Walaupun di Lab Universitas Syiahkula juga ada menerima pemeriksaan swab untuk pasien yang diduga mengalami infeksi virus corona, tetapi kedua lab tersebut tidak bisa bergerak cepat, diduga karena sangking banyaknya sampel yang harus diperiksa dari berbagai rumah sakit di Aceh.
Kenyataan tersebut berefek kepada pelayanan perawat di tiap rumah sakit, tanpa terkecuali RSJ Aceh. Sehingga pasien suspect covid-19 nasibnya terkatung-katung di ruang isolasi. Walaupun, setelah perawatan melebihi satu minggu, kami lihat keadaannya tidak lagi mengalami gejala yang mengarah pada terinfeksinya virus corona. Â
Jika pemerintah Aceh bisa memaksimalkan kinerja lab yang ditunjuk, apakah itu dengan penambahan tenaga dan ketersediaan bahan untuk uji sampel. Maka perawat dan tenaga medis lainnya di RSJ akan lebih mudah dalam bekerja sehingga tidak terjadi penumpukan pasien di ruangan isolasi covid-19.
Begitu hasil swab sudah yang keluar dengan hasil negatif, maka pasien jiwa yang diawasi di ruangan isolasi, bisa langsung dipindahkan ke ruang lain.
Lamanya durasi bagi petugas yang menunggu pasien suspect covid-19 di ruang isolasi, membuat terjadinya pemborosan penggunaan APD.Â
Padahal, misal, semestinya seminggu yang lalu hasilnya negatif, tapi karena baru keluar hasil swab melebihi dua minggu, maka pasien tetap ditangani dengan protokoler kesehatan yang ketat melalui penggunaan APD yang lengkap.
Semoga ke depan pemerintah bisa lebih siaga dalam penanganan pasien covid-19, termasuk kebijakan untuk sarana dan prasarana pendukung di lab pemeriksaan swab. Tentunya agar hasilnya bisa keluar cepat sehingga memudahkan kita semua dalam menekan angka penyebaran covid-19 di Indonesia khususnya Aceh.
Banda Aceh, 25 September 2020
Moehib Aifa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H