Mohon tunggu...
Wahyu tuhan
Wahyu tuhan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa

Mahasiswa suka berimajinasi

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Hiruk-Piruk Pemilu dalam Negara Demokrasi Indonesia

30 April 2019   08:00 Diperbarui: 30 April 2019   08:05 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilu adalah agenda yang bisa dianggap wajib dari negara dengan sistem demokrasi, demokrasi yang terpahami adalah dimana kekuasaan dan kedaulatan di tangan rakyat maka keputusan dan kebijakan harus berpihak pada rakyat. 

Selain itu demokrasi yang penulis pahami setiap calon kandidat harus siap untuk bertarung dengan calon lain dengan menjunjung integritas dan mitokrasi bukan sekedar money politik seperti yang terjadi di Indonesia.Indonesia kemarin 17 April telah melakukan agenda wajib lima tahunan, untuk mengetahui arah kebijakan lima tahun dengan menempatkan siapa yang akan bertanggung jawab terhadap rakyat. Tapi ada hal yang menjadi kegelisahan penulis pasca pemilu yang seharusnya merupakan pesta rakyat di negara demokrasi.

Tapi Melihat kondisi yang terjadi di perpolitikan Indonesia saya ada hal yeng berbeda dari Pemilu, ada suasana kekhawatiran para calon baik eksekutif, legeslatif dalam memahami demokrasi sehingga masih takut untuk menerima kekalah dalam arena demokrasi dan hal ini sudah sering terjadi di demokrasi Indonesia, yakni setiap pengumuman hasil dari KPU banyak calon yang menggugat ke MK dengan tuduhan bahwa Pemilu ini curang.

Dan satu hal yang menarik yang terjadi  dalam pidato-pidato pemilu para politisi menyatakan pemilu disambut lah dengan damai, adil dan damai, tapi dalam praktek di lapangan beberapa politisi melakukan hal yang secara norma dan etika jauh dikatakan benar.

Entah apa yang dipahami oleh para politisi Indonesia dengan semboyan "wujudkan pemilu damai" apabila perbuatan politisi tidak sesuai dengan norma dan etika yang terjadi di Indonesia, seperti kericuhan yang terjadi  antara simpatisan PDI-P dan FPI DIY di kompleks markas besar  FPI DIY pada Minggu (7/4) yang mana simpatisan PDI-P melakukan penyerarangan seperti yang di ungkapkan Ketua FPI DIY, Bambang Tedy dan  yang di ungkapkan warga sekaligus saksi mata Anton Prabu (40), dia mengatakan, bahwa kejadian bermula saat sekelompok orang masuk ke dalam Padukuhan Ngaran dan melempari batu ke rumah warga. 

Menurutnya, kejadian terjadi sekitar jam 11 siang (detik.com) dan seperti  yang dirasakan penulis saat mengahadiri kampaye Prabowo Subianto di stadion Kridosono, kota Yogyakarta, mereka bukan lagi menyambut Pemilu dengan damai dan aman melainkan sebagian masyarakat pendukung 01 melakukan kericuhan diluar stadion hingga polisi melepaskan tembakan untuk menenangkan massa, dalam pemberitaan detik.com disebutkan "bahwa Informasi yang dia terima di lapangan, ada dua orang yang memprovokasi massa pro Prabowo dengan membawa spanduk capres nomor urut 01, Jokowi-Ma'ruf Amin. 

Saksi mata juga mengungkapkan hal yang sama." Dan seperti yang terjadi di Sampang Madura yang mana dari informasi dari Polda Jatim, menyebutkan telah terjadi pembacokan terhadap saksi pada Rabu (17/4) hal ini terjadi perampasan mandat saksi Pileg Sampang dari Caleg Hanura Dapil IV, Farfar, dilakukan oleh kelompok Muara Cs yang berencana akan mengambil mandat saksi dari Caleg Hanura Dapil IV.

Barung selaku saksi mata mengatakan, hal ini memicu aksi protes dan perlawanan dari pihak Farfar. Protes ini dilancarkan Kades Ketapang Daya Kecamatan Ketapang, Widja. 

Hal ini Mengakibatkan terjadinya bentrok antara massa dari Kades Ketapang Daya membawa sajam dengan massa dari kelompok Muara Cs membawa sajam dan senpi. Dari fenomena ini penulis berpikir apa yang dimaksud Pemilu sebagai pesta demokrasi, penulis merasa ini bukan lagi pesta rakyat tapi pesta nya para politisi.

Bukan berhenti disitu aneka hiruk-piruk  demokrasi Indonesia, setelah pemilu dilaksanakan oleh KPU sebagai pihak penyelenggara tampa ada keputusan sah dari KPU, salah satu kandidat yakni Prabowo Subianto menyatakan sikap atau mendeklarasikan dirinya menang hingga tiga kali, dan ini sangat jelas bahwa ternyata calon belum siap menerima demokrasi sebagai tata kelola pemerintahan.

Ke khawatiran penulis terus berlanjut dengan di adakannya pelantikan dari sebagian masyarakat dari organisasi Barisan Pribumi Nusantara yang melantik salah salah satu kandidat yakni H. Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno sebagai presiden dan wakil presiden, hal ini di ketahui penulis dengan twit balasan akun @reni55597688

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun