Biasanya sirih diletakan dalam puan (cerana), didekat pintu masuk para tetamu undangan, ada kalanya sambil masuk langsung disungguhkan sirih tersebut. Ataupun setelah makan para tamu akan mengunyah sirih sambil santai dengan salah satu pihak keluarga tuan rumah.
Keberadaan ranup lampuan pada upacara perkawninan sangatlah penting, sebagai lambang kemuliaan. Sebagaimana pepatah Aceh mengatakan "Mulia jame ranup lampuan, Mulia wareh mameh suara" yang berarti memuliakan tamu dengan menyuguhkan sirih dalam cerana, memuliakan sahabat/teman dengan tutur bahasa yang lembut dan ramah tamah.
Peusijuk dalam Upacara Perkawinan
Saat menerima linto baro maupun dara baro, maka akan disambut dengan sebuah adat yang disebut dengan Peusijuk. Dalam istilah lain disebut dengan tepung tawar, sebuah adat yang masih melekat dikalangan masayarakat Aceh, dari dahulu kala hingga saat ini.
Prosesi ini dilakukan oleh orang tua kedua pihak mempelai, didampingi oleh ustaz dan tokoh masyarakat yang dituakan dalam kampung tersebut. Ada beberapa materi yang digunakan seperti, daun, bunga, beras dan padi sebanyak kurang lebih satu genggam, tepung tawar, ketan, dll.
Dilakukan dengan cara memercikan air yang dihempaskan dari dedaunan dan bunga yang telah diikat. Kemudian menyuntingkan ketan di salah satu telinga, biasanya telinga yang kanan, terakir di beri sejumlah uang oleh setiap orang yang melakukan pesijuk, sembari memanjatkan doa kepada Allah. Â Â
Agar kiranya kedua mampelai diberikan keberkahan olehNYa, tentram dalam rumah tangga, serta segera memiliki anak sebagai penyambung sejarah. Kalau sudah di tepung tawari, itu berarti sudah melengkapi serangkain prosesi dalam tahapan adat istiadat perkawinan masyarakat Aceh.
Adat peusijuk masih sangat kental di Aceh, karena ritual tersebut dilakukan pada beberapa peristiwa penting lainnya. Seperti pada saat usia kandungan telah memasuki tujuh bulan, turun tanah anak, memulai turun kesawah, mendiami rumah baru, dll.
Begitulah peringan hitam memori saya, merekam peristiwa penting itu, sebagai orang Aceh saya merasa bangga denga adat istiadat dan budayanya masih bersandar atas nilai-nilai Islam. Begitulah cara masyarakat Aceh dalam mengespresikan rasa syukurnya, selalu ingat kepada Rabbi atas segala limpahan nikmat dan rahmatNya. Amin.
Banda Aceh, 09 September 2020
Moehib Aifa