Mohon tunggu...
Muhibuddin Aifa
Muhibuddin Aifa Mohon Tunggu... Perawat - Wiraswasta

Jika Membaca dan Menulis adalah Cara yang paling mujarab dalam merawat Nalar, Maka Kuliah Adalah Pelengkapnya.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ini Dia Profesi yang Berhak Menentukan Status Kejiwaan Pelaku Tindak Pidana

15 September 2020   01:19 Diperbarui: 16 September 2020   05:34 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto (quipper.com)

Setiap terjadinya kasus tindak pidana kejahatan, polisi dan penegak hukum lainnya, tidak serta merta melimpahkan kasus ke kejaksaan. Namun perlu beberapa penyelidikan lebih lanjut, salah satunya adalah tentang kejiwaan dari pelaku. Apakah saat melakukan tindakan kejahatannya dalam keadaan sadar atau mengalami gangguan jiwa.

Sebagai salah seorang yang bertugas pada bagian keperawatan di salah satu Rumah Sakit Jiwa Aceh. Saya pernah beberapa kali menerima tersangka tindak pidana kejahatan dengan berbagai kasus, ada karena pemerkosaan, pembunuhan, pencurian dll. Butuh waktu yang lumayan lama, bagi tim medis dalam menentukan diagnosa, apakah pelaku tersebut mengalami ganguan jiwa atau tidak.

Ketika status kejiwaan seorang tindak pidana masih ditangguhkan, artinya belum adanya hasil diagnosa dari Rumah Sakit Jiwa. Disinilah kita sebagai pihak yang terlibat akan menghadapi beberapa pertanyaan terkait kondisi kesehatan mental klien kita.

Satu sisi dari pihak korban ada yang kesal dan berujar, kenapa terlalu lama hasilnya keluar?. Sementara dari pihak pelaku, ada yang menginginkan, agar hasil diagnosanya dinyatakan mengalami gangguan jiwa "Gila".

Dua buah keinginan yang sangat berbeda, sesuai dengan kepentingan masing-masing. Saya cukup paham akan tujuan mereka tersebut. Walau dalam keadaan, yang kadang kala diintimidasi, saya dan teman sejawat yang lain tidak pernah gentar.

Tetap bekerja, sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP), sesuai dengan latar belakang keahlian kami, walaupun yang paling berhak nantinya akan ditentukan oleh dokter Spesialis Jiwa (Sp.KJ).

Kolaborasi Tim Medis Dalam Mendiagnosa 

Untuk melakukan serangkaian, pengkajian, pemeriksaan dan tes lainnya pada seseorang tersangka tindak pidana yang diduga mengalami gangguan jiwa. Berikut alurnya:

Perawat: Menerima calon kliennya dari pihak kepolisian, kemudian tugas perawat mencoba melakukan pengkajian data dasar. Tentang data diri pasien hingga keadaan pengkajian yang berkaitan dengan kesehatan mentalnya. Perawat juga mengamati tingkah laku pasien selama dalam masa rawatan, karena perawat memiliki waktu yang lebih leluasa untuk melakukan itu.

Dokter: Memeriksa lebih lanjut dengan metode yang telah ditentukan, melakukan wawancara lebih intensif dengan klien. Butuh beberapa kali pertemuan untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan kejiwaan klien. Apakah klien masih bisa berkomunikasi dengan baik, atau telah mengalami perubahan isi pikir dan pembicaraan yang tidak ada hubungan dengan satu topik dengan topik lain

Psikolog: Memiliki tugas yang hampir sama dengan tim medis lainnya, tapi psikolog lebih kepada konselor dalam penanganan masalah klien. Melalui terapi bicara atau psikoterapi yang meliputi kognitif prilaku baik itu interpersonal dan humanistik.

Seorang psikolog, tidak dibenarkan memberikan obat-obatan, karena itu sudah menjadi wewenang dan tugas dokter.  

Pemeriksaan Penunjang dan Psikotes

Tahapan ini perlu dilakukan untuk mendukung dalam menentukan diagnosa klien. Pemeriksaan penunjang dapat berupa pemeriksaan laboratorium, CT scan, tes Intellingence Quotient (IQ) nilai kecerdasan dan Emotional Quotient (EQ) kecerdasan emosional, serta pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) otak. Halodoc.com

Setelah serangkaian proses dan kolaborasi antara dokter dan tim medis lain dilakukan, barulah dokter ahli jiwa bisa memutuskan diagnosa terhadap pelaku tindak pidana tersebut, apakah mengalami gangguan jiwa atau tidak.

Untuk pelaku tindak pidana memang agak susah diterapkan diagnosa dalam waktu cepat, karena bagi psikopat biasanya mereka lebih cenderung bersikap kamuflase. Membuat tim medis butuh waktu untuk memantau tingkah lakunya secara menyeluruh.  

Setelah Dinyatakan Gila, Apakah Kasusnya Dihentikan?

Setelah mendapatkan hasil diagnosa, polisi tidak langsung bisa menghentikan sebuah kasus tindak pidana kejahatan. Tapi setelah pengumpulan barang bukti dan berkas lainnya. Selanjunya polisi menyerahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk diproses lebih lanjut.

Setelah ditangan kejaksaan, disinilah nasib tersangka dipertaruhkan berdasarkan barang bukti dan berkas terkait kejahatannya. Tersangka akan menyerahkan nasibnya di meja pesakitan, melalui jaksa penuntut dan penasehat hukum (pengacara), serta saksi.

Untuk tersangka yang sudah dinyatakan mengalami gangguan jiwa (Gila) maka perlu menghadirkan dokter ahli untuk memberikan keterangan terkait diagnosanya. Setelah itu baru hakim memutuskan terhadap kasus yang dilakukan oleh tersengka tersebut.

Merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pada pasal 44 ayat 2 berbunyi : "Jika nyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal, maka dapatlah hakim memerintahkan memasukkan dia ke rumah sakit jiwa selama-lamanya satu tahun untuk diperiksa." hukumonline.com.

Berdasarkan KUHP dan pasal tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bagi pelaku tindak pidana kejahatan yang melami gangguan jiwa. Akan terlepas dari jeratan hukum dan bebas dari segala tuntutan, namun pelaku tidak diperkenankan bebas, tetapi akan mendapatkan pengobatan lanjutan di Rumah Sakit Jiwa.

Hubungan Dengan Kasus Penusukan Syekh Ali Jabier

Sebagaimana diketahui berdasarkan informasi yang berkembang baik dari pihak kepolisian, pelaku penusukan Syekh Ali Jabier diduga mengalami gangguan jiwa. Kabar itu selaras dengan keterangan ayah pelaku yang mengatakan bahwa anaknya telah mengalami gangguan jiwa selam lebih kurang 4 tahun.

Namun bagi masyarakat umum keterangan tersebut sangat tidak masuk akal, mereka menduka ada motiv besar dibelakangnya. Untuk sementara kasus tersebut dalam penanganan lanjutan dari pihak kepolisian setempat.

Karena yang menjadi korban adalah bukan orang sembarangan, melainkan ulama besar, maka ada baiknya kasus ini dikawal secara ketat. Kita berharap agar semua pihak yang terlibat dalam pengungkapan kasus ini dapat bekerja dengan baik dan mengedepankan sikap profesionalisme.

Kepastian hukum sangat penting dalam kasus apapun, agar pihak korban mendapatkan keadilan terhadap kasus yang menimpanya. Serta pihak pelaku, bila dinyatakan bersalah nantinya, mendapatkan hukuman sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.

Banda Aceh, 14 September 2020

Moehib Aifa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun