Program digitalisasi sekolah dilatarbelakangi oleh sebuah fakta bahwa sejauh ini telah terjadi kesenjangan akses pendidikan yang memadai antara daerah perkotaan dan daerah 3T.Â
Melalui program ini warga sekolah dapat memiliki kesempatan untuk mengakses informasi yang lebih luas melalui jaringan internet.Â
Hal ini akan bermuara pada terwujudnya sebuah harapan bahwa pendidikan di daerah tertinggal dapat memiliki mutu yang sejajar dengan sekolah yang berada di jantung-jantung peradaban kota yang maju.
Tantangan?
Tantangan dalam proses transformasi digital pendidikan adalah perubahan cara berpikir pelaksana pendidikan, dalam hal ini guru, pada tingkat satuan pendidikan. Tanpa melalui riset, dapat dilihat bahwa kelompok guru dalam menyikapi perubahan terbelah ke dalam 2 kelompok besar.
Pertama, kelompok guru yang selalu tanggap terhadap perubahan. Kelompok ini senantiasa sigap membekali diri dengan keterampilan baru sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.Â
Dalam konteks transformasi digital, mereka berusaha mengimbangi perubahan dan segala bentuk kebaruan dengan meningkatkan kompetensi diri.Â
Kelompok ini selalu "gelisah" dengan inovasi baru yang berkembang. Kegelisahan itu kemudian mereka wujudkan dengan belajar dan terus mengasah keterampilan mereka secara konsisten.
Kedua, kelompok guru yang terbiasa berada pada "zona nyaman". Kelompok kedua ini terlihat santai dengan perubahan. Mereka terlihat damai di atas puncak gelombang perubahan dan cenderung tidak peduli dengan perkembangan teknologi dan mengabaikan peningkatan kemampuan dan keterampilan diri sebagai guru.
Akhirnya aspek yang paling penting dari transformasi digital itu adalah ketersediaan fasilitas pendukung yang dilengkapi dengan jaringan internet yang memadai. Jika fasilitas ini tidak terpenuhi, proses transformasi itu akan berjalan lambat dan tertatih.Â
Lombok Timur, 02 Mei 2022