Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Gambar Rumput dan Hilangnya Selera Humor

7 Februari 2023   21:04 Diperbarui: 8 Februari 2023   07:47 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesorang mengirim gambar rumput di sebuah WAG. Foto itu disertai dengan narasi jenaka yang kurang lebih tertulis sebagai berikut.

"Jika menemukan rumput seperti ini di pekarangan rumah atau kebun, jangan buru-buru dicabut dan dibuang. Kalau dijual itu bisa laku miliaran rupiah jika dijual bersama pekarangan dan rumahnya."

Saat sampai pada kata miliaran dada saya sempat berdegup kencang tetapi ketika membaca penggalan kalimat berikutnya saya senyum-senyum sendiri seperti Majnun tengah membayangkan senyum Layla. Tawa saya bahkan hampir meledak sesaat setelah membaca habis pesan WhatsApp tersebut.

Tentu saja saya tidak ingin tertawa sendiri. Saya membagikan pesan itu ke dua atau tiga grup. Beberapa anggota grup menanggapinya dengan emoji tertawa sambil berlinang air mata. Saya membayangkan mereka tengah sedang terpingkal sampai sakit perut.

Apesnya di salah satu grup pesan itu dihapus admin. Bahkan pesan balasan anggota grup yang menimpali pesan saya itu juga dihapus. Saya sedikit kaget. Menurut saya sikap admin itu secara terselubung telah mengajak berdebat. Sempat terlintas untuk mepakukan protes atas tindakan admin itu. Tetapi saya urungkan.

Saya ingat pesan Imam Syafii, "Apabila orang bodoh mengajak berdebat denganmu, maka sikap yang terbaik adalah diam, tidak menanggapi."

Saya tersenyum saja melihat sikap admin yang menghapus pesan saya. Saya tidak mengenal admin itu. Saya berada dalam satu grup karena membutuhkan informasi yang membuat saya menjadi bagian dari WAG tersebut.

Saya menjadi berpikir. Apakah hidup harus seserius itu. Ternyata ada orang yang tidak memiliki selera humor. Mark Elliot Zuckerberg saja tidak sekaku itu melihat tingkah orang di jejaring facebooknya.

Hidup ini perlu tertawa. Maka sesekali perlu untuk melakukan hal-hal kocak. Sebagai manusia yang dibekali dengan kecenderungan pada hal-hal yang membuat rileks, sesekali kita harus mendengarkan kata-kata jenaka atau melemparkan kalimat-kalimat komedi agar dunia memiliki warna. 

Sesekali beban hidup perlu ditanggalkan. Pikiran dan perasaan perlu diistirahatkan dari hal-hal yang memaku kesadaran kita untuk selalu serius. Tundalah situasi itu dengan sesuatu yang dapat menghadirkan rasa lega. Komedi. Humor. Jenaka. Itulah salah satu jalan keluarnya sebagai bagian dari cara kita mensejahterakan diri secara mental.

Kesejahteraan bukan hanya berhubungan dengan ketebalan dompet, mobil yang mentereng, atau hal-hal material lainnya. Secara psikologis, kita juga memerlukan asupan suasana santai dan menyenangkan. Di sinilah kejenakaan, kelucuan, atau hiburan hadir untuk memicu orang untuk tertawa. Bukankah tertawa juga dapat menurunkan hormon kortisol dan adrenalin yang menjadi penyebab stres?

Saya tidak tahu apa jadinya dunia ini jika dihuni oleh orang-orang kaku dan tidak berpikiran lentur. Apakah seharian dunia dan realitas di hadapan kita harus dilihat dengan sudut pandang serius, sikap kaku, dan tingkah laku yang selalu formalistis? Andai Tuhan tidak membekali manusia dengan sense of humor, maka nabi tidak akan pernah tersenyum.

Kita harus akui bahwa, saat ini kita berada dalam sebuah periode sejarah dimana kita dituntut melakukan sesuatu dengan cepat, serius, dan menghasilkan sesuatu yang berkualitas. Akan tetapi, haruskah kondisi itu membuat kita kehilangan sisi jenaka dan mencampakkan suasana humor begitu saja.

Kita semua pasti pernah menyaksikan sepasang kucing bercanda dan berkejar-kejaran atau anjing yang bercengkerama dengan sesama anjing. Bukankah binatang dilengkapi dengan selera humor? 

Lalu masih ada di antara bani Adam yang sama sekali tidak menghendaki kehadiran suasana jenaka, melihat orang tersenyum, apalagi terpingkal.

Alangkah naifnya hidup ini. 

Lombok Timur, 07 Februari 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun