Mohon tunggu...
Yamin Mohamad
Yamin Mohamad Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Plafon Masjid Itu Runtuh

18 Juni 2022   11:38 Diperbarui: 18 Juni 2022   11:48 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Ukuran bangunannya 200 M2. Dibangun belasan tahun silam. Sumber biaya pembangunannya berasal dari seorang pengusaha kaya. Pendermanya seorang warga sebuah negara di Timur Tengah dari marga Al-Atthas. Konon marga ini terkenal kaya dan selalu menyisihkan sebagian hartanya untuk kegiatan sosial dan kemanusiaan di berbagai negara.

Bangunan yang berdiri di atas tanah yang diwakafkan salah seorang warga itu berada di seberang jalan. Ke sanalah ayah secara rutin mengimami shalat lima waktu. Saat masih hidup dan mampu berjalan ke masjid, Ibu menjadi salah satu makmum paling setianya. 

Sayang sekitar 2 sampai 3 tahun sebelum kepergiannya Ibu tidak kuat lagi untuk mencapai masjid. Lututnya yang ringkih membuat ibu tidak kuat berjalan. Maka beliau hanya shalat di rumah saja.

Namun ayah tetap ke masjid untuk mengimami shalat. Sesekali saja beliau shalat di rumah mengimami Ibu. Itupun kalau diminta Ibu atau Ayah sedang sakit dan merasa tidak kuat ke masjid. Jika ayah tidak ada, saya menggantikan beliau mengimami shalat.

Sebagaimana Ayah menjaga shalat, beliau juga sangat menjaga masjid. Beliau berupaya agar masjid selalu nyaman dan bersih. Untuk itu beliau bersama warga sepakat menunjuk seorang marbot. Jika ada bagian masjid yang perlu perbaikan, Ayah selalu gelisah sampai perbaikan itu dapat dlakukan.

"Asuransi Ibumu sudah keluar," kata Ayah usai shalat ashar beberapa bulan yang lalu.

Ayah berdiri di halaman masjid sambil menatap tembok halaman masjid yang belum rampung. Beberapa saat Ayah diam. Beliau tampak sedang berfikir tentang sesuatu. Beliau terus mengamati tembok halaman masjid. Sesekali kepalanya menengok ke arah lain seakan mencari jawaban atas sebuah pertanyaan yang sedang diajukan seseorang. 

"Saya memiliki rencana dengan dana asuransi itu," Ayah melanjutkan pembicaraan. 

Setiap bentuk keuangan Ayah selalu bercerita pada saya. Beliau biasanya memberitahukan sumbernya dan rencana penggunaannya. Padahal itu uang sendiri. Andaipun beliau tidak bercerita kepada saya sebenarnya tidak ada masalah. Begitulah ayah. Sikapnya yang terbuka membuat saya menjadi terbuka juga. Bahkan Ayah sering menyisihkan uangnya untuk saya. Saya selalu menolak.

"Tidak usah. Jangan! Pakai saja untuk Ayah!" saya berusaha menolakn jika Ayah menyodorkan uangnya.

"Saya berikan untuk anak-anakmu," begitu Ayah berdalih.

Ayah tidak kehilangan akal. Saat saya menolak menerima pemberiannya, beliau akan memanggil cucunya. Fikri, Irsyad, Hanif, Azril, Tantowi, Khalqi, dan Bagas. Anak-anak itu akan menjadi sasaran pemberiannya.

Ayah adalah ayah. Hatinya tetap seorang Ayah. Beliau tidak selalu berpikir tentang dirinya. Saat anak-anaknya sudah dewasa, Ayah masih tetap memikirkan kami, anak-anaknya, cucunya. 

Tidak saja terhadap anak-anaknya. Tetapi kepada semua keluarga dan kerabat. Ayah selalu penuh perhatian. Itu sebabnya keluarga yang pulang dari rantauan, Ayah menjadi orang pertama yang ditemui. Biasanya mereka memilih menginap di rumah Ayah. 

"Ayah punya rencana apa?" saya bertanya sambil ikut memandangi tembok halaman masjid

"Tembok halaman ini belum selesai. Masih harus dipasangi teralis. Kebersihan masjid perlu dijaga. Terutama dari hewan ternak warga seperti ayam. Hewan itu buang kotoran sembarang. Di halaman, teras, dan tempat wudhu. Rencana awalnya dulu dipasangi teralis untuk menjaga keamanan masjid. Terutama kebersihan masjid dari hewan peliharaan warga yang sering buang kotoran di sekitar masjid. Tetapi keuangan masjid nihil sehingga pemasangannya tertunda," Ayah menjelaskan panjang lebar.

"Itu juga menjadi pikiran saya. Mungkin sekarang kita harus mulai memikirkan bagaimana rencana pemasangan teralis itu kita percepat. Kalau melibatkan warga saya pikir agak sulit. Untuk makan sehari-hari saja sulit. Zainal di kampung sebelah mengeluh. Truck dumpnya jarang keluar karena tidak ada orderan pasir, tanah, atau batu. Untuk makan saja sulit apalagi membangun rumah atau melakukan perbaikan."

"Saya juga berfikir begitu. Rasanya berat melibatkan warga dengan kondisi sekarang. Tetapi saya punya rencana," kata Ayah terlihat yakin.

"Rencana apa?"

"Saya berniat menggunakan uang asuransi Ibumu untuk membiayai memasang teralis itu. Bagaimana pendapatmu,"

"Oh, Saya sangat setuju. Apalagi ini untuk kebaikan bersama. Setuju." saya menanggapi usul Ayah.

Sejak pemasangan teralis itu, lingkungan masjid sekarang lebih nyaman. Tidak ada hewan peliharaan atau hewan liar yang bisa masuk. Warga tidak perlu was-was naik di teras masjid atau mengambil air wudhu karena area masjid sudah aman dari najis yang berpotensi membuat shalat tidak sah.

Beberapa hari yang lalu ketika keluar dari masjid Ayah menunjukkan kepada saya salah satu bagian plafond masjid.

"Coba lihat! Beberapa bagian plafondnya sudah jatuh," kata ayah dengan telunjuk kanan mengarah ke plafond.

"Bahan plafond seperti itu memang rawan jatuh. Namanya Gysum. Bagian dalamnya seperti terigu. Tebal dan berat. Tidak kuat dipaku. Kalau kena air sepertinya cepat mengalami pelapukan," saya menjelaskan.

"Ini perlu ditangani. Tetapi saat ini Masjid kehabisan kas," kata Ayah menunduk. 

Lombok Timur, 18 Juni 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun