Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tetanggaku adalah Keluargaku

16 Oktober 2022   12:33 Diperbarui: 16 Oktober 2022   13:17 1154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara prinsip sebuah pemukiman membutuhkan harmoni dalam bertetangga. Kehidupan bertetangga di kampung dan di kota dalam beberapa hal memang berbeda. Namun, secara mendasar, kehidupan bertetangga cenderung mengedepankan kedamaian, keamanan, kerukunan, dan kenyamanan.

Jika di kota kehidupan lebih individualistis, kehidupan bertetangga di kampung biasanya lebih guyub, solidaritas sosial lebih terjaga, dan interaksi sehari-hari lebih intens. 

Sebagai warga kampung saya merasakan bagaimana interaksi dan komunikasi dalam keseharian itu lebih intens. Saling berkunjung dengan tetangga, ngobrol di teras rumah, berbagi makanan, atau bertegur sapa saat berpapasan.

Salah seorang saudara saya kerap mengeluh dengan kehidupan kota karena jarang berkomunikasi dengan tetangga, bahkan dengan tetangga terdekat yang berada di balik tembok halamannya.

Kehidupan bertetangga di kampung sejauh yang saya alami masih menunjukkan suasana kekeluargaan yang khas.

Salah satu ciri khas bertetangga di kampung adalah saling berkunjung dan berkumpul. Dalam waktu senggang para laki-laki biasanya saling bertamu pada malam hari dan ngobrol tentang banyak hal, tentang sawah yang mengering, rerumputan yang mulai jarang pada musim kemarau, atau tentang benih padi yang baru saja ditabur.

Para ibu juga melakukan hal yang sama. Interaksi antar tetangga tidak kalah massiv. Waktu senggang kerap digunakan untuk berkumpul dan ngobrol sambil mencari kutu. Mereka bisa ngobrol tentang suami masing-masing, tentang selara makanan, sisa beras hari ini, atau tentang masakan gosong karena ditinggal mencuci.

Suasana itu menjadi keseharian yang menunjukkan bahwa kehidupan bertetangga di kampung sangat kental dengan kebersamaan. Hanya saja kesempatan berkumpul seperti itu cenderung digunakan untuk ghibah, awal mula munculnya hoax dunia nyata.

Rasa empati terhadap tetangga dalam kehidupan kampung sangat terasa jika ada warga yang sakit. Saat salah seorang sakit keras, warga kampung akan beramai-ramai menengok, memberikan semangat, menawarkan solusi, sambil membawakan makanan.

Apalagi jika seseorang sampai dirawat di rumah sakit. Dia akan dianggap warga sudah mengalami sakit parah. Maka, tidak saja keluarga dekat, tetangga sekitar akan beramai-ramai menjenguk ke rumah sakit.

Kebiasaan tersebut kerap membuat pihak rumah sakit memberikan peringatan karena dianggap mengganggu kenyamanan pasien. Namun, itulah sisi solidaritas warga kampung. Itu merupakan cara mereka menunjukkan kepedulian, empati, dan perhatian terhadap tetangga yang sedang mengalami kesusahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun