Lalu kantong jenazah dibuka sekali lagi. Kali ini lebih lebar. Sampai tampak pakaian yang dikenakan korban. "Dibuka satu per satu. Ternyata di situ ada Rafi. Dia teriak. Dia telepon saya." Kenang Sumarsih. Â
Sumarsih menceritakan. Anak sulungnya kesulitan mengenali Rafi. Karena wajah para korban. Semua terlihat sama. Wajah menghitam dan membiru.
Sumarsihpun mengisahkan cerita teman-teman Rafi. Yang waktu kejadian menonton bersama-sama di Stadion Kanjuruhan. Katanya, saat terjadi tembakan gas air mata. Dan kerusuhan di Stadion Kanjuruhan. Rafi terpisah dari teman-temannya. Semua berpencar. Berusaha menyalamatkan diri masing-masing.
"Kata temannya Rafi. Yang kebetulan bersama Rafi waktu itu. Yang masuk ke lapangan dihalau. Untuk ke tribun. Setelah dari tribun. Pintu keluarnya ditutup. Dan di tribun. Disemprot gas air mata." terangnya.
Bagaimana anak sulungnya bisa selamat? Sumarsih menceritakan. Pada saat terjadi kericuhan. Anaknya yang kecil digendong anak yang nomor satu. "Keluar itu sulit sekali. Adiknya itu nangis teriak-teriak. Karena pedih. Matanya pedih kena gas air mata. Alhamdulillah bisa keluar." Sambungnya.
Sumarsih juga mengucapkan terima kasih. Atas perhatian dan bantuan dari berbagai pihak. Ia telah mendapat santunan. Dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Pemerintah Kota Malang. Dan Bank Jatim. Atas meninggalnya Rafi. Meski kata Sumarsih. Tragedi ini bukanlah kesalahan pemerintah. (Berita selengkapnya di moerni.id)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H