Geliat Kaesang dan Kaum Muda Berpolitik: Dari "Kuliner" Pemilu ke "Menu" yang Tersaji Tanpa Sengaja
Saudara-saudara, jika ada satu hal yang pasti dalam dunia politik, itu adalah perubahan. Terutama perubahan yang dilandasi oleh semangat dan tenaga segar generasi muda.Â
Tak ada yang dapat menyangkal bahwa pemilih muda, atau yang sering disebut sebagai kaum milenial, telah menjadi kekuatan yang tak bisa diabaikan dalam politik Indonesia.
Data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebutkan bahwa lebih dari 100 juta pemilih muda telah terdaftar untuk pemilihan-pemilihan mendatang. Angka ini mungkin bukan sekadar statistik, tetapi juga sebuah potensi besar yang mungkin akan mengubah dinamika politik di tanah air kita.
Namun, dalam upaya meraih hati kaum muda ini, banyak partai politik sepertinya masih belum memahami benar. Mereka terpaku pada tokoh-tokoh konvensional, sepertinya lupa akan potensi para pemimpin muda yang dapat memberi warna baru dalam politik Indonesia. Ini adalah paradoks yang cukup menggelitik.
Kita melihat contoh AB-MI yang telah mencalonkan AHY sebagai calon presiden, meskipun awalnya banyak yang mengira akan muncul pasangan AB-AHY yang akan menjadi saingan berat dalam pertarungan politik. AHY sendiri adalah sosok yang dapat dianggap sebagai tokoh muda di dunia politik.
Namun, perubahan dan kejutan datang dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Partai yang beberapa tahun lalu hanya menjadi penonton di panggung politik kini mulai mendobrak batasan-batasan.
Mereka muncul dengan langkah yang terbilang unik dan penuh semangat. Langkah seperti mencalonkan GP sebagai calon presiden atau mencoba memasangkan jaket PSI kepada Gibran, yang notabene adalah kader partai lain.
Upaya untuk mendekatkan diri dengan keluarga Presiden Joko Widodo juga tak kenal lelah. Mencalonkan Kaesang Pangarep sebagai calon walikota Depok adalah salah satu contoh. Semua ini mungkin terasa aneh, tetapi sejatinya adalah strategi-strategi politik yang mencoba menangkap perhatian publik muda.
Namun, apa yang terjadi kemudian mengundang tanda tanya besar. Ketika aktivitas tokoh-tokoh PSI menerima kunjungan capres PS, muncul dugaan bahwa PSI telah mengubah arah dukungannya.Â
Ada spekulasi bahwa PSI, yang awalnya berada di kubu GP, mulai melirik PS. Muncul pula keretakan di internal PSI, dengan mundurnya Guntur Romli, dan hingga saat ini, kepastian dukungan PSI masih tergantung di mana arah angin politik berhembus.
Namun, puncak kehebohan datang dengan cepat. Kaesang Pangarep, dalam waktu singkat, menjadi anggota PSI dan bahkan menjabat sebagai Ketua Umum tanpa melalui proses kongres yang biasanya ketat.Â
Apakah ini langkah cerdik dari PSI ataukah langkah cerdik dari Presiden Joko Widodo?
Pertanyaan ini mungkin tak memiliki jawaban yang pasti. Yang jelas, perubahan dalam politik adalah hal yang pasti. Kaesang, seperti halnya tokoh-tokoh muda lainnya, membawa semangat dan ide-ide segar ke dalam dunia politik yang terkadang terasa kaku dan monoton. Dan jika inilah yang dibutuhkan untuk menggerakkan mesin politik kita, maka kenapa tidak?
Sebagai masyarakat yang turut serta dalam demokrasi, kita harus terbuka terhadap berbagai kemungkinan dan terus mengkritisi tindakan politik. Namun, satu hal yang tak bisa kita hindari adalah bahwa peran kaum muda dalam politik Indonesia semakin berkembang, dan itu adalah hal yang positif.Â
Semoga, mereka dapat membawa perubahan positif bagi bangsa dan negara ini. Sebab, di dunia politik yang sering kali penuh intrik dan tipu daya, segar bugar dan nylenehnya semangat generasi muda adalah hembusan udara segar yang kita butuhkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H