Tidak jarang publik dipertontonkan aksi sejumlah politisi dan pejabat yang melakukan gerakan bagi-bagi sembako atau pakaian hanya untuk mendapatkan apresiasi banyak orang menjelang pesta politik pada berbagai level, dari level desa, level daerah, sampai level pusat. Aksi yang mereka lakukan sejatinya didasari pikiran kanak-kanak bahwa pengakuan dari orang lain menjadi salah satu parameter keunggulan diri. Pamer semacam ini bisa jadi merupakan sebuah cara menutupi kekurangan seseorang yang tidak memiliki prestasi.
Belakangan trend pamer kekayaan menjadi gaya hidup beberapa oknum pejabat, istri, dan anaknya. Perilaku pamer itu tengah ramai menjadi perbincangan. KOMPAS.com, 13/03/2023, merilis sejumlah pejabat yang suka pamer kekayaan dan masuk radar lembaga anti rasuah, KPK. Oknum-oknum tersebut rerata sedang atau pernah menempati posisi strategis di instansinya. Ada berbagai rupa kekayaan yang mereka pamerkan--kendaraan mewah, mobil antik, pakaian dengan harga puluhan juta rupiah, sampai kehidupan glamornya.
Tindakan tidak terpuji oknum pejabat dan keluarganya itu juga memicu munculnya berbagai anggapan negatif. Masyarakat kemudian mengambil kesimpulan sendiri bahwa kekayaan yang dipamerkan merupakan sesuatu yang didapatkan dengan jalan yang tidak benar. Apalagi jika yang bersangkutan menjabat pada instansi yang identik dengan pengelolaan uang negara.
Jika kembali kepada perilaku anak-anak, pamer sesungguhnya merupakan tindakan yang tidak menunjukkan kedewasaan. Pamer kekayaan, pamer kebajikan, atau pamer lain yang dengan tujuan membangkitkan decak kagum orang banyak adalah sisa-sisa masa kanak-kanak yang masih bertahan pada orang dewasa.
Lombok Timur, 14 Maret 2023