Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Petani Tembakau: Jika Berhasil Naik Haji, Gagal ke Malaysia, dan Kerusakan Lingkungan

4 September 2022   00:27 Diperbarui: 8 September 2022   14:23 1254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hamparan hijau persawahan pada gambar di atas merupakan tanaman tembakau di seberang jalan depan sekolah tempat saya mengajar. Tanaman bahan baku rokok itu merupakan komoditas pertanian yang paling diandalkan masyarakat Lombok, NTB.

Jika berhasil naik haji, gagal ke Malaysia.

Kutipan di atas merupakan ungkapan yang akrab digunakan dalam pergaulan petani tembakau. Maksudnya jika berhasil menanam tembakau sampai penjualan dengan harga maksimal, petani berpeluang menyetor ONH untuk menunaikan ibadah haji.

Sebaliknya jika gagal, petani memilih menjadi tenaga kerja ke Malaysia sebagai solusi untuk melunasi hutang atas biaya produksi penanaman tembakau. Hal ini disebabkan oleh biaya produksi yang relatif tinggi sehingga petani harus mencari pinjaman sebagai modal penanaman.

Ungkapan tersebut pada dasarnya menyiratkan dua hal bagi masyarakat Sasak. Frase "jika berhasil naik haji" mengandung nilai religius karena menunaikan ibadah haji merupakan ibadah "bergengsi" yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang mampu secara finansial dan mampu secara fisik dan mental.

Sedangkan frase 'jika gagal ke Malaysia" merupakan ekspresi tanggung jawab masyarakat Sasak untuk membayar hutang atau pinjaman dari seseorang. Utang harus dikembalikan bagaimanapun caranya, termasuk menjadi tenaga kerja ke luar negeri jika tidak ada lagi yang dapat diperbuat di kampung halaman untuk bisa melunasi hutang.

Meningkatnya Kesejahteraan Petani

Tembakau telah lama menjadi komoditas pertanian andalan para petani di Lombok. Beberapa jenis tembakau yang biasa ditanam yaitu, tembakau virginia, kesturi, tembakau kuning, dan tembakau senang. Jenis yang paling menggiurkan adalah tembakau virginia.

Sebelum tembakau menjadi tren, lahan tadah hujan di Lombok banyak yang nganggur pada musim kemarau. Kalaupun musim kemarau dilakukan penanaman, jenis tanaman yang dapat ditanam berupa palawija, seperti jagung, singkong, ubi jalar, atau tanaman lain yang nilai jualnya relatif sangat rendah. 

Kehadiran tanaman tembakau membawa perubahan besar dalam kehidupan masyarakat Lombok di banyak tempat. Lahan yang seringkali sepi dan kosong dari kegiatan petani saat musim kemarau sekarang tampak ramai oleh aktivitas warga yang bekerja di sawah. Hamparan sawah yang dulu tampak tandus sekarang terlihat hijau oleh barisan rapi tanaman tembakau. 

Tidak saja aktivitas petani tetapi kesejahteraan petani juga mengalami perubahan yang cukup signifikan. Penghasilan petani tidak lagi disandarkan pada hasil bumi dengan nilai jual yang rendah.

Tembakau, terutama jenis Virginia, telah memberikan jawaban dan membawa "berkah" bagi petani yang hanya mengandalkan hujan dalam bercocok tanam.

Tembakau memang memiliki sifat yang unik. Tanaman ini mampu bertahan pada lahan yang kurang air. Bahkan tumbuhan penghasil tar dan nikotin ini akan mengalami pertumbuhan sampai pada puncak maksimal pada lahan dengan kadar air yang semakin sedikit.

Itu sebabnya petani menanamnya pada musim kemarau. Petani tembakau malah dirundung kecemasan yang menggunung jika (pada usia tertentu) tembakaunya diguyur hujan lebat.

Cara perawatan tembakau yang rumit membuat para petani mengandaikannya seperti merawat bayi baru dilahirkan. Semua proses dan tahapan itu membutuhkan biaya berupa upah buruh, pupuk, dan obat-obatan.

Diawali dengan pembibitan, pengolahan tanah sebelum penanaman, lalu dilanjutkan dengan penanaman. Tidak berhenti sampai titik ini, perawatan tembakau secara rutin dilakukan sampai siap panen. 

Daun tembakau virginia yang telah dipanen masih harus mengalami pengeringan dalam sebuah oven. Tempat pengeringan itu dibangun dengan ukuran beragam, mulai dari 4x4 meter sampai 6x6 meter. Ketinggian oven bisa mencapai 7 meter. Semua petani biasanya memiliki oven sendiri.

Jika tidak cukup menampung tembakau, petani akan menyewa oven petani lain yang tidak digunakan. Fasilitas ini merupakan bagian dari beban produksi yang harus disiapkan petani.

