Hari Minggu lalu saya bersama Ayah menjengok salah seorang adik yang sedang sakit. Dalam perjalanan Ayah menyempatkan diri membeli tanaman hias di sebuah lapak tanaman. Bertanam merupakan salah satu hoby beliau. Usianya senja tetapi kesenjaan itu tidak membuatnya menjadi senja dalam beraktivitas.
Menurut mendiang Kakek, Ayah lahir saat Jepang pertama kali mendarat di Indonesia. Artinya sekitar tahun 1942. Demikian Ayah meneruskan cerita kakek kepada kami. Secara administratif, Ayah lebih muda tiga tahun sebagaimana tertulis pada KTP dan Ijazahnya.
Ayah pensiun secara formal sebagai guru tahun 2005. Pasca pensiun formalnya, Ayah, bersama salah seorang paman saya dan sejumlah rekan-rekannya, masih aktif menjalankan roda pendidikan di sebuah sekolah swasta yang dirintisnya sejak tahun 1984. Sampai akhirnya, Ayah mundur dari aktivitas pendidikan secara utuh sekitar tahun 2010.
Sejak itu Ayah total tidak melakukan aktivitas yang terkait dengan profesinya sebelum pensiun. Beliau mengundurkan diri dari hiruk pikuk kerja yang memeras pikirannya selama berpuluh-puluh tahun. Ayah memilih keputusan untuk pensiun total dari hal-hal rumit.
"Kemampuan berfikir saya sudah melemah," demikian alibi Ayah kepada guru dan pegawai di sekolah.
Bagaimanapun mengelola sekolah memang membutuhkan fokus pikiran yang lebih. Mengelola sebuah sekolah memerlukan energi ekstra. Itu sebabnya Ayah menyerahkan pengelolaan sekolah kepada anak-anak muda yang masih fresh.
Dalam pensiun totalnya, Ayah hanya di rumah saja. Tidak ada aktivitas lain di luar rumah untuk mengisi hari-hari lowongnya. Sesekali saja beliau mengunjungi sekolah yang dirintisnya untuk mengetahui perkembangannya. Atau menemui anak menantunya yang tinggal di beberapa tempat yang agak jauh.
Apa yang beliau lakukan di rumah? Setiap hari beliau hanya menyapu, membersihkan kaca, atau melakukan perbaikan jika terdapat kerusakan kecil pada salah satu bagian rumahnya. Beliau hampir melakukan segalanya; Memperbaiki kunci pintu, membetulkan engsel, menambal keretakan kecil dinding rumah, memperbaiki instalasi listrik, atau menganti genteng yang pecah.
Perabotan rumah tangga seperti lemari, kursi, dan tempat tidur hampir setiap bulan mengalami perubahan posisi. Semua itu dilakukannya sendiri. Kalau Ayah sudah tidak kuat menggeser atau memindahkan barang, beliau akan meminta bantuan saya atau anak-anaknya yang lain.
Kondisi fisiknya masih normal. Beliau tidak bongkok. Jalannya masih tegak. Bicaranya juga masih normal. Pendengarannya masih jelas. Hanya pandangannya cenderung kabur akibat katarak kecil. Teman-teman sebayanya sebagian besar sudah meninggal. Beberapa orang masih hidup tetapi kondisinya sudah amat uzur, termasuk paman saya (saudara Ibu) sekaligus sahabat paling dekat Ayah sejak masih kanak-kanak.