Pengertian dari partai politik menurut Miriam Budiarjo yang dikutip dari Carl J. Friedrich adalah sekelompok orang yang berkumpul secara organisir yang stabil dan memiliki tujuan untuk merebut atau mempertahankan sebuah kekuasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan dari sebuah kekuasaan ini akan memberikan dampak yang baik bagi anggota partainya, dampak baik ini dapat berupa materiil dan idiil.Â
Dan juga selain pengertian dari sebuah partai politik terdapat juga konsep yang dimiliki oleh partai politik, seperti yang telah dijelaskan oleh Muchamad Ali safaat dalam bukunya Pembubaran Partai Politik:Â
Pengaturan dan Praktik Pembubaran Partai Politik Dalam Pergulatan Republik yaitu mengembangkan suatu organisasi dalam konteks ini adalah partai politik dalam rangka tercapainya tujuan melalui pemilihan umum, organisasi ini pun akan bersifat inklusif dan memiliki cakupan yang luas yaitu kelompok-kelompok yang ada di masyarakat.Â
Partai politik sebagai salah satu bentuk wujud dari demokrasi di Indonesia yang seharusnya memiliki ikatan kuat di dalam organisasinya karena sudah memiliki struktur organisasi yang sangan kuat terlebih lagi juga seluruh anggota partai pasti memiliki ideologi dan pandangan yang sama jadi sekiranya partai politik seharusnya minim dengan konflik internal yang ada di dalamnya, tetapi tetap saja pasti akan ada konflik di dalam partai politik tersebut hal ini biasanya terjadi karena adanya perbedaan pendapat dan juga konflik ini dapat tercipta oleh faktor-faktor dari eksternal partai tersebut.
Contoh kasus Konflik partai dan resolusi konflik yang terjadi pada demokrat pada awal 2021 kemarin, di mana terjadi konflik yang cukup besar di dalam internal Demokrat yang disebabkan oleh faktor eksternal partai bahkan kasus ini mencatut nama-nama besar. Konflik ini terjadi karena sebelumnya di Demokrat terbagi atas dua kubu, kubu ini terbentuk setelah Agus Harimurti Yudhoyono naik sebagai ketua umum Demokrat menggantikan ayahnya karena tidak menyukai gaya dari kepemimpinan Agus Harimurti.Â
Terlebih lagi kubu yang menjadi oposisi dan tidak menyukai Agus Harimurti ini menganggap dia terpilih sebagai ketua hanya karena dulu ayahnya adalah ketua umum demokrat hal tersebut disebut dengan dinasti politik.Â
Lalu konflik yang terjadi di partai Demokrat ini berlanjut dengan kubu yang tidak menerima Agus Harimurti tersebut sebagai ketua dengan melakukan KLB di Deli Serdang, pada sidang itu diputuskan bahwa Moeldoko kepala staf kepresidenanlah yang akan naik menjadi Ketua Umum Demokrat.Â
Melihat hal ini Agus Harimurti mengambil tindakan untuk menemukan resolusi dari konflik ini dengan mengumpulkan anggota Partai Demokrat yang berada di kubunya bersama-sama meminta bantuan kepada pemerintah untuk diselesaikannya konflik yang ada di internal Partainya.
Pada akhirnya Agus Harimurti dan anggota partai Demokrat yang ada di kubunya meminta bantuan kepada Kementerian Hukum dan Ham. Lalu dari kubu Moeldoko pun melakukan laporan kepada Kementerian Hukum dan Ham.Â
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Ham menggunakan tiga resolusi dalam menyelesaikan masalah yang terjadi kepada Partai Demokrat ini yaitu undang-undang no 2 tahun 2008 tentang Partai Politik, keputusan Menteri Hukum dan Ham no 34 tahun 2017 tentang tata cara pendaftaran partai Politik dan yang terakhir adalah AD/ART yang berlaku dan diakui saat ini.Â
Jika dilihat dari AD/ART Demokrat yang berlaku saat ini seharusnya kubu dari Agus Harimurti menang tetapi Kubu dari Moeldoko yang melakukan KLB di Deli Serdang tidak mengakui AD/ART demokrat yang berlaku saat ini yaitu AD/ART tahun 2020, kubu dari Moeldoko ini merasa AD/ART tahun 2020 merupakan produk gagal jadi yang mereka akui adalah AD/ART demokrat tahun 2005.Â
Proses hukum dan politik terus berjalan tetapi jika diperhatikan dan dianalisis kubu dari Moeldoko sudah mulai terlihat kekalahannya pertama mereka tidak mendapat sisi terang di Kemenkumham lalu gugatan yang diajukan kepada pengadilan negeri pun juga tidak mendapat titik terang, kubu Moeldoko sudah dianggap kalah saing dengan kubu dari Agus Harimurti dalam perebutan kursi ketua Umum Partai Demokrat.
