Para tetua menggunakan perhitungan penanggalan tradisional Sasak (pranata mangsa) yang jatuh pada tanggal 20 bulan 10 atau tepat 5 hari setelah bulan purnama.
Penentuan waktu bau nyale juga menggunakan tanda-tanda alam berupa munculnya bintang rowot (gugusan bintang yang terdiri dari tujuh bintang yang saling berdekatan yang terbit di sebelah timur dan tenggelam di sebelah barat.
Tradisi bau nyale dilakukan setiap setahun. Lokasi ritual bau nyale dilakukan di sepanjang pantai selatan Lombok, seperti Pantai Seger Kuta Lombok, Tanjung Aan, Kaliantan, dan pantai selatan lainnya.
Saya sendiri, walaupun sebagai orang Lombok, belum pernah sama sekali mengikuti ritual tersebut. Tetapi berdasarkan cerita tetangga yang selalu hadir di lokasi bau nyale, ribuan orang tumpah ruah memenuhi pantai untuk menangkap nyale sejak sore hingga pagi. Puncak ritualnya menjelang fajar, mulai pukul 04.00 sampai 06.00 waktu setempat.
Tradisi bau nyale berawal dari sebuah legenda seorang putri raja bernama Putri Mandalika. Sang Putri terkenal karena kecantikan dan kepribadiannya yang sangat luhur.
Kepribadian itulah yang membuat banyak pangeran memperebutkan sang Putri. Banyak pangeran datang meminangnya untuk dipersunting sebagai permaisuri. Sang Ayah menyerahkan keputusannya kepada Putri Mandalika.
Karena banyak pangeran yang menginginkannya sebagai permaisuri, Putri merasa khawatir akan terjadi pertumpahan darah jika memilih salah satu dari pangeran tersebut. Maka Putri memilih ingin menjadi milik semua orang.
Untuk menghindari konflik antar kerajaan, Putri Mandalika akhirnya memutuskan untuk mengambil jalan tengah. Dia mengorbankan dirinya dengan terjun ke laut.
Menyaksikan tindakan putri tersebut penduduk berupaya memberikan pertolongan. Sayang Putri Mandalika terlanjur ditelan gelombang Samudera Hindia (samudera yang langsung berhadapan dengan pesisir selatan pulau Lombok).
Saat berupaya memberikan pertolongan penduduk menemukan keanehan dengan munculnya cacing laut atau nyale.
Kemunculan nyale itu diyakini sebagai penjelmaan sang Putri. Penduduk pun menagmbil atau menangkap cacing-cacing itu dan memakannya.