kesimpulan
Bagaimana suatu praktik hukuman dikatakan adil dan dapat dibenarkan? Pertanyaan ini menjadi pertanyaan kritis yang telah digaungkan terus-menerus sepanjang zaman di semua negara dalam masyarakat kontemporer.Â
Alasannya, karena praktik hukuman yang sungguh-sungguh adil bagi manusia masih harus terus diperjuangkan dalam praktik hukuman berbagai bangsa di dunia ini.Â
Sering kali karena kekeliruan manusiawi, para eksekutor hukum melalaikan mekanisme praktik hukuman yang adil pada subjek terhukum. Akibatnya, pratik hukuman bukan malah mendatangkan manfaat, melainkan justru mendatangkan risiko lebih buruk bagi subjek terhukum. Sebuah kesadaran baru dalam momentum kekinian harus tetap diperjuangkan dan dihayati oleh para penegak hukum negara.Â
Setiap penegak hukum harus selalu menyadari pentingnya hukuman yang mencerminkan nilai-nilai humanis, etis-moral, dan nilai kegunaan atau manfaat.
Kita bisa bercermin atau mengambil inspirasi dari pandangan kaum utilitaris khususnya pemikiran Jeremy Bentham yang sudah dikaji dalam tulisan ini. Bentham mengembangkan sebuah teori yang relevan dan tetap bermakna sepanjang masa tentang praktik hukuman yang adil bagi seorang subjek terhukum.Â
Ia menggariskan pokok-pokok pemikiran tentang hukuman yang adil dari perspektif utilitas atau prinsip kemanfaatan. Setiap bentuk hukuman yang adil adalah hukuman yang mendatangkan manfaat sebesar-besarnya bagi subjek pelanggar hukum itu sendiri pada masa depan
Dasar etis teori hukum Bentham menitikberatkan pada unsur psiko-humanis, dimensi etismoral, dan dimensi utilitas bagi subjek terhukum. Bentham menegaskan bahwa hukuman yang tidak mengindahkan ketiga hal ini, patut ditolak karena tidak adil dan tidak bisa dibenarkan secara logisempiris.Â
Oleh karena itu, hukuman yang adil bisa direalisasikan hanya jika para eksekutor hukum memerhatikan dimensi humanisme, dimensi etis-moral, dan dimensi utilitas dalam proses hukuman terhadap subjek pelanggar hukum.Â
Hanya dengan ini hukuman dikatakan adil. Di luar ketiga hal ini, hukuman dikatakan tidak adil, dan karena itu, tak layak diterima oleh seorang subjek terhukum. Konsekuensi lanjutnya, hukuman yang adil menjadi kontradiksi menjadi hukuman yang tidak adil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H