Analisis yang dapat dilihat dari konflik yang menimpa partai demokrat tersebut adalah anggota-anggota partai Demokrat yang berkubu dengan Moeldoko ini melihat bahwa Agus Harimurti Yudhoyono belum layak sebagai ketua umum partai, dan mereka mungkin merasa tidak adil bahwa mereka yang bisa dibilang lebih lama berada di dalam partai Demokrat ini tidak mendapatkan kursi di pimpinan partai.Â
Para anggota yang kontra dengan Agus Harimurti Yudhoyono ini pun mencari sosok yang layak untuk dijadikan pimpinan partai demokrat maka terpilihlah moeldoko di dalam kongres yang diadakan di Deli Serdang sebagai ketua umum partai Demokrat untuk mengambil posisi Agus Harimurti Yudhoyono sebagai ketua umum partai.Â
Sebenarnya yang menjadi permasalahan besar di sini adalah terpilihnya dan keinginannya Moeldoko untuk menempati posisi ketua umum partai demokrat tersebut seperti yang telah kita ketahui adalah Moeldoko adalah seorang kepala staf kepresidenan yang merupakan salah satu orang yang sangat memiliki pengaruh di pemerintahan dan juga Moeldoko ini merupakan orang yang berasal dari luar partai Demokrat itu sendiri, kemungkinan hal ini ada sangkut pautnya dengan posisi partai Demokrat yang merupakan oposisi dari pemerintah.Â
Seperti yang kita ketahui setelah terjadinya pemilu pada tahun 2019 dan Kembali memenangkan Presiden Jokowi pemerintahan hanya memiliki tiga oposisi yaitu Demokrat, PKS dan PAN sebelumnya ada partai Gerindra tetapi setalah diangkatnya Prabowo Subianto sebagai Menteri pertahanan hanya tersisa tiga Oposisi, lalu ditambah lagi saat ini PAN pun sudah mulai masuk di dalam koalisi dari Pemerintah hal ini terlihat buruk karena tidak adanya stabilitas antara koalisi dan oposisi.
Jika Kembali ke konflik yang dialami oleh Demokrat hadirnya Moeldoko dalam konflik ini terlihat ingin mengambil alih ataupun menggoyahkan internal partai Demokrat yang merupakan oposisi dalam pemerintahan, hal seperti ini pun pernah terjadi di PPP pada tahun 2016, terjadinya konflik kepengurusan dalam PPP di mana terdapat dua ketua umum yaitu Rommy yang pro dengan Jokowi dan Djan Faridz yang tidak berpihak dengan Jokowi.Â
Lewat Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengeluarkan sebuah surat keputusan yang menjadikan Rommy sebagai ketua umum PPP yang sah, hal ini menimbulkan polemik baik itu dalam partai maupun di masyarakat karena dinilai pemerintah menjadikan Rommy sebagai ketua umum PPP karena alasan dia Pro dengan Jokowi, keputusan pemerintah terhadap konflik ini pun pernah dikomentari oleh mantan Presiden Ke 6 Indonesia yaitu Susilo Bambang Yudhoyono yang melihat adanya keberpihakan pemerintah dalam penyelesaian konflik PPP, Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan bahwa seharusnya konflik partai ini tidak ada intervensi dari pemerintah dan seharusnya diselesaikan secara internal partai saja.
Jadi kesimpulan yang dapat di ambil adalah meskipun sebuah Partai politik merupakan organisasi yang kuat secara struktur dan pandangannya tetap saja tidak luput dari konflik-konflik yang terjadi di dalamnya salah satunya berasal dari faktor eksternal.Â
Dalam konflik yang terjadi di partai Demokrat terlihat sekali bahwa banyak intervensi yang dilakukan oleh pemerintah, mulai dari Moeldoko yang merupakan Kepala Staf Kepresidenan meskipun beliau menyebutkan bahwa ini keputusan pribadi dan istana tidak ikut campur akan tetapi tetap saja hal ini dapat menimbulkan pemikiran-pemikiran bahwa pemerintah melakukan intervensi terhadap partai politik dan kebetulan partai tersebut merupakan oposisi.Â
Lalu Agus Harimurti sendiri terlihat tidak dapat menyelesaikan permasalahan ini sendiri jadi perlu bantuan dari pemerintah meskipun sebelumnya pada masalah yang terjadi PPP ayahnya menyebutkan bahwa konflik internal partai kalau bisa harus diselesaikan secara pribadi, jadi tidak ada intervensi dari pihak lain termasuk pemerintah.Â
Dapat juga dilihat bahwa sebuah partai memiliki AD/ART di dalamnya yang harus di patuhi oleh anggotanya. Perebutan kekuasaan dalam sebuah organisasi seperti partai merupakan hal biasa akan tetapi kudeta yang dilakukan oleh kubu partai Demokrat yang tidak memihak kepada Agus Harimurti merupakan hal yang salah, terlebih lagi kudeta yang dilakukan ini oleh anggota-anggota yang kontra dengan Agus Harimurti menunjuk orang yang berasal dari luar partai untuk menjadi ketua umum, hal tersebut tidak sesuai dengan AD/ART partai dan juga hal tersebut dapat merusak demokrasi dan kedaulatan yang ada di dalam partai Demokrat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H