Banyak petani tembakau yang sukses. Indikasinya terlihat dari bangunan rumah menjadi lebih baik dari sebelumnya. Masyarakat yang menunaikan ibadah haji juga terus meningkat dari tahun ke tahun berkat tanaman tembakau.

Dealer motor pun memetik keuntungan dari kesuksesan petani tembakau. Setiap musim panen tembakau tiba, dealer harus melayani permintaan sepeda motor baru yang mengalami peningkatan.

Kemitraan Petani dan Perusahaan

Tembakau virginia merupakan jenis yang paling menjanjikan. Jika berhasil, keuntungan yang diperoleh termasuk besar bagi petani kecil. Tembakau jenis ini merupakan incaran perusahaan rokok di dalam dan luar negeri.

Saat ini, dilansir dari ANTARA, tercatat 21 perusahaan menjalankan bisnis tembakau di NTB. Sebagian dari perusahaan tersebut menjalin kerjasama dengan petani tembakau dalam bentuk kemitraan

Perusahaan biasanya menjadi mitra dengan sejumlah petani binaan. Perusahaan memfasilitasi para petani dengan pendampingan penanaman sampai pembiayaan produksi. Dalam hal proses produksi, biaya penanaman tembakau relatif tinggi. Tahun 2020 saja biaya produksi mencapai 65 juta/ha. [1]

Pada saat yang sama, rerata para petani tidak memiliki modal yang cukup dalam menjalankan bisnis ini. Di sinilah peran perusahaan sebagai mitra dengan memberikan stimulus berupa pinjaman modal untuk biaya produksi. Salah satu syaratnya petani harus menjual tembakaunya kepada perusahaan yang bersangkutan.

Saat panen petani binaan dihadapkan pada dilema. Tidak semua daun tembakau memiliki kualitas yang sama. Untuk menentukan kualitas daun tembakau itu disebut dengan istilah grade.

Sebuah sumber menyebutkan bahwa grade kerap berhubungan dengan selera perusahaan.[2] Artinya, standar grade masing-masing perusahaan berbeda. 

Secara umum petani memiliki pemahaman yang cukup baik tentang grade tembakau mereka. Mereka mengenali ciri-ciri grade tembakau yang mereka hasilkan. Para petani memiliki cukup pemahaman untuk dapat memperkirakan tembakaunya termasuk dalam kelompok grade tertentu.

Namun, ketika tembakau itu di bawa ke perusahaan ternyata grade-nya lebih rendah dari perkiraan. Sejumlah petani mengeluh karena merasa dipermainkan oleh perusahaan.

Beberapa petani memilih tidak terikat kemitraan dengan perusahaan. Mereka biasanya petani yang memiliki modal cukup. Ada petani dengan modal seadanya tetapi memiliki semangat spekulasi tinggi memilih mandiri. Sebagian mereka merasa bahwa tanpa ikatan kemitraan lebih bebas memasarkan tembakaunya kepada perusahaan manapun. Mereka tidak terikat sebuah perjanjian. 

Kelompok petani ini akhirnya kerap berhubungan dengan rentenir. Dengan mengabaikan resiko kegagalan panen, petani berani meminjam modal kepada rentenir dengan bunga dua sampai tiga kali lipat. Pola peminjaman seperti inilah yang sangat beresiko jika petani gagal panen. 

Munculnya Permasalahan Lingkungan

Pengeringan daun tembakau memerlukan pemanasan yang dilakukan dalam sebuah oven. Banyak alternatif yang digunakan petani dalam melakukan pengeringan, mulai dari minyak tanah, batu bara, sampai kayu bakar.

Banyak petani memilih menggunakan kayu sebagai bahan bakar. Akibatnya terjadilah penebangan pohon di mana-mana. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang akibat penebangan pohon membuat mereka berlomba-lomba menjual pohon-pohon besar yang tumbuh di kebun, sawah, atau pekarangan mereka.

Saya tidak tahu berapa kubik kayu yang dibutuhkan petani tebakau untuk melakukan pengeringan daun tembakau. Dikutip dari cendana.news, kayu bakar yang diperlukan untuk sebuah oven bisa mencapai 3 sampai 5 truk.

Bisa dibayangkan akibat yang ditimbulkan akibat penggunaan kayu terus-menerus dilakukan untuk melakukan pengeringan daun tembakau.

Sebuah pemandangan biasa jika di sekitar oven ditemukan tumpukan kayu yang dipotong dengan ukuran 50 sampai 100 cm. Dapat dipastikan bahwa kayu itu akan digunakan sebagai bahan bakar pengeringan daun tembakau.

Diperlukan keterlibatan pemerintah dan semua pihak untuk mencari solusi yang tepat agar kerusakan lingkungan dapat diminimalisir oleh penggunaan kayu sebagai bahan bahan bakar oven tembakau.

Lombok Timur, 03-09-2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun