Kebhinekaan Indonesia dalam banyak hal merupakan keistimewaan yang jarang dimiliki oleh bangsa lain. Indonesia memiliki keragaman sosial, suku, bahasa, seni, kebiasaan yang terangkum dalam sebuah bingkai yang disebut budaya. Bahkan sampai level kehidupan yang lebih spesifik Indonesia tetap menyimpan kekayaan yang beragam, misalnya dalam seni verbal atau seni komunikasi menggunakan bahasa. Salah satu seni verbal itu adalah pantun.
Pantun merupakan salah satu budaya Indoensia dan telah mendapatkan pengakuan dari UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak benda pada sesi ke-15 Komite Antar Pemerintah untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda di Kantor Pusat UNESCO di Paris, Prancis. (dikutip dari https://anyflip.com/wiirj/cfbd/)
Pantun merupakan seni verbal Nusantara. Seni verbal ini merrpakan salah satu jenis sastra yang termasuk dalam kategori puisi lama. Pantun merupakan media komunikasi dalam banyak situasi.
Pantun kerap digunakan untuk menampilkan seni pertunjukan. Dalam pentas lenong Betawi, misalnya, pantun menjadi salah satu bentuk dialog yang selalu menarik perhatian penonton.
Dalam tradisi pertunjukan masyarakat Sasak (Lombok) dikenal seni pentas rudat. Seni pentas ini merupakan seni drama yang mengkombinasi seni musik tradisional, seni tari, nyanyian, dan tentu saja drama. Dalam proses dialog tersebut selalu ada selipan pantun yang membuat pementasan lebih hidup.
Pantun sebagai bagian dari seni sastra memiliki keunikan sendiri. Sebagaimana diajarkan sejak bangku sekolah sebuah pantun terdiri dari empat baris pada setiap bait. Dua baris pertama disebut sampiran dan dua baris lainnya mengandung isi.
Sampiran merupakan unsur tambahan. Bagian ini berfungsi sebagai pelengkap untuk memberi efek keindahan dalam pengucapannya.
Unsur lainnya adalah rima atau sajak. Unsur ini secara umum dimaknai sebagai pengulangan bunyi pada beberapa kata dalam sebuah pantun. Pada dasarnya, tidak saja pada pantun, pengulangan bunyi juga kerap mewarnai sebuah puisi. Sajak atau rima selalu dilibatkan dalam proses kreatif karya puisi. Hanya saja pada pantun pengulangan itu lebih nyata dan memiliki ciri khas tersendiri.
Isi sebagai bagian utama pantun mengandung pesan yang ingin disampaikan. Isi merupakan substansi yang di dalamnya membawa pesan-pesan tertentu--dapat berupa petuah, nasihat pelajaran, ekspresi cinta, teka-teki, atau pesan-pesan jenaka.
Satu hal yang unik dari pantun adalah tidak ada hubungan logis antara baris sampiran dan isi. Sebagaimana dijelaskan pada paragraf sebelumnya, sampiran sebagai pelengkap. Walaupun hanya sebagai tambahan, fungsi sampiran dalam pantun tidak dapat dinafikan.
Pantun sebagai sebuah seni memerlukan sampiran untuk menyempurnakan keindahannya. Unsur rima menjadi bagian penting untuk memberikan sentuhan estetis. Karenanya, sampiran merupakan unsur yang mutlak. Secara sederhana dapat dikatakan, tidak ada pantun tanpa sampiran.
Tidak semua orang bisa berpantun. Dibutuhkan kemampuan mengolah kata untuk menyusun rangkaian kata dan kalimat untuk menjadi sebuah pantun.
Pantun dikotomi dalam beberapa jenis, seperti, pantun agama, pantun nasehat, pantun remaja atau cinta, pantun teka teki, dan pantun jenaka.
Saya merasa tertantang untuk membuat pantun gombal yang ditawarkan Kompasiana. Saya pernah muda tetapi saya tidak pandai menggombal. Justru karena ketidakpandaian itu saya tidak ingin disepelekan.
Mari kita berpantun bersama-sama
Janganlah pergi tanpa sepengetahuan ibumu
Karena dia akan menghawatirkanmu
Tidak rugi kamu menerima cintaku
Pos ronda saja ku jaga apalagi hatimuPergi ke India membeli panci
Kembali ke rumah bawa gundu
Aku bisa lupa menaruh kunci
Tetapi tidak dengan senyummuJual kacang beli mentimun
Kapuas bukan Sungai Musi
Aku memang seperti Majnun
Puas melihatmu dalam ilusiDalai Lama dibuang ke India
Dia berjuang tanpa pedang
Sudah lama tak jumpa dia
Sekali jumpa lupa jalan pulang
Lombok Timur, 11 Februari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H