Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Petani Tembakau: Jika Berhasil Naik Haji, Gagal ke Malaysia, dan Kerusakan Lingkungan

4 September 2022   00:27 Diperbarui: 8 September 2022   14:23 1254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada saat yang sama, rerata para petani tidak memiliki modal yang cukup dalam menjalankan bisnis ini. Di sinilah peran perusahaan sebagai mitra dengan memberikan stimulus berupa pinjaman modal untuk biaya produksi. Salah satu syaratnya petani harus menjual tembakaunya kepada perusahaan yang bersangkutan.

Saat panen petani binaan dihadapkan pada dilema. Tidak semua daun tembakau memiliki kualitas yang sama. Untuk menentukan kualitas daun tembakau itu disebut dengan istilah grade.

Sebuah sumber menyebutkan bahwa grade kerap berhubungan dengan selera perusahaan.[2] Artinya, standar grade masing-masing perusahaan berbeda. 

Secara umum petani memiliki pemahaman yang cukup baik tentang grade tembakau mereka. Mereka mengenali ciri-ciri grade tembakau yang mereka hasilkan. Para petani memiliki cukup pemahaman untuk dapat memperkirakan tembakaunya termasuk dalam kelompok grade tertentu.

Namun, ketika tembakau itu di bawa ke perusahaan ternyata grade-nya lebih rendah dari perkiraan. Sejumlah petani mengeluh karena merasa dipermainkan oleh perusahaan.

Beberapa petani memilih tidak terikat kemitraan dengan perusahaan. Mereka biasanya petani yang memiliki modal cukup. Ada petani dengan modal seadanya tetapi memiliki semangat spekulasi tinggi memilih mandiri. Sebagian mereka merasa bahwa tanpa ikatan kemitraan lebih bebas memasarkan tembakaunya kepada perusahaan manapun. Mereka tidak terikat sebuah perjanjian. 

Kelompok petani ini akhirnya kerap berhubungan dengan rentenir. Dengan mengabaikan resiko kegagalan panen, petani berani meminjam modal kepada rentenir dengan bunga dua sampai tiga kali lipat. Pola peminjaman seperti inilah yang sangat beresiko jika petani gagal panen. 

Munculnya Permasalahan Lingkungan

Pengeringan daun tembakau memerlukan pemanasan yang dilakukan dalam sebuah oven. Banyak alternatif yang digunakan petani dalam melakukan pengeringan, mulai dari minyak tanah, batu bara, sampai kayu bakar.

Banyak petani memilih menggunakan kayu sebagai bahan bakar. Akibatnya terjadilah penebangan pohon di mana-mana. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang akibat penebangan pohon membuat mereka berlomba-lomba menjual pohon-pohon besar yang tumbuh di kebun, sawah, atau pekarangan mereka.

Saya tidak tahu berapa kubik kayu yang dibutuhkan petani tebakau untuk melakukan pengeringan daun tembakau. Dikutip dari cendana.news, kayu bakar yang diperlukan untuk sebuah oven bisa mencapai 3 sampai 5 truk.

Bisa dibayangkan akibat yang ditimbulkan akibat penggunaan kayu terus-menerus dilakukan untuk melakukan pengeringan daun tembakau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun