Mohon tunggu...
Kang Moenir
Kang Moenir Mohon Tunggu... Lainnya - Berproses menjadi sesuatu

Murid yang masih butuh bimbingan seorang Guru

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Sandalku Hilang di Masjid dan Aku Ridho ...

10 Mei 2021   01:57 Diperbarui: 10 Mei 2021   02:21 1924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ke 28 Romadhon 1442 Hijriyah, sekira jam 17.00 WIB sandalku "hilang" di Masjid. Ihwal saya di masjid, tidak perlu diceritakan. Saya malu kalau dikira orang sholeh, sebab belum pantas.

Awalnya saya mengira paling sandalnya hanya pindah tempat. Barangkali tadi ada yang meminjam tapi tidak menaruhnya lagi di tempat semula. Tapi setelah dicari-cari dan tak kunjung ketemu, baru saya berani menyimpulkan "sandal saya hilang".

Tapi sebelum kaki menapak tanah, tiba-tiba saya teringat sebuah meme yang pernah beredar di salah satu WA grup yang aku ada di dalamnya : "Kehilangan sandal di masjid hanyalah musibah kecil. Musibah besar itu ketika sandal kita tak pernah kelihatan ada di masjid". 

Kata-kata itu seperti menghiburku dan tiba-tiba saya mendadak bijaksana. Mungkin ada yang menyukai sandalkau, mungkin dia lebih membutuhkan. Kelak, sandal itu pulalah yang akan menjadi saksi bahwa aku pernah ke masjid. Maka, kesimpulan "sandalku hilang", buru-buru saya ralat. Sandal saya tidak hilang, mungkin tertukar atau ada yang lebih membutuhkan. Lega rasanya, kaki menjadi ringan melangkah.

"Kok nyeker mas?," Tanya rekan jamaah.

"Sandalku payu (laku) kang," jawabku.

Lantas, kata apa yang pas untuk menggambarkan perasaan bahagia ketika kehilangan sandal di masjid? Ridho apa Ikhlas?.

Mengutip dawuh KH Salman Al-Farisi, Pengasuh Pondok Al-Hikmah Buntet Pesantren Cirebon yang pernah dimuat di laman www.nu.or.id, Ridho itu berarti posisi kita adalah maf'ul atau obyek. Sedangkan ikhlas, posisi kita adalah fa'il atau subjek.

Pada kasus seseorang yang kehilangan sandal di masjid seperti saya tadi, jika merelakan disebut ridha. Sebab saya adalah korban, subyek. Ridho artinya menerima segala sesuatu yang sudah digariskan Allah SWT. Maka ungkapan yang pas dalam kasus saya tadi adalah "Saya ridho sandal saya hilang. Mungkin saja ada yang senang atau mungkin tertukar,".

Jadi tidak tepat kalau saya mengatakan "Saya mengikhlaskan". Sebab arti kata ikhlas, adalah seseorang melakukan sesuatu dengan kesengajaan. Sedangkan saya ke masjid, memang bukan untuk bersedekah sandal, tapi mau beribadah.

Dan lebih penting lagi, perbuatan ikhlas itu tidak perlu dibicarakan; "Saya Ikhlas". Karena kalau seseorang banyak mengucapkan kata ikhlas, maka keikhlasannya menjadi diragukan. Ikhlas itu aama seperti surat Al-Ikhlas, yang tidak ada satu pun kata ikhlas di dalamnya. Itu masih kata Kiai Salman di https://www.nu.or.id/post/read/102200/hilang-sandal-di-masjid-ridha-apa-ikhlas.

Ternyata, sudah banyak ulasan tentang sandal hilang di masjid. Salah satunya oleh rekan kita di laman ini:  https://mojok.co/riy/liputan/susul/sandal-hilang-di-masjid-dan-pembelaan-yang-mengambilnya/. Tulisan ini mengulas isu sandal hilang di masjid dari sudut pandang pelaku. Kita akan menjadi paham, bahwa kasus sandal hilang itu seperti lingkaran setan. Tidak ada ujungnya jika tidak ada yang memutusnya. Hanya sikap ridho, lilo legowo sandalnya diambil orang lain dengan tidak mengambil sandal lainnya sebagai gantinyalah yang akan menghentikan circle curandal (pencurian sandal) itu.

Oh iya, jika ingin mengkaji kasus sandal hilang di masjid dari sudut pandang tasawuf, silahkan baca di https://news.detik.com/kolom/d-4412214/orang-saleh-dan-sandalnya. Kita akan lebih malu lagi dibuatnya.

Kembali pada kasus sandal saya tadi. (lho kok dibahas lagi, berarti belum ridho?).

Bukan. Saya hanya ingin menceritakan tentang sandal saya.

Sandal saya yang hilang tadi warnanya coklat, salah satu sandal terbaik saya. Memang sudah menjadi kebiasaan saya, selalu memakai yang terbaik ketika ke masjid. Sarung paling baik dan bersih, baju bersih dan wangi, putih kalau perlu, pakai peci yang bagus yang tidak "blutuk" (saya lebih sering pakai peci putih). Bukan untuk pamer, tapi itu semua saya niati bagian dari tahadduts binni'mah; menyampaikan atau menampakkan nikmat Allah SWT. Kita ke mall atau ke kondangan saja selalu tampil necis, masa ke masjid tampil ala kadarnya?. Begitulah kura-kura.

Oh iya, sandal saya ukuran 42, beli pas ada diskonan sebelum Lebaran tahun lalu kalau tak salah. Saya sebenarnya berharap masih berjodoh dengan sandal itu. Semoga orang yang mengambilnya tersadar, dan mengembalikannya saat Subuh nanti.

Kita lihat saja nanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun