"Pak, kita harus memperbaiki ini sebelum hujan turun," ujar Pak Sarman.
Tanpa menunda waktu, Pak Rendra dan Arka segera naik ke atap bersama beberapa warga desa. Raditya membantu dari bawah dengan memberikan genteng baru, sementara Bu Amara dan anak-anak lainnya berdoa di dalam hati, memohon agar mereka diberi kelancaran.
Ketegangan itu berubah menjadi kelegaan saat atap berhasil diperbaiki. Pak Rendra turun dari tangga sambil menghela napas panjang. "Terima kasih, Tuhan. Ini semua berkat doa kita yang tidak pernah terputus," ujarnya sambil tersenyum kepada keluarganya.
Malam Penuh Syukur
Malam itu, meskipun tubuh lelah, keluarga Pak Rendra berkumpul di ruang tengah rumah baru mereka yang masih berbau kayu segar. Amara membawa sepiring ubi rebus dan teh hangat untuk dinikmati bersama.
"Kita berhasil sampai di sini bukan karena kekuatan sendiri," kata Pak Rendra sambil memandang anak-anaknya. "Tapi karena cinta yang kalian berikan, kerja keras, dan doa-doa yang terus kita panjatkan."
Anindya menambahkan, "Rumah ini mungkin tidak besar, tapi aku merasa hangat di sini. Ini rumah yang penuh cinta."
Arka mengangguk setuju. "Dan ini baru awal. Rumah ini akan menjadi tempat kita memulai cerita-cerita baru."
Tasya yang sudah mengantuk bersandar pada ibu sambil berkata pelan, "Aku yakin bunga matahari di taman akan tumbuh besar, seperti cinta kita yang terus bertumbuh."
Awal Baru yang Indah
Beberapa hari kemudian, keluarga Pak Rendra mengadakan syukuran kecil bersama warga desa. Mereka mengundang semua orang yang telah membantu dalam proses pembangunan rumah. Doa bersama dipanjatkan, dipimpin oleh Pak Rendra sendiri.