Sehubungan semakin mengganasnya virus corona, membuat penyedia layanan kesehatan yang bekerja di tiap rumah sakit, semakin waspada.Â
Bukan hanya tentang ketakutan akan menularnya virus tersebut. Lebih dari itu, tim medis harus siap dengan berbagai kemungkinan yang akan terjadi selama pandemi ini.
Salah satunya adalah mengantisipasi terhadap lonjakan kasus covid-19, dengan menyediakan ruang dan fasilitas khusus untuk penanganan kasus tersebut. Tanpa terkecuali di Rumah Sakit Jiwa (RSJ), yang pada awal merebaknya virus corona masih terkesan santai-santai saja.
Di Aceh, angka pasien positif kian hari semakin bertambah. Padahal dulunya Aceh menjadi harapan dan contoh bagi provinsi lain dalam penanganan covid-19, karena angka terpaparnya sangat sedikit. Bahkan bisa teratasi kasusnya, hingga menjadi zero kasus di Aceh.Â
Akan tetapi keadaan tersebut tidak bertahan lama. Kasus covid-19 di Aceh dalam dua bulan terakhir melaju dengan pesat.
Hal ini seiring dengan diizinkannya pelaksanaan berbagai aktivitas sosial seperti, pesta pernikahan, kenduri syukuran dan acara lainnya. Mengakibatkan terjadinya transmisi lokal dengan cepat, akhirnya membuat Pemerintah Aceh butuh tenaga ekstra dalam menanganinya.
Hingga 22 September 2020, secara akumulasi jumlah korban virus corona di Aceh, sudah mencapai 3.784 orang. Rinciannya, 1.904 orang dalam penanganan tim medis di rumah sakit rujukan atau di tempat isolasi, 1.738 orang dinyatakan sembuh, 142 orang meninggal dunia. (tribunnews.com)
Data tersebut sangat mengkhawatirkan, apalagi jumlah kematian akibat virus tersebut sudah melangkahi angka seratusan. Kenyataan ini menuntut semua rumah sakit untuk meningkatkan pelayanannya, termasuk ketersedian ruang khusus untuk penanganan pasien covid-19.
Tanpa terkecuali RSJ Aceh, yang juga telah menyediakan ruang khusus perawatan untuk pasien yang terserang virus corona. Penulis sendiri juga terlibat secara langsung sebagai perawat dalam penanganan pasien covid-19 di RSJ Aceh.
Pertama Kalinya Memakai Baju Hazmat
Sebagai salah satu perawat yang ditempatkan pada ruang isolasi pasien covid-19, baru kali ini berpengalaman mengenakan baju hazmat. Saat mengenakannya, saya merasa kegerahan, panas, dan susah bernafas karena harus mengenakan masker N95 yang kedap tanpa pori-pori.
Serta ditambah dengan perlengkapan Alat Pelindung Diri (APD) lainnya yang semakin membuat saya sama sekali tidak nyaman dengan pakaian tersebut. Seperti mandi sauna jadinya, peluh keluar bercucuran jadinya.
Namun, mengingat bahwa ini adalah tugas mulia dan sumpah profesi, membuat saya pelan-pelan sudah bisa beradaptasi dengan pakaian hazmat saat kontak langsung dengan pasien.
Pengalaman tersebut membuat saya bisa merasakan langsung, bahwa menjadi perawat khusus covid sangat berat dalam berjuang. Tidak semua perawat memberanikan untuk menjadi perawat khusus covid.
Apalagi kasus ini telah banyak memakan korban dari pihak medis, terutama perawat yang menjadi garda terdepan dalam penangan pasien covid.
Lebih Ngeri Menjadi Perawat Covid di RSJ Daripada di Rumah Sakit Umum
Ada dua masalah utama yang harus dilakukan dalam penanganan pasien suspect covid-19 di RSJ. Masalah pertama adalah tentang status mental pasien yang harus ditangani. Pasien di RSJ rata-rata punya masalah dengan halusianasi dan risiko perilaku kekerasan.
Tidak mudah dalam menangani pasien gangguan jiwa sekaligus mengalami suspect covid-19. Kadang kala pasien sama sekali tidak kooperatif. Di saat halusinasi terjadi sulit bagi perawat untuk mengarahkan. Bahkan akan berisiko terjadinya pukulan oleh pasien tersebut bagi perawat jika terus mendekati pasien yang sedang mengalami halusinasi.
Jadi selain berisiko akan terpapar virus corona, perawat juga akan sangat berisiko menerima perlakuan kekerasan dari pasien yang mengalami halusinasi. Inilah mengapa penulis mengatakan lebih ngeri menjadi perawat covid di RSJ daripada di rumah sakit umum lainnya.
Tentunya dalam menjalani misi kemanusiaan ini, seorang perawat sama sekali tidak berharap akan terjadinya luka serius akibat perilaku kekerasan dari pasien gangguan jiwa. Maupun terpaparnya virus covid-19 saat kontak langsung dengan pasien, meskipun dengan APD yang lengkap, risiko tertular bisa saja terjadi.
Lambatnya Keluar Hasil Swab
Dengan melonjaknya penyebaran kasus covid-19 di Aceh, membuat spesimen swab yang akan diperiksa menumpuk di Lab Balitbangkes Aceh yang ditunjuk oleh pemerintah Aceh untuk pemeriksaan.
Walaupun di Lab Universitas Syiahkula juga ada menerima pemeriksaan swab untuk pasien yang diduga mengalami infeksi virus corona, tetapi kedua lab tersebut tidak bisa bergerak cepat, diduga karena sangking banyaknya sampel yang harus diperiksa dari berbagai rumah sakit di Aceh.
Kenyataan tersebut berefek kepada pelayanan perawat di tiap rumah sakit, tanpa terkecuali RSJ Aceh. Sehingga pasien suspect covid-19 nasibnya terkatung-katung di ruang isolasi. Walaupun, setelah perawatan melebihi satu minggu, kami lihat keadaannya tidak lagi mengalami gejala yang mengarah pada terinfeksinya virus corona. Â
Jika pemerintah Aceh bisa memaksimalkan kinerja lab yang ditunjuk, apakah itu dengan penambahan tenaga dan ketersediaan bahan untuk uji sampel. Maka perawat dan tenaga medis lainnya di RSJ akan lebih mudah dalam bekerja sehingga tidak terjadi penumpukan pasien di ruangan isolasi covid-19.
Begitu hasil swab sudah yang keluar dengan hasil negatif, maka pasien jiwa yang diawasi di ruangan isolasi, bisa langsung dipindahkan ke ruang lain.
Lamanya durasi bagi petugas yang menunggu pasien suspect covid-19 di ruang isolasi, membuat terjadinya pemborosan penggunaan APD.Â
Padahal, misal, semestinya seminggu yang lalu hasilnya negatif, tapi karena baru keluar hasil swab melebihi dua minggu, maka pasien tetap ditangani dengan protokoler kesehatan yang ketat melalui penggunaan APD yang lengkap.
Semoga ke depan pemerintah bisa lebih siaga dalam penanganan pasien covid-19, termasuk kebijakan untuk sarana dan prasarana pendukung di lab pemeriksaan swab. Tentunya agar hasilnya bisa keluar cepat sehingga memudahkan kita semua dalam menekan angka penyebaran covid-19 di Indonesia khususnya Aceh.
Banda Aceh, 25 September 2020
Moehib Aifa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H