. Dalam konteks ini, puasa menjadi momentum untuk menumbuhkan nilai-nilai kejujuran dengan memilih informasi yang patut dikonsumsi dan disebarkan. 

Hal ini menjadi bagian dari cara kita membangun nilai-nilai kejujuran itu dalam hubungan sosial. Puasa Ramadhan hendaknya membuat kita lebih menggunakan pikiran jernih untuk menanggapi sebuah informasi. 

Apa perlunya memberikan respon sebuah informasi? Bagaimana menanggapi informasi? Perlukah informasi itu disebarkan kepada orang lain? Pertanyaan-pertanyaan ini dapat membuat kita lebih bijaksana dalam menanggapi sebuah persoalan agar kita tidak terlilit dalam rantai hoax itu sendiri.

Menahan Diri dari Perilaku Curang

Curang merupakan salah satu bentuk ketidakjujuran. Curang identik dengan sikap tidak adil dan ini tercermin dalam perilaku kita sehari-hari. 

Curang dapat dilakukan oleh siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Kita bisa melihat kecurangan pada pedagang yang mengurangi timbangan, pada majikan yang memotong upah pekerja, atau pekerja yang tidak sesuai dengan harapan tuannya. 

Curang dapat menjangkiti dunia birokrasi, politik, dan sampai kehidupan rumah tangga. Dalam dunia birokrasi ada penyalahgunaan wewenang, korupsi, pencucian uang, dan sampai kecurangan laporan. 

Kecurangan dalam penyelenggaran politik pun acapkali tidak dapat dihindari. Kecurangan ini bisa dalam bentuk pembelian suara, manipulasi data pemilih, sampai penyebaran informasi yang tidak benar untuk menjatuhkan pesaing. 

Dalam kehidupan rumah tangga tidak jarang terjadi konflik akibat perilaku curang antar pasangan. Perselingkuhan dan ketidakterbukaan antar anggota keluarga merupakan bentuk-bentuk kecurangan yang paling sering menimbulkan masalah rumah tangga.

Puasa Ramadhan, sebagai ruang untuk membangun mental kejujuran, hendaknya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk menjauhkan diri dari perilaku kecurangan yang berdampak buruk bagi diri sendiri dan sesama.

Kejujuran adalah kualitas moral yang sangat penting sebagai bagian dari integritas pribadi seseorang. Kejujuran juga memainkan peran penting dalam hubungan interpersonal. Ini dapat membangun kepercayaan dan rasa hormat dalam hubungan antara individu agar hubungan yang sehat dan positif tetap terjaga.

Namun demikian, kejujuran kerapkali menjadi sesuatu yang tidak mudah dilakukan. Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali ada tekanan untuk berbohong atau menipu untuk menghindari konsekuensi yang tidak diinginkan. Namun, menjadi jujur dalam segala hal, bahkan ketika itu sulit, adalah tanda bahwa seseorang memiliki integritas pribadi yang kuat dan dapat diandalkan.

Masih banyak lagi bentuk kejujuran yang dapat dibangun melalui puasa Ramadhan. Namun saya memiliki keterbatasan untuk menarasikannya dalam tulisan ini. 

Semoga kita dapat membangun integritas ini melalui puasa Ramadhan. Dan ini bisa dimulai dari diri sendiri dan kehidupan keluarga.

Lombok Timur, 29 Maret 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun