Akhirnya sekolah mencoba alternatif penanganan sampah anorganik itu melalui program ecobrick. Karena botol yang dibawa siswa tidak sesuai dengan harapan, sekolah bekerja sama dengan pengepul barang bekas di sekitar sekolah.
Dengan dana 25-30 ribu sekolah sudah bisa mendapatkan botol penampungan sampah 100-125 botol plastik. Kerja sama ini tentu saling menguntungkan. Pengepul dapat "cuan" dan sekolah mendapat botol plastik. Hubungan sekolah dan pengepul juga dapat menjadi media sosialisasi program sekolah dalam pengelolaan sampah.
Pada awalnya, siswa terlihat tidak begitu tertarik dengan proyek ini. Seperti semua orang pada umumnya, berhubungan dengan sampah bukanlah hal yang menyenangkan, kecuali para pemulung atau pengepul barang bekas.
Siswa juga memperlihatkan sikap yang sama. Hanya sebagian kecil saja yang memang memiliki kepatuhan melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru mau melakukannya secara maksimal. Beberapa siswa yang terbiasa dengan kebersihan, tampak kurang nyaman karena sebagian sampah itu sudah bercampur dengan berbagai jenis kotoran pada tempat pembuangannya.
Kurangnya respon siswa membutuhkan waktu berhari-hari untuk menghasilkan belasan botol berisi sampah non-biological sampai padat. Ketika botol-botol itu sudah cukup banyak yang terisi dengan sampah plastik, siswa kemudian diajak merakit botol itu menjadi kursi. Sebuah kursi tanpa sandaran berhasil dirakit.
![dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2022/03/15/whatsapp-image-2022-03-15-at-09-06-58-622ff55f7a36cd4e53092703.jpeg?t=o&v=555)
Embung kandong, 15 Maret 2022
Catatan:
SD Negeri 1 Embung Kandong (https://goo.gl/maps/KcfBYVkoK3CPcq897)
Lokasi; Kampung Keselet, Desa Embung Kandong, Kecamaran Terara, Lombok Timur NTB