tragedi berdarah Kanjuruhan masih menyesakkan dada. Sejumlah saksi mata termasuk keluarga korban. Mulai mau bercerita. Tentang apa yang terjadi. Di Stadion Kanjuruhan. Sabtu malam itu.
KisahMALANG -- Moerni
"Bu Rafi gak ono (meninggal). Bu. Rafi meningga dunia. Kena korban Arema." Kenang Sumarsih. Ibu dari Ibnu Muhammad Rafi. Salah seorang korban meninggal dunia. Tragedi Kanjuruhan.
Telepon itu datang dari anak sulungnya. Yang malam itu. Juga menonton pertandingan antara tuan rumah Arema FC dan Persebaya Surabaya.
Rafi berangkat ke stadion bersama dua saudaranya. Kakak pertama menonton di VVIP. Yang nomor dua menonton di VIP. Sementara Rafi yang anak ketiga. Kata ibunya. Menonton dari tribun ekonomi. Alasannya. Mau kumpul sama teman-teman SMAnya.
Sumarsih tak merasakan firasat apapun. Namun ketika mendapat kabar tentang Rafi. Ia shock bukan main. Bak tersambar petir. "Saya teriak. Saya nangis. Saya nggak bisa apa-apa. Waktu itu. Saya hanya bisa nangis. Dan teriak aja." Ungkapnya di Kompas Petang KOMPAS TV, Senin (3/10) lalu.
Setelah lebih tenang. Ia bergegas memerintahkan anak sulungnya. Untuk mencari keberadaan Rafi. Anak sulungnya mencoba menelpon Rafi. Begitupula Sumarsih. Tapi Rafi tak mengangkat telepon. Hanya berdering berkali-kali.
Hingga akhirnya. Usaha Sumarsih menelpon berhasil. Ada yang mengangkat telepon. Tapi yang bicara suara perempuan. Bukan Rafi. Perempuan itu bilang ke Sumarsih. Untuk mengecek Rafi di rumah sakit. Rumah Sakit Islam (RSI) Gondanglegi, Malang.
Sumarsih langsung meminta anak sulungnya berangkat ke RSI Gondanglegi. Anak sulungnya berangkat bersama anak ke dua. Naik motor berboncengan.
Mereka mencoba mencari Rafi. Di ruang perawatan. Tapi tak bisa menemukan adiknya. "Kata perawatnya. Kalau nggak ada. Tolong cari di ruang jenazah." Cerita Sumarsih. Menirukan ucapan perawat kepada anak-anaknya. Saat di RSI Gondanglegi.
Anak sulung Sumarsih bergegas ke ruang jenazah. Saat itu sudah berjejer kantong jenazah. Lalu dibuka satu persatu. Tapi tak ada Rafi. Anak sulung Sumarsih tak bisa menemukan adik. Rafi.
Lalu kantong jenazah dibuka sekali lagi. Kali ini lebih lebar. Sampai tampak pakaian yang dikenakan korban. "Dibuka satu per satu. Ternyata di situ ada Rafi. Dia teriak. Dia telepon saya." Kenang Sumarsih. Â
Sumarsih menceritakan. Anak sulungnya kesulitan mengenali Rafi. Karena wajah para korban. Semua terlihat sama. Wajah menghitam dan membiru.
Sumarsihpun mengisahkan cerita teman-teman Rafi. Yang waktu kejadian menonton bersama-sama di Stadion Kanjuruhan. Katanya, saat terjadi tembakan gas air mata. Dan kerusuhan di Stadion Kanjuruhan. Rafi terpisah dari teman-temannya. Semua berpencar. Berusaha menyalamatkan diri masing-masing.
"Kata temannya Rafi. Yang kebetulan bersama Rafi waktu itu. Yang masuk ke lapangan dihalau. Untuk ke tribun. Setelah dari tribun. Pintu keluarnya ditutup. Dan di tribun. Disemprot gas air mata." terangnya.
Bagaimana anak sulungnya bisa selamat? Sumarsih menceritakan. Pada saat terjadi kericuhan. Anaknya yang kecil digendong anak yang nomor satu. "Keluar itu sulit sekali. Adiknya itu nangis teriak-teriak. Karena pedih. Matanya pedih kena gas air mata. Alhamdulillah bisa keluar." Sambungnya.
Sumarsih juga mengucapkan terima kasih. Atas perhatian dan bantuan dari berbagai pihak. Ia telah mendapat santunan. Dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Pemerintah Kota Malang. Dan Bank Jatim. Atas meninggalnya Rafi. Meski kata Sumarsih. Tragedi ini bukanlah kesalahan pemerintah. (Berita selengkapnya di moerni.id)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H