Mohon tunggu...
Moerni Tanjung
Moerni Tanjung Mohon Tunggu... Editor - founder of https://moerni.id

a father and a writer

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Minuman Manis dan Penerapan Cukai yang Tak Kunjung Eksis

29 September 2022   16:13 Diperbarui: 29 September 2022   17:10 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi minuman manis. Foto: doyan resep 

Minuman manis kini tengah jadi sorotan. Makin banyak masyarakat yang khawatir. Terhadap kandungan gula dalam minuman manis siap saji.

Di Indonesia, Konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) meningkatan tajam. Naik hingga 15 kali lipat. Dalam dua puluh tahun terakhir. Menurut Badan Pengawasi Obat dan Makanan (BPOM). Minuman yang terkategori MBDK. Adalah minuman yang memiliki izin edar. Dan masa penyimpanan. Lebih dari tujuh hari.

Data Wild dikutip via Kompas menunjukkan. Indonesia berada di peringkat ketiga. Di Asia Tenggara. Dalam hal konsumsi MBDK.

Indonesia hanya kalah dari Thailand yang konsumsinya mencapai 59,81 liter. Per orang per tahun. Lalu di peringkat kedua ada Maldives. Dengan konsumsi sebesar 37,86 liter. Per orang per tahun. Sementara konsumsi MBDK Indonesia mencapai 20,23 liter. Per orang per tahun.

Negara lain yang juga masuk dalam jajaran lima besar. Adalah Sri Lanka dan Myanmar. Dengan konsumsi masing-masing sebesar 10,78 liter dan 5,21 liter. Per orang per tahun.

Khusus air teh dalam kemasan. Konsumsinya mencapai 250 juta liter. Itu data tahun 2011. Dan tiga tahun kemudian, tepatnya pada 2014. Angkanya langsung meningkat menjadi 400 juta liter. Bisa dibayangkan berapa banyak konsumsinya saat ini?

Konsumsi MBDK yang terus meningkat. Salah satunya disumbang oleh gerai-gerai yang saat ini 'menjamur'. Tak melulu teh. Tapi mulai berkembang ke minuman jenis lain. Boba. Kopi susu. Tau lainnya.

Khusus produsen yang memiliki lebih dari 250 gerai. Pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan No 30 tahun 2013. Aturan ini mewajibkan produsen. Untuk menyampaikan informasi kandungan gula. Garam. Dan lemak.

Gita Kusnadi. Peneliti Kesehatan Masyarakat Center for Indonesia Strategic Development (CISDI) mengatakan. Pelaksanaan dan pengawasan selama ini belum jelas. Dan banyak industri pangan siap saji. Tidak secara terbuka. Mencantumkan kandungan gula.

Selain itu. Belum ada sanksi jelas. Yang bisa dikenakan. Terhadap gerai-gerai pangan. Yang tidak mencantumkan keterangan pangan siap saji.

"Kalau mereka sudah punya peraturan itu. Pengawasan dan sanksinya seperti apa? Itu perlu dikaji lebih lanjut. Oleh Kemenkes. Dan BPOM." Ujar Gita dikutip dari BBC Indonesia.

Gita juga mendesak. Agar pemerintah segera menerapkan tarif cukai pemanis 20%. Demi membatasi penggunaan pemanis berlebihan.

Wacana cukai minuman berpemanis sudah ada sejak 2016. Namun hingga kini, aturan itu belum juga eksis.

Menurut Gita. Penerapan cukai pemanis diharapkan bisa menekan konsumsi MBDK hingga 24%. Serta mencegah 1,4 juta. Kasus diabetes. Selama 25 tahun.

Cara ini sudah terbukti di Meksiko. Di mana penerapan cukai menekan pembelian MBDK dari 19% menjaddi 10 %. Begitupula di Inggris. Yang sukses mendorong penurunan gula sebesar 11%. Pada 2016-2017. (moerni)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun