Negara kesejahteraan adalah cita-cita dan tugas pendiri negara. Cita-cita luhur para pendiri bangsa tentu memiliki alasan yang kuat atas eksistensi bangsa dalam rangka membantu rakyatnya.Â
Dari keterpurukan pasca perang melawan  berbagai penjajah di bumi nusantara. Sebagai bangsa yang baru merdeka, tentu tidak mungkin ada dan merdeka tanpa kekuatan negara.Â
Setiap negara dipandang sebagai solusi atas tantangan dan masalah untuk maju bersama dengan negara lain. Secara psikologis dan historis, negara kesejahteraan harus menjadi kebutuhan masyarakat,yang harus menjadi pilihan dan kewajiban bangsa dan negara.
Untuk melihat dedikasi Negara secara fakta, negara merupakan tulang punggung masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan. Tentu saja, keadaan ini membutuhkan pemimpin dari semua elemen dengan semangat kebangsaan yang kuat, tinggi, tanpa mengutamakan kepentingan individu atau kelompok. Sayangnya, keadaan  ini juga mengarah ke tren lain.Â
Artinya negara menjadi arogan, arogan dan totaliter di bawah kekuasaan politik pemerintah. Akibatnya, keadaan ini memiliki pengaruh otoriter di tingkat elit kekuasaan.Â
Tentu saja, ketika konsep negara kesejahteraan terseret ke dalam "lembah" itu membuat saya sedih nanti, tetapi bukan itu tujuannya. Konsep negara kesejahteraan sebenarnya merupakan rancangan tatanan konstitusional yang menitikberatkan pada kesejahteraan warganya, namun kesejahteraan rakyat telah menjadi mitos di balik tujuannya, konsep negara kesejahteraan. Konsep yang ideal adalah bahwa negara berkomitmen untuk mensejahterakan rakyatnya dan terserah dengan memilih sistem antara monarki, oligarki, atau demokrasi sebagai pilihannya.
Indonesia  cukup  cerdas  dan  berani  memilih demokrasi  sebagai  pilihannya  tentu  saja.  Pilihan ini tentulah tepat dikarenakan Indonesia dirancang  dan   dibuat  oleh  rakyat,  bukan  raja atau  dari  sebuah  garis    keturunan  (dinasti politik),  akan  tetapi  melalui  berbagai  kekuatan politik  rakyat  yang  diwakili  oleh  kaum  muda (pelajar dan mahasiswa) jauh sebelum kemerdekaan.
Sebut  saja   gerakan  Budi  Oetomo dengan Kebangkitan Nasionalnya (1908), Gerakan  Sumpah  Pemuda  (1928)  dan  Proklamasi Kemerdekaan (1945). Elemen elemen penyanggah   negara  sebagai  negara  berdaulat, memiliki idiologinya sendiri (Pancasila), memiliki bahasanya sendiri (Indonesia), memiliki pegangan   negara   kesatuan   yang   berbentuk republik  dengan  keaneka  ragamannya  (Bhineka Tunggal Ika), memiliki lagu kebangsaan (Indonesia   Raya),   memiliki   bendera   sendiri (Merah  dan  Putih)  dan  semuanya  itu  dirancang dan  dibuat  oleh  rakyat  yang  diwakili   oleh  para pelajar, pemuda, dan mahasiswa (Kaum terpelajar).
Fakta  sejarah  tersebut,  memberikan  kekuatan kepada bangsa Indonesia, bahwa pilihan demokrasi  adalah  tepat menuju  pada  negara kesejahteraan yang dicita citakan, dengan catatan bahwa  From  the  people,  by  the  people,  for  the people    (Abraham  Lincoln)  dijadikan  sebagai konsep   dasarnya,   dan   relevan   untuk   dapat dipadukan  melalui  ideologi  negara  dan  peta politik  pemerintahan  menuju  cita-cita  tersebut.Â
Olehnya  itu    idiologi  negara  dan  peta  politik pemerintahan idealnya, haruslah memiliki orientasi terhadap kesejahteraan sosial. Indonesia  yang  memiliki  idiologi  berkarakter keadilan sosial (Pancasiala dengan sila kelimanya),   dan     komitmen   sebagai   negara kesejahteraan (welfare state) yang menitikberatkan pada kepentingan kesejahteraan warga  negaranya    memiliki  alasan  yang  kuat untuk  mempraktekkan  demokrasi  di  Indonesia secara utuh.
Negara  kesejahteraan,  keadilan  sosial  dan kesejahteraan  sosial  dalam  beberapa  prinsipnya secara  ekspilisit  memiliki  keterakaitan  dengan nilai-nilai  demokrasi  sebagai  jalan,  yang  harus ditempuh   menuju  tujuan,   ketika   demokrasi dipahami  sebagai sebuah  kerja  kultural,  sosial dan  politik,  tidak  hanya  berbicara    tentang membangun pranata politik saja seperti pemilihan  umum,  dewan  perwakilan  rakyat, partai  politik,  otonomi  daerah,  desentralisasi dan  lain-lain,  akan  tetapi  demokrasi  secara utama juga  berbicara  lebih  luas  yakni,   tentang mental,   spirit   sebagai   core   values   yakni, toleransi,  kesamaan,  kebebasan,  keberadaban, martabat,  dan  lain   lain  yang  lebih  mengarah pada kehidupan sosial.
Demokrasi bukanlah hanya sebagai demokrasi  prosudural,  akan  tetapi  lebih  dari pada   itu,   demokrasi   hendaknya   dipahami sebagai  sebuah  proses  pendidikan  yang  bersifat alami,  memerlukan  komitmen,  konsistensi  dan kesungguhan   untuk   membangun   demokrasi yang sehat yang lebih berefek kepada kesejahteraan sosial, dalam arti yang luas.Namun  penerapan   demokrasi  di  Indonesia (dari  beberapa  hasil  riset) menunjukkan  bahwa demokrasi   yang  ada  melalui  kebijakan  otonomi daerah,  kebabasan  pers,  meningkatnya  peran parlemen,   pemilu   yang   bebas   aktif,   dan pemilihan  presiden  dan  wakil  presiden  dan pemimpin   daerah   (propinsi,   Kabupatrn   dan Kota)  secara  langsung   belum  memiliki   dampak  yang  terlihat  jelas  bagi  masyarakat.  Tingginya angka penduduk miskin, pengangguran, rendahnya   taraf   pendidikan   dan   kesehatan merupakan cerminannya. Kemorosotan karakter bangsa dan maraknya korupsi diseluruh wilayah nusantara membuat Jokowi (diawal pemerintahannya)  meneriakkan revolusi mental dalam   mengubah   Indonesia.   Demikian   juga dengan maraknya pornografi, kekerasan diberbagai elemen, narkoba, pemerkosaan, konsumtif,  melemahnya  nasionalisme  dan  lain sebagainya, Â
Indonesia,   bukan   karena   globalisasi   lalu memilih demokrasi, sejak kemerdekaan Indonesia  menjatuhkan  pilihannya  pada  negara demokrasi dalam berbagai versinya, dan mengamanatkan kepada   negaranya sebagai negara  kesejahteraan  yang  benar-benar  negara bekerja  untuk  kesejahteraan  sosial  rakyatnya (lihat  Pembukaan  UUD  1945  dan  beberapa  pasal yang  mengurainya).  Sayangnya  perjalanan  selalu tidak  sesuai  dengan  cita-cita.  Reformasi  menjadi awal kebangkitan kembali untuk memperjuangan demokrasi.Â
Demokrasi  adalah  sebuah  langkah perjuangan,  dengan  berbagai  strategi  yang  harus dibuat,  duduk  bersama-sama  memadukan  visi mambangun komitmen,agar demokrasi mendapatkan  formula  yang  benar,  agar   bangsa yang  besar  ini  tak  salah  langkah.  Demokrasi bukanlah perjalan pintas atau instan, akan tetapi perjalanan  yang  panjang  yang  harus  dilalui dengan  berbagai  dinamika,    kesabaran  dan saling  mendukung,dan  bukan saling  memerangi antara   satu   dengan   yang   lain.  Â
Mebutuhkan komitmen kuat dan serius oleh semua pihak. Ketika   demokrasi   sebagai   pilihan,   maka penguatan terhadap kelembagaan harus menjadi keharusan.   Karena   hanya   pada   penguatan kelembagaan  yang  fokus  pada  demokrasi,  yang dapat  melakukan  pendampingan  secara  terus-menerus tanpa henti, dengan berbagai strateginya  untuk  mencapai  demokrasi    yang diinginkan. Demokrasi bukan hanya slogan, akan tetapi menjadi fakta sebagai jalan menuju kearah kesejahteraan sosial,  agar  negara  kesejahteraan benar-benar  dapat  tepat  sasaran,  dan  mencapai tujuan yang diinginkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H