Dokter dengan nada ragu bertanya tentang kadar gula darah saat diperiksa.
"Apakah saat pengambilan darah Ibu dalam keadaan puasa atau sudah makan selama 12 jam terakhir?"
"Saya membawa Bibi sejak siang, Pak. Malam harinya baru menjalani pemeriksaan darah," saya menjelaskan.
"Menurut hasil pemerikasaan kami gula darah Ibu masih dalam batas normal," kata dokter itu ambil membuka hasil catatan medis selama berobat di puskesmas.
Saya hanya diam memperhatikan dan mendengarkan penjelasan dokter itu walaupun pada akhirnya pihak Puskesmas bersedia memberikan rujukan.
"Padahal masih dalam batas normal ya? Kenapa rumah sakit memberikan rekomendasi?" Kata sang dokter kepada petugas dari balik tirai setelah pamit keluar dan mendapatkan rujukan.
Saya membatin dalam hati, "Jika pasien pengguna BPJS merasa tidak mengalami perubahan dengan penanganan puskesmas, tidak berhakkah pasien meminta rujukan ke rumah sakit sebagai faskes berikutnya?"
Parameter yang mana yang digunakan sebagai dasar pemberian rujukan? Kondisi pasien yang merasa tidak mengalami kondisi yang lebih baik atau puskesmas yang masih merasa memiliki kemampuan untuk memperbaiki keadaan pasien?
Pertanyaan itu terus berkecamuk dalam pikiran saya. Pihak Puskesmas "merasa" mampu menangani pasien dan pasien "merasa' tidak mengalami perubahan yang lebih baik.
Saya dan Bibi keluar. Bibi tampak senang dengan secarik rujukan dari puskesmas. Saya berjalan menuju tempat parkir dan mengambil sepeda motor. Saya dan Bibi pulang.
Lombok Timur, 19 November 2022
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI