Mohon tunggu...
Muhibuddin Aifa
Muhibuddin Aifa Mohon Tunggu... Perawat - Wiraswasta

Jika Membaca dan Menulis adalah Cara yang paling mujarab dalam merawat Nalar, Maka Kuliah Adalah Pelengkapnya.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Keganasan G30S: Menembak Mati Pierre Tendean bersama Enam Perwira Tinggi Lainnya

28 September 2020   15:21 Diperbarui: 28 September 2020   15:23 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: tribunnews.com

Peristiwa kelam pemberontakan G30S telah berlangsung kurang lebih sekitar 55 tahun yang lalu. Namun kejadian tersebut masih sangat membekas bagi rakyat Indonesia, terutama bagi keluarga para korban yang ditinggalkan.

Kejadian naas tersebut tidak saja menjadi sejarah kelam bagi bangsa Indonesia, namun juga telah mengubah arah bangsa ini, terutama secara politik, yang menyebabkan terjadinya pergantian kepemimpinan dari orde lama ke masa orde baru.

Hingga saat ini peristiwa tersebut masih menyisakan tanda tanya besar bagi keluarga yang ditinggalkan tentang kepergian anggota kelurganya yang menjadi korban penculikan G30S.

Keluarga para korban begitu terpukul dan menangisi kepergian pahlawan revolusi, selain jenderal yang memiliki jabatan tinggi di tubuh TNI. Terdapatlah salah seorang ajudan bapak A.H. Nasution yang bernama Piere Tendean, ikut menjadi korban keganasan G30S.

Kelurga korban yang berasal dari pihak Pierre Tendean masih menyimpan kenangan manis saat bersama korban dan perjumpaan terakirnya. Walaupun kadang kala kenangan manis tersebut, harus di bumbuhi oleh bayang-bayang gelap kekejaman kelompok G30S.

Sosok Pierre Tendean

Pierre Tendean lahir di Batavia pada tanggal, 21 Februari 1939. berasal dari keluarga kalangan menengah keatas, ayahnya A.L Tendian dari minahasa yang berprofesi sebagai dokter.

Sementara ibunya bernama M.E Cornet wanita Indo keterunan perancis, dari sinilah percampuran minahasa dan perancis, membuat Pierre Tendean memiliki wajah tampan. Dengan perawakan tinggi, serta berbadan atletis membuatnya menjadi pria yang nyaris sempurna kala itu.

Pierre kecil memang sudah menyukai dunia militer, dan bahkan dia berambisi menjadi tentara, meskipun ayahnya menginginkan dia untuk menjadi dokter ataupun insiur. Namun tekadnya sangat kuat, dan akhirnya dia benar-benar memantapkan hatinya dengan menjadi tentara.

Tepatnya pada tahun 1961, ia menyelesaikan pendidikannya di Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD), dengan pangkat letnan dua. Kecakapannya dan loyalitasnya terhadap pekerjaan, membuat dirinya terpilih sebagai ajudan jendral AH. Nasution.

Prestasi Pierre Tendean

Pierre Tendean pernah menjadi komandan pleton bataliyon zeni tempur 2 kodam II Bukit Barisan di Medan. Berselang satu tahun dia selesai mengikuti sekolah intelijen di Bogor, kemudian dia ditugaskan di Dinas Pusat Intelijen Angkatan Darat (DIPIAD).

Pierre juga pernah ditugaskan untuk menyusup ke Negara Malaysia, untuk menjadi mata-mata. Dimana saat itu antara Indonesia dan Malaysia sedang mengalami ketegangan yang serius akibat Konfrintasi Malaysia-Indonesia.

Akhir karir Pierre Tendean sebagai ajudan Jendral A.H. Nasution, karena pemberontakan G30S, yang ikut menyeretnya kelubang buaya dan meninggal disana.  

Malam Terakhir Pierre Tendean Berdinas

Menurut penuturan dari Mitze Farre salah saudara kandung pierre dalam sebuah kanal Youtube, pada malam naas tersebut, Pierre Tendean masih bertugas di rumah bapak A.H Nasution, padahal jam dinasnya sudah berkhir.

Seharusnya pierre sudah bebas dari tugasnya, dan bisa pulang kerumah orangtuanya, namun dia menunda kepulangannya. Sehingga masih tetap dirumah pak Nasution. Sehingga dia menjadi salah satu korban keganasan G30S.

Kenapa Para Penculik Tidak Mengenal A.H. Nasution

Korban Pierre Tendean memang sangat disesalakan karena dia bukanlah orang yang dicari, tapi jelas dia salah sasaran. Pihak yang menculik meyakininya bahwa dia adalah AH. Nasution, dikarenakan keadaan rumah yang remang-remang para penculik langsung meringkus dan meyakini bahwa yang di culik adalah Pak Nasution.

Kenyakinan penculik juga di perkuat dengan pengakuan dari Pierre sendiri, yang mengatakan bahwa dirinyalah Nasution orang yang mereka cari. Oleh sebab itu tanpa pikir panjang, para penculik yang dipimpin oleh Pelda Djaharup langsung membawanya ke daerah Pondok Gede tepatnya di Lubang Buaya.

Sementara A.H Nasution berhasil kabur dengan melompat jendala belakang rumahnya, meskipun pak Nasution selamat. Akan tetapi beliau kehilangan dua orang yang dicintainya, yaitu anaknya dan ajudannya yang setia Pierre Tendean.

 Tendean Disiksa dan Jadi Korban Keganasan G30S

Saat di berada dikawasan Lubang Buaya, barulah diketahui bahwa mereka salah nenculik orang. Kejadian salah tangkap memicu kemarahan, yang membuat kelompok penculik menyiksa piiere tandean, hingga menembak mati dirinya, kemudian dikubur satu lubang dengan enam korban lainnya.

Kekejaman yang dilakukan oleh sekolompak penculik yang dimpimpin oleh Letkol. Untung Syamsuri, telah merenggut nyawa tujuh perwira tinggi meliter Indonesia. Bila kita lihat rekaman video dan beberapa foto terkait pengambilan jenazah para korban, sungguh perlakuan tersebut sangat tidak manusiawi.

Bayangkan saja didalam sebuah semur tua, ketujuh korban di masukkan, bahkan ada sebagaian pendapat yang menjelaskan diantara korban tersebut ada yang masih dalam keadaan hidup di masukan.

Pierre Tendean, pergi untuk selama-lamanya sebagai seorang kasatria yang setia kepada atasan, meskipun maut didepan matanya dia tak pernah gentar. Beliau pergia dalam usia yang sangat muda 26 tahun, tanpa sempat mewariskan ketampanan dan kecerdasanya, karena saat itu beliau belum menikah.

Namun meskipun beliau tidak memiliki anak biologis, penulis menyakini bahwa saat ini  begitu banyak perwira menjadi anak idiologisnya yang mewarisi loyalitas, keberanian dan semangat juangnya. Kepergiannya yang tidak wajar akan selalu diingat oleh keluarga besarnya, bahkan bangsa Indonesia.

Banda Aceh, 28 September 2020

Moehib Aifa